Soal standar nilai kuliah yang tinggi memang harus jadi perhatian khusus calon mahasiswa Indonesia yang akan menempuh studi S-1 di Universitas Fontys, Eindhoven, Belanda. Selain Fontys, kampus terkenal di Eindhoven adalah University of Technology (TUe).
Calon mahasiswa Indonesia yang ingin menuntut ilmu di Belanda harus menjadikan standar ini sebagai perhatian khususnya selama studi.
"Kalau di Indonesia hasil ujian tengah semester atau UTS tidak lulus masih bisa diperbaiki. Di sini kalau UTS tidak lulus, ya tidak lulus. Nilai minimal 5,5 baru dianggap lulus. Itu dianggap nilai C dan di bawah itu enggak lulus," ucap Amelia Kezia, mahasiswi tahun keempat program double degre di ICT Sofwatre Enginering Fontys University, Sabtu (17/11/2018).
Awalnya, mahasiswi double degree dari Universitas Kristen Petra Surabaya ini mengaku agak bingung terkait soal esai yang menggunakan bahasa Inggris. Amelia sempat gagap dengan semua pengantar berbahasa Inggris.
"Kalau kampus ini kan memang minta syarat bahasa Inggris mahasiswa itu dengan Toefl iBT harus 80. Kalau yang mendapat beasiswa itu harus 90. Jadi, bahasa Inggris harus sangat kuat untuk kuliah di sini," tambah Amelia.
Albert Pratomo, rekan Amelia yang juga duduk di bangku kuliah sama, menyatakan sependapat dengan hal itu. Menurut dia, semua materi pada kuliah teknik komputer (Engineering Computations) bahasa Inggris sehingga sejak awal kuliah di Petra pun sudah terbiasa menghadapinya.
"Hanya, bedanya itu pada bahasa pemrogramannya, seperti untuk coding. Benar-benar harus belajar lagi secara ketat," papar Albert.
"Minggu pertama langsung masuk bab satu, dan langsung ngegas. Sistem di sini kan kuartal atau tiga bulan harus selesai, jadi dibuat harus cepat. Tiga bulan selesa, lalu ganti mata kuliah lagi, jadi padat banget," ucap Albert.
Beruntung, di kampus ini ada lebih dari 10 anak indonesia yang terdiri dari beberapa angkatan kuliah. Dari para teman atau kakak kelas itulah Albert banyak berbagi informasi perkuliahan.
Albert merasa di kampus ini dirinya dituntut untuk self study alias belajar secara mandiri dengan cara banyak berdiskusi, membaca makalah, dan praktik. Tak heran, semua dosen yang dihadapinya lebih mengajak interaktif sehingga sangat berbeda dengan di Indonesia
"Bicara soal dosennya sih sama saja, ada yang enak, ada juga yang enggak enak. Hanya, mereka lebih interaktif. Kita dituntut lebih mandiri, jauh sekali dengan yang kami hadapi di Indonesia," papar Albert.
Albert bertutur, dalam satu minggu seorang dosen akan hadir di dua kelas. Kelas pertama untuk teori, sedangkan kelas kedua adalah praktik.
"Praktikal itu sudah jelas yang perlu kita lakukan seperti apa. Artinya, struktur materinya lebih jelas, sesuai targetnya. Waktu praktik itu kami hanya datang, coba lakukan ini dan itu, dan banyak bertanya. Makanya, kelas teori harus datang, cari bahan, kalau praktik sih biasanya dilakukan sendiri-sendiri," kata Albert.
Saat ini Albert dan Amelia sedang menempuh kuliah semester ketujuh. Keduanya berharap studi mereka lancar terutama untuk menghadapi tesis pada semester 8 nanti.
"Harapannya, saya kembali ke Indonesia untuk ambil ijazah, lalu balik lagi ke sini (Belanda) untuk bekerja. Karena gajinya gede. Paling rendah itu 2400 Euro untuk foreigner, itu pun terhitung gaji kotor. Jadi, saya sudah mantap untuk cari kerja di sini," pungkas Albert.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/21/08400081/ambil-s-1-di-belanda-kuliah-di-minggu-pertama-langsung-nge-gas-