Salin Artikel

Benarkah Wisuda TK Bentuk 'Eksploitasi' dan Penurunan Makna 'Wisuda'?

KOMPAS.com - Di media sosial sempat muncul polemik perlu tidaknya perayaan wisuda pendidikan anak usia dini (PAUD) atau TK.

"Dulu di-WISUDA adalah kebanggaan karena berarti sudah jadi SARJANA. Sekarang, TK pun (sudah bisa) di-wisuda" begitu salah satu unggahan komentar di Facebook.

Beberapa grup Whatsapp (WA) bahkan membahas perihal "wisuda TK" ini dalam kacamata yang 'serius'.

"Kesakralan kata 'wisuda' seakan-akan saat ini menjadi pupus kala seorang anak PAUD yang tidak mengerti apa-apa tentang kata 'wisuda' mengenakan baju toga hitam lengkap dengan tali yang menggantung di toga," begitu isi kutipan yang beredar grup WA .

Anak juga didandani seperti orang yang sudah dewasa, lengkap sanggul dan make up serta aksesoris lainnya. Mereka juga mengikuti prosesi memindahkan tali toga berwarna hitam. 

Pendapat ini kemudian dilanjutkan dengan penjelasan panjang lebar mengenai makna filosofis pemindahan tali toga ke kanan, alasan penggunaan warna hitam dan mengapa topi toga berbentuk persegi.

Saya berani mengatakan, demikian broadcast itu menyebutkan, acara wisuda buat anak PAUD adalah bagian dari eksploitasi terhadap anak. Eksploitasi bukan saja berarti mempekerjakan anak-anak yang masih dalam usia belajar, namun eksploitasi terhadap anak adalah memperlakukan anak tidak sesuai dengan umur dan perkembangannya.

Apakah benar acara wisuda TK merupakan bentuk "eksploitasi"? Akankah ini menjadi sebuah "penurunan makna dan kebanggan" wisuda bagi si anak nanti pada saat lulus perguruan tinggi?

Menciptakan kenangan

Caroline, ibu dari Jeannice Emily (6 tahun) melihat acara wisuda anaknya sebagai sebuah kesempatan untuk menciptakan sebuah kenangan. 

"Meski bukan wisuda seperti lulus perguruan tinggi, namun tetap ada rasa bangga dan haru melihat Jennice berfoto menggunakan toga," ujar Caroline yang anaknya bersekolah di TK Yunike Andreas, Tangerang.

Baginya, ini menjadi kenangan tersendiri bagi orangtua bahwa anaknya telah melewati satu tahap dalam pendidikan mereka.

Hal senada disampaikan Martino Manjaya, ayah dari Agustinica Aniva (6 tahun) dari Balloon Kindergarten, Makassar.

"Acara wisuda di sekolah anak kami dikenal dengan sebutan 'penamatan'. Acara 'penamatan' atau wisuda ini diisi dengan acara berfoto memakai toga dan juga pentas seni," jelas Martino.

Hal yang penting menurutnya adalah dalam acara ini anak-anak terlihat gembira dan menikmati acara.

"Saya lihat anak saya senang sekali memakai toga, ya sudah saya ikut saja," jelasnya. 

Hal ini menjadi kenangan membahagiakan dan membanggakan bagi orangtua melihat 'kelulusan' anaknya, ujar Martino. 

Sebuah perayaan proses pertumbuhan

"Pertanyaan tentang perlu atau tidak perlunya wisuda untuk anak TK ini sudah muncul lama dan menurut kami tidak bisa diperdebatkan karena semua tergantung dari kebiasaan dan pilihan tiap sekolah dalam merayakan kelulusan anak," jelas Henny Prasetio, Principal Sunshine Montessori Preschool , Jakarta.

Sunshine Montessori Preschool memiliki program Sunshine Annual Festival, acara akhir tahun ajaran di mana seluruh anak dari kelas paling kecil menampilkan pertunjukan tari, nyanyi, drama, puisi, art exhibition, dan lainnya termasuk ada acara wisuda yang diselipkan dalam Annual Festival tersebut, tambah Henny.

Tujuan Sunshine Annual Festival, termasuk acara wisuda di dalamnya ini adalah merayakan proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu anak di setiap kelas, bukan hanya bagi yang lulus.

"Saya menyaksikan banyak orang tua yang menitikan air mata terharu saat mengikuti acara karena mereka melihat perkembangan anak-anaknya. Orang tua mengingat waktu anak mereka masih bayi, belum bisa jalan hingga saat lulus TK B. Perkembangan anak mereka sangat pesat dari sisi motorik, kematangan sosial emosional dan kognitif, dan anak mereka dapat membuat pernyataan dia ingin menjadi apa saat dewasa kelak," cerita Henny.

Dan yang paling utama adalah hari itu menjadi hari di mana kita merayakan proses yang telah dilalui oleh anak-anak dan juga menjadi hari yang membahagiakan untuk anak-anak, tegasnya.

Melihat dari mata kanak-kanak

"Dalam perkembangan anak menurut Maria Montessori, masa usia dini adalah masa pembentukan manusia (formation of man) dan ini adalah tahapan perkembangan yang paling besar dalam kehidupan manusia, yang saat ini sering disebut sebagai golden age," katanya

Menurut Henny, mengenai wisuda yang disebut sebagai acara sakral, simbolis, bahkan tidak pantas untuk anak usia dini, itu mungkin karena kita hanya melihatnya dari satu sisi.

Kita menganggap bahwa hanya perguruan tinggi yang pantas menerima acara wisuda. Kita lupa bahwa tidak semua orang melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi, dan banyak yang menjadi orang berhasil setelah lulus SMA meski tidak kuliah.

Kita lupa bahwa di setiap jenjang pendidikan ada prosesnya masing-masing dan proses itu tidaklah mudah.

Terkadang kita sebagai orang dewasa kurang bijaksana dalam menghargai pencapaian anak di mana kita hanya fokus melihat hasilnya saja, tanpa melihat bagaimana proses yang dialami oleh anak-anak selama di PAUD, SD, SMP, atau SMA.

"Jadi, salahkah kita sebagai orang tua dan pendidik memberikan penghargaan kepada anak-anak pada saat mereka melalui proses yang sulit di setiap jenjang pendidikan? Salahkah kita memberikan penghargaan kepada anak-anak kita yang telah melalui masa golden age yang hanya terjadi satu kali dalam kehidupan manusia?" tanya Henny.

Di luar negeri, USA misalnya, wisuda TK sudah ada sejak 1960.

Tentu saja penghargaan yang diberikan sekali lagi dikembalikan ke setiap sekolah tergantung kebiasaan masing-masing. Ada yang membuat wisuda, pentas seni, pameran, dan lainnya. 

Apapun itu bentuknya, yang utama adalah sangat penting bagi kita memberikan apresiasi atas proses yang dilalui oleh setiap anak di setiap jenjang pendidikan. Bukan hanya di perguruan tinggi. 

Fokus pada konten bermain

Menurut Bondhan Kresna, psikolog pengamat pendidikan, wisuda bagi anak PAUD tidak ada masalah.

"Tidak ada dampak secara psikologis. Menurut saya ini hanya sebatas acara seremonial," kata Bondhan.

Menurutnya, anak-anak sudut pandangnya adalah bermain. Selama acaranya seperti seru ada pentas dan permainan maka anak-anak tidak akan memperhatikan masalah pakaian atau bahkan makna dibalik pemindahan tali topi toga.

"Yang heboh kan orangtuanya. Hal ini baru berdampak apabila dalam acara itu ada pemaksaan. Misal, anak dipaksa pakai baju wisuda. Selama tidak ada paksaan menurut saya baik baik saja," jelas Bondhan.

Jadi kalau acara wisuda ini menjadi hal diwajibkan dan dipaksakan kepada anak baru menjadi masalahnya. Bukan pada bentuk dan prosesi acaranya, ujarnya.

Bagi anak yang tidak mau memakai baju wisuda sebaiknya jangan sampai dipaksa, tambahnya.

Karenanya, Bondhan mengharapkan kepada sekolah untuk fokus pada konten acaranya.

Misal dalam bentuk pentas seni. Secara psikososial dan motorik anak usia 4-6 tahun senang bereksplorasi dan bergerak. Disitu juga membentuk inisiatif dan kepercayaan diri. Apapun bentuk acaranya, sebaiknya diarahkan ke sana, tutupnya.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/06/08/16063131/benarkah-wisuda-tk-bentuk-eksploitasi-dan-penurunan-makna-wisuda

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke