Salin Artikel

Terbukti, Anak-anak Difabel Itu Percaya Diri...

Manfaat pendidikan luar ruang itu bukan cuma untuk anak-anak muda dengan kondisi fisik yang normal, tapi juga untuk mereka yang termasuk remaja difabel. Hal itu bisa dibuktikan pada peserta program Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa "Merenda Mutiara Nusantara" di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, 15-19 Agustus 2018.

Ekspedisi ini merupakan program beasiswa dan pendidikan luar ruang yang diberikan OBI kepada para pelajar dari berbagai daerah dan latar belakang. Rangkaian kegiatannya meliputi pelatihan berinteraksi dan menginap di komunitas lokal, pendakian dan upacara di Puncak Gunung Parang, berkemah, dan ekspedisi air.

"Peserta mengikuti seluruh kegiatan ini untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya, kemandirian dan kerjasama tim dalam keberagaman untuk berkontribusi positif terhadap pembangunan karakter mereka. Momen terpentingnya adalah ketika peserta melakukan upacara bendera 17 Agustus di puncak Gunung Parang yang tingginya 983 meter di atas permukaan laut," ujar Wendy Kusumowidagdo, Direktur Eksekutif Outward Bound Indonesia (OBI).

Wendy menambahkan, misi program ini adalah menggalang dana sponsor untuk memberikan kesempatan para pelajar dari keluarga prasejahtera mengikuti pendidikan berbagai macam keterampilan yang dilatih oleh tim ekspedisi. Adapun pemberian beasiswa peserta ekspedisi kali ini didukung oleh Yayasan Helping Hands dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Adi, penyandang tuna netra alumnus angkatan pertama Yayasan Helping Hands mengaku mengikuti pendidikan luar ruang yang diselenggarakan OBI telah mengubah hidupnya. Awalnya, dia seorang yang penakut.

"Sebelum mengikuti kegiatan luar ruang ini saya memang penakut. Untuk keluar rumah saja takut, tapi sekarang saya tahu bahwa banyak hal bisa saya lakukan. Saya sekarang sudah jadi guru angklung untuk penyandang tuna rungu, bahkan berani snorkeling di perairan Pulau Komodo, pokonya banyak deh," kata Adi, sembari tertawa.

Sandra, peserta lainnya, mengaku banyak pelajaran dia dapatkan dari ekspedisi, terutama setelah bergiat bersama anggota kelompoknya yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama dan daerah, serta kondisi fisik. Dia mengaku bisa lebih mengetahui dan menghormati perbedaan, khususnya perbedaan agama.

"Saat mendaki tebing, ketika teman-teman muslim melakukan shalat, temen-temen yang nonmuslim berhenti untuk menunggu mereka selesai shalat," tutur Sandra.

Selain itu, kata dia, dari kegiatan ini dia juga belajar menerima pendapat orang lain di dalam tim. Dalam tim dia tidak bisa semaunya berbuat dan bertindak.

"Kalau mau memutuskan sesuatu kita juga harus mendengarkan semua opini teman-teman. Ternyata sangat penting menghargai pendapat orang," ujarnya.

Djoko Kusumowidagdo, CEO OBI, mengatakan jumlah peserta Ekspedisi Bhinneka Bagi Bangsa tahun ini mencapai 33 pelajar. Rinciannya, sebanyak 24 pelajar berasal dari Provinsi DKI Jakarta, 3 orang dari Banten, Nanggroe Aceh Darussalam 2 orang, dan sisanya 1 pelajar yang masing-masing berasal dari Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Riau, serta Jambi.

"Sebanyak 19 pelajar dari total peserta adalah penyandang disabilitas yang terdiri dari tuna netra, tuna daksa, tuna rungu, dan tuna wicara orang. Mereka sudah membuktikan bahwa anak-anak difabel mampu mendaki tebing, menaiki kano dan bahkan membuat rakit untuk menyeberangi Waduk Jatiluhur," ujarnya.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/08/20/20291231/terbukti-anak-anak-difabel-itu-percaya-diri

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke