Salin Artikel

Hati-hati, Indonesia di "Gerbong Belakang" Kesiapan Era Industri 4.0

KOMPAS.com - Sudah hampir 3 abad silam Revolusi Industri pertama terjadi. Kini, kita telah memasuki Revolusi Industri keempat: era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Sayangnya, kesiapan terhadap Revolusi Industri 4.0 tidak terjadi serentak di seluruh dunia. Negara yang kurang siap mengikuti perkembangan teknologi akan membutuhkan waktu lebih lama dalam beradaptasi dengan teknologi teknologi.

Bagaimana kesiapan Indonesia?

Indonesia ketinggalan "kereta"

ABB dan The Economist Intelligence Unit (2018) telah menyurvei 25 negara terkait kesiapan negara tersebut menghadapi era otomatisasi berkat semakin canggih robot dan AI. 

Sayangnya, kesiapan Indonesia masih berada di ranking 25. Hal ini tentu bukan prestasi menggembirakan bagi kita.

Peringkat pertama diduduki Korea Selatan. Bukan hal mengejutkan mengingat pemerintah Korea Selatan telah menyiapkan penduduknya memasuki era AI. Salah satunya dengan pembelajaran coding sejak tingkat pendidikan SD!

Finlandia yang dikenal sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, juga telah memberikan pelajaran coding sejak pendidikan dasar.

Menunggu atau proaktif?

Keberadaan internet semakin mempermudah perusahaan seluruh dunia dalam merekrut calon karyawan dari belahan dunia manapun. Kemampuan dan pengetahuan yang dipelajari sejak kanak-kanak sangat menentukan masa depan seseorang dalam mengembangkan karir dan mendapatkan pekerjaan bonafit.

Kita dihadapkan pada 2 pilihan: menunggu pemerintah mengejar ketertinggalan zaman dan mengubah kurikulum, atau mencari sendiri ilmu yang bisa membantu kita bertahan hidup dan meraih sukses di era Industri Revolusi keempat ini.

Kemampuan coding, misalnya, dapat kita pelajari melalui layanan pendidikan online seperti Coursera, Udemy, dan DQLab. Pertanyaannya kemudian: mengapa coding?

Mengapa coding?

Banyak perusahaan ternama akan segera mewajibkan karyawan memiliki kemampuan ini. Perkembangan AI memampukan banyak pekerjaan yang kini dikerjakan manusia digantikan dengan sistem.

Oxford University juga memperkirakan 47% pekerjaan saat ini ada akan lenyap dalam waktu kurang dari 25 tahun mendatang.

Artinya, kita perlu memikirkan apakah 25 tahun mendatang pekerjaan yang kita jalani akan bertahan atau malah termasuk dalam kelompok pekerjaan yang akan lenyap tersebut.

Coding jelas termasuk kemampuan yang akan semakin dibutuhkan seiring berjalannya waktu.  Maka tak ada salahnya memulai belajar coding sedini mungkin.

Pengolahan "big data"

Selain coding, kemampuan lain yang disebutkan beragam perusahaan ternama sebagai future skill adalah kemampuan mengolah data atau disebut data science. Secara sederhana, data science adalah kemampuan mengolah dan menganalisis data dalam jumlah besar menjadi rekomendasi yang dapat diandalkan dalam mengambil keputusan bisnis.

Lalu apa keuntungan belajar data science? Kemungkinan pekerjaan ini akan lenyap di masa mendatang sangatlah kecil. Data science merupakan dasar untuk dapat menguasai teknologi AI. 

Selain itu, bidang pekerjaan ini juga bergaji menggiurkan, yaitu gaji rata-rata di atas dua digit bahkan sejak fresh graduate atau lulusan baru.

Bidang ini juga sangat dibutuhkan banyak perusahaan karena semakin banyak perusahaan membutuhkan tenaga data scientist tetapi tidak cukup banyak orang berprofesi atau memiliki kemampuan sebagai data scientist.

Kebutuhan mendesak profesi coding dan data scientist

“Kalau belum punya Data Scientist bisa mengoptimalkan para programmer. Kami menyebutnya Data Engineer. Lain halnya di startup besar seperti GoJek. Mereka memiliki banyak department salah satunya department pengolah data. Disana banyak sekali Data Scientist profesional,” kata Co-Founder Warung Pintar Sofian Hadiwijaya dalam diskusi dengan Feris Thia, Data Science & Big Data System Architect dari PHI-Integration dan komunitas DQLab.id.

"Pelajari coding, data science, dan kemampuan apapun yang menurutmu akan membantumu mengikuti perkembangan Revolusi Industri 4.0," pesan Feris Thia.

Ia menambahkan, tidak peduli apakah kita siap atau tidak, menurut penelitian ABB dan The Economist Intelligence Unit (2018), perusahaan-perusahaan semakin banyak menggunakan AI dan robot dalam operasional mereka.

Semakin canggih adaptasi AI dan robot, juga akan berdampak pada dunia kerja. Akibatnya, kebutuhan akan profesi di bidang itu juga akan semakin mendesak.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/25/19450851/hati-hati-indonesia-di-gerbong-belakang-kesiapan-era-industri-40

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke