Salin Artikel

Memaknai Indonesia di Sekolah Berorientasi Global

KOMPAS.com - Sosok presiden pertama RI, Soekarno, seolah kembali hadir di tengah-tengah peserta upacara peringatan Kemerdekaan RI ke-73 di Sekolah HighScope Indonesia (SHI), TB Simatupang, Jakarta (16/8/2018).

Teguh Boediyana, pemeran tokoh Soekarno dalam upacara bendera, kemudian mengajak seluruh siswa meneriakan pekik "Merdeka!". Sontak pekik "Merdeka!" membahana saling bersahutan di SHI yang selama ini dikenal berasal dari Amerika Serikat. 

"Kehadiran Teguh Boediyana yang berperan sebagai presiden pertama RI dan memimpin upacara adalah salah satu bentuk pendekatan kami agar anak-anak tertarik mengikuti upacara bendera," jelas Hani Amalia, Principal Elementary and Middle School kepada Kompas.com.

Hani menambahkan, ada dua hal disampaikan Teguh dalam upacara tersebut; pertama mengajak anak untuk berani menggantungkan cita-cita setinggi langit dan kedua, mengingatkan siswa untuk selalu menjadikan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa.

1. Terintegrasi kurikulum dan pembelajaran

Sekolah berstandar global bukan berarti meninggalkan karakter dan budaya Indonesia. "Tema peringatan kemerdekaan RI tahun ini di HighScope adalah Menumbuhkan Kebanggaan dan Kecintaan Indonesia," jelas Hani.

Bangga dan cinta Indonesia ini, tambah Hani, tidak hanya dilakukan pada perayaan hari kemerdekaan saja. Penanaman nilai ini juga telah terintegrasi dalam kurikulum di SHI, baik melalui subyek mata pelajaran maupun kegiatan tahunan yang rutin diadakan. 

"Rasa cinta dan bangga menjadi bangsa Indonesia dijalankan dalam subyek social studies, peringatan hari-hari nasional seperti Hari Sumpah Pemuda, Hari Kartini dan juga keseharian di sekolah kami," tambah Hani.

Misal, pada saat transisi pelajaran SHI selalu memutarkan lagu-lagu perjuangan. Di area selasar kelas juga banyak dipasang berbagai kutipan cinta tanah tanah air. "Semua bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga siswa HighScope sebagai bagian dari bangsa Indonesia," kata Hani.

2. Sejalan dengan nilai pendidikan SHI

Hal senada disampaikan Etika Hia, Assistant Principal - Elementary & Middle School yang melihat nilai-nilai SHI sangat sejalan dengan pendidikan karakter cinta bangsa dan tanah air.

"Penananam karakter tersebut bukan pada seremoni acara. Justru melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang diadakan, berbagai macam nilai dapat ditanamkan dalam diri siswa," jelas Eka.

Seperti dalam kegiatan olahraga yang diadakan menyambut kemerdekaan RI. Anak diajak untuk melihat berbagai nilai pendidikan karakter seperti pantang menyerah, kolaborasi, kreatif, berpikir kritis dan saling menghargai.

"Anak tidak hanya belajar tentang sejarah, namun secara langsung diajak untuk langsung melakukan internalisasi nilai dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tersebut," tambah Eka. 

3. Bangga sebagai Bangsa Indonesia

Paul Ritter High School Principal SHI melihat meski bersekolah dengan kurikulum internasional, siswa SHI tidak serta merta kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.

"Saya menemukan justru mereka malah sangat menyadari bahwa mereka adalah bagian dari bangsa ini, dan sangat bangga menjadi menjadi bangsa Indonesia," jelas Paul.

Anak-anak milenial saat ini sedang berada di persimpangan jalan, tambah Paul. Derasnya arus informasi dan budaya global dapat membuat 'keindonesiaan' menjadi kabur atau bahkan hilang. 

Tantangan generasi milenal saat ini menurutnya, bagaimana menerjemahkan ideologi Pancasila dalam keseharian mereka. "Bagaimana lewat komen-komen mereka di Facebook, like mereka di Instagram atau video-video yang mereka buat di Youtube, bisa menggambarkan jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia," ujar Paul.

"Pendidik saat ini diajak untuk mampu mengantarkan anak didik tetap bisa berkompetisi secara global tanpa kehilangan identitas mereka sebagai bangsa Indonesia," tutup Paul.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/08/16/19401591/memaknai-indonesia-di-sekolah-berorientasi-global

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke