Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Lolita, Anak Penjual Air yang Ikut Indonesia Youth Exchange ke Thailand

Program ini berlangsung pada 13 Juli-9 Agustus 2018.

Anak kedua dari tiga bersaudara ini mendapatkan kesempatan terlibat dalam program pengajaran ke sekolah-sekolah di Thailand Selatan. 

Mahasiswi semester 5 dengan IPK 3,7 ini mengajar di Thailand selama 25 hari.

Lolita berbagi cerita soal pencapaian dan perjalanan hidupnya hingga keinginannya ke luar negeri jadi kenyataan.

Seleksi IYTEP

Alumni SMA Negeri 1 Ngawen ini mengikuti seleksi IYTEP yang diadakan secara nasional.

Dari sekitar 450 peserta, terpilih 40 orang, salah satunya Lolita. Para peserta ini terdiri dari mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan orang yang sudah berprofesi menjadi guru.

Pencapaian ini disyukurinya karena menjadi kesempatan pertama bepergian ke luar negeri.

"Senang. Karena itu memang sudah ditargetkan dan tercapai," ujarnya.

Misi program ini adalah mengenalkan Indonesia seperti bahasa dan budaya-budayanya.

"Mengajar Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan pengenalan budaya. Materinya dimasukkan unsur-unsur budaya Indonesia," kata dia.

Batik menjadi salah satu yang dikenalkan oleh mereka.

Keterbatasan ekonomi 

Lolita mengisahkan, sejak 2016, ia dibesarkan oleh ayahnya M. Nandhori, karena ibunya Suprihandini meninggal dunia akibat penyakit kanker.

Ayahnya bekerja sebagai penjual air dalam jerigen-jerigen dengan penghasilan Rp 1,5 juta-2 juta per bulannya.

Ia sempat berjualan baju di Pasar Todanan, Blora, menggantikan ibunya yang saat itu sedang sakit.

"Saya berangkat setengah 5, selepas subuh," lanjut dia.

Lolita selalu mengingat pesan ibunya, yang kini menjadi pemicu semangatnya.

"Jadi perempuan harus punya masa depan, biar dihargai orang lain," kata Lolita.

Utang untuk kuliah

Lolita diterima di Unnes pada 2016 melalui jalur SNMPTN.

Sebelum mendapatkan besiswa bidik misi, Lolita berstatus mahasiswa reguler, di mana ia harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) awal.

UKT awal saat itu yang harus ia bayarkan sekitar Rp 3.250.000.

"Bagi saya berat, karena posisi ibu lagi sakit. Biaya UKT dulu pinjam (orang lain)," kata dia.

Kini, ia terus berupaya untuk menyelesaikan kuliah dan berjuang menggapai mimpinya.

"Ketika kita punya mimpi, bangun dan kejar. Ketika materi menjadi halangan, tidak perlu khawatir. Rezeki Allah di mana-mana," ujar Lolita.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/08/17/12381591/cerita-lolita-anak-penjual-air-yang-ikut-indonesia-youth-exchange-ke-thailand

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke