Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Malu Berburu Beasiswa? Jangan Mengaku Jadi Arek Suroboyo...

Tahun lalu misalnya, mahasiswa Surabaya menerima penerima predikat sebagai salah satu ikon dalam 72 ikon prestasi Indonesia. Predikat untuk Surabaya itu bukan cuma didapatkan oleh mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tapi juga para mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).

Sekelompok mahasiswa asal Surabaya itu masuk dalam jajaran 72 ikon prestasi Indonesia dan meraih piala penghargaan dari Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat.

Tahu apa yang bikin mereka meraih penghargaan itu? Robot! Ya, robot!

Karya mahasiswa PENS tersebut adalah robot. Ada dua robot yang dibawa Aulia Khilmi dan Kisron, dua mahasiswa PENS, yakni robot soccer dan robot pemadam kebakaran beroda yang memenangi ajang Trinity College International Robot Contest di Amerika Serikat.

"Kalau robot soccer ini lima kali menang berturut-turut di Kontes Robot Indonesia (KRI), skala nasional. Kalau internasionalnya, pencapaian tertinggi kami itu juara 3 di Brazil dan di China dalam kategoti Robot Soccer Humanoid," kata mahasiswa jurusan Elektronika, Aulia Khilmi.

Dia mengatakan, robot setinggi 55 cm buatan timnya tersebut menerapkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Selain itu dibenamkan juga mini-pc dan mikrokontroler.

"Robot dengan AI ini diajari mengenali mana teman satu tim, mana lawan, dan bolanya juga. Soalnya, setiap pertandingan bolanya berbeda-beda," terang Khilmi.

Kemudian, untuk bodi robot sendiri, jelas Khilmi, robot soccer humanoid tersebut terbuat dari alumunium, stainless dan beberapa bagiannya terbuat dari acrylic agar bobot si robot ringan.

Itu catatan tahun lalu. Nah, tahun ini kiprah prestasi mahasiswa Surabaya juga diraih oleh anak-anak Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Sejak awal 2018 bergulir, mahasiswa ITS langsung merebut beberapa prestasi di tingkat internasional, antara lainkeberhasilan tim COFITER dan tim Bio-Re yang menang pada ajang ‘Greenwave Enviromental Care Competition’ 2018 di Singapura.

Setelah itu, ITS juga menggondol penghargaan 'Social Venture Challenge (SVC) Award' di Harvard National Model United Nation (HNMUN) 2018.

Rasanya masih belum puas, prestasi itu kemudian disusul lagi oleh anak ITS lainnya yang didapatkan oleh tim mobil hemat energi Sapuangin dan Nogogeni. Mereka sukses memboyong juara pertama dan kedua pada ajang Shell Eco Marathon (SEM) Asia 2018 dan Drivers’ World Championship (DWC) Asia 2018 di Singapura.

"Ke depannya, kami berharap semakin banyak lagi penghargaan internasional yang bisa diboyong oleh mahasiswa ITS agar bisa mengharumkan nama ITS dan bangsa Indonesia tentunya," ujar Rektor ITS, Joni Hermana, Minggu (18/3/2018).

Terkait deretan prestasi tersebut, Joni mengaku sangat senang dan menyatakan mendukung terus karya mahasiswanya di segala bidang.

Melebihi pencapaian prestasi seperti itu, hal paling utama yang harus dipertimbangkan oleh para arek Suroboyo adalah beasiswa.

Kenapa? Karena dengan beasiswa itulah anak-anak Surabaya makin punya kesempatan melanjutkan pendidikannya ke tingkat lebih tinggi, dan itu pula yang akan menunjang karir mereka di masa depan!

Nah, salah satu kesempatan besar bagi anak-anak Surabaya untuk mencari beasiswa itu adalah besok, Selasa (6/11/2018), pada Dutch Placement Day (DPD) 2018.

Pameran pendidikan Belanda ini digelar setiap tahun oleh Neso Indonesia. Tahun ini DPD dilaksanakan di dua kota, yakni Surabaya pada Selasa (6/11/2018) sebagai pembuka dan Jakarta pada Jumat (9/11/2018).

Koordinator Promosi Pendidikan Nuffic Neso Indonesia, Inty Dienasari, kepada Kompas.com, Senin (5/11/2018), mengatakan bahwa ada beberapa faktor Neso Indonesia menggelar DPD ini.

Pertama, kesadaran pelajar untuk membekali dirinya dengan pengetahuan dan kemampuan semakin meningkat, terutama karena ini merupakan era persaingan globalisasi.

Lebih dari itu, lanjut Inty, minat pelajar Indonesia untuk melanjutkan program studi S1, S2 maupun S3 di luar negeri juga meningkat, baik melalui biaya sendiri ataupun program beasiswa.

"Faktor lainnya adalah minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai program studi berbahasa Inggris yang ditawarkan oleh universitas atau institusi pendidikan tinggi Belanda,” ujar Inty.

Tahun ini DPD Surabaya akan dihadiri oleh 16 perguruan tinggi Belanda. Untuk itu, ada beberapa keuntungan bisa diraih anak-anak Surabaya yang hadir pada pameran pendidikan ini.

"Mereka bisa mendapatkan informasi langsung dari universitas di Belanda tentang program studi yang ditawarkan, biaya-biaya yang bersangkutan selama kuliah di Belanda, termasuk informasi beasiswa belajar di Belanda, informasi tentang cara pendaftaran, dan persiapan apa saja yang perlu dilakukan untuk mendaftar ke universitas di Belanda," papar Inty.

Anak-anak Surabaya tidak perlu ragu, apalagi takut untuk memilih beasiswa. Mereka bisa bebas mengunjungi stan pameran dan melakukan sesi konsultasi tanpa biaya secara langsung ke universitas yang diminatinya.

"Tidak ada biaya apapun yang dikenakan selama mengunjungi pameran,” ucap Inty.

Satu hal terpenting yang tidak boleh dilupakan dari pameran ini, menurut Inty, adalah tatap muka dengan para profesor pada program Academic Transfer. Program inilah yang memberikan kesempatan bagi para peneliti yang tertarik mengambil gelar PhD di Belanda.

"Di pameran ini para peneliti Surabaya bisa tatap muka dan berdiskusi langsung dengan para profesor yang dapat menjadi pembimbing penelitian mereka nantinya.

Inty memaparkan, profil 16 Professor yang akan hadir itu bisa dilihat di www.nesoindonesia.or.id/PHD.

Menurut dia, penting untuk diketahui bahwa pertemuan one-on-one dengan profesor tidak dilakukan di DPD Surabaya, namun tetap bisa bertemu representatif universitas yang hadir di DPD Surabaya.

"Selain pameran juga akan diadakan pertemuan tatap muka antara calon mahasiswa dan universitas, tapi harus dengan perjanjian terlebih dahulu dan diharapkan membawa dokumen misalnya ijazah, transkrip nilai atau rapor," kata Inty.

Nah, masih berani mengaku sebagai Arek Suroboyo kalau enggan berburu prestasi dan malu mencari beasiswa? Cek dulu di  http://www.nesoindonesia.or.id.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/05/10330001/malu-berburu-beasiswa-jangan-mengaku-jadi-arek-suroboyo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke