KOMPAS.com - "Darurat matematika" ternyata tidak hanya menjadi soal di Indonesia saja. World Economic Forum (WEF) menurunkan catatan mereka (20/11/2018), bagaimana matematika juga telah membuat 'sakit kepala' sekolah-sekolah di Kanada, Australia, dan banyak bagian lain di dunia.
WEF menyampaikan, guru di Kanada dan Australia merasa tidak kompeten atau percaya diri dalam matematika dan. Guru di kedua negara ini secara terus terang yang pertama mengakuinya.
Studi kasus terhadap guru di Ontario, Kanada, dan di Australia telah menghmempertimbangkan bagaimana orang dapat berkolaborasi terbaik untuk melindungi dan menumbuhkan kecintaan siswa untuk belajar.
WEF telah melihat telah ada upaya perbaikan agar matematika terhenti menjadi "momok" atau hal yang menakutkan bagi banyak siswa. Sesuatu yang membuat siswa 'terlanjur malas' untuk mempelajarinya.
Gaya berpikir "zaman old"
Menanggapi penurunan tahun ke tahun dalam skor matematika, Ontario, misalnya, telah membuat prioritas khusus dalam pencapaian matematika.
Sebuah prinsip yang mendasari perubahan kurikulum matematika Ontario adalah untuk "menjadikan matematika sebagai alat untuk menyelidiki ide dan konsep melalui pemecahan masalah".
Sebuah laporan September dari lembaga studi Kanada, The Institute for Competitiveness and Prosperity menunjukkan pendekatan berbasis eksperimen atau pemecahan soal dari masalah sehari-hari untuk matematika benar-benar memberikan hasil yang lebih baik daripada mempelajari konsep angka.
Namun ternyata tidak semua orangtua menyukai konsep inkuiri ini.
Di Australia, kritik kurikulum matematika berbasis inkuiri berasal dari orangtua yang meminta penerapan atau perubahan ini dilakukan pada pembahasan tertentu saja.
Tapi sementara kita tidak bisa menyelesaikan soal matematika hanya dengan “kembali ke dasar,” kita bisa menghidupkan kembali ide-ide bagus tentang pendidikan matematika.
Orientasi guru bukan pada metematika
Dari awal 2000-an, pemerintah Ontario berjanji meningkatkan prestasi dalam literasi baca dan literasi matematika. Pemerintah menginvestasikan sumber daya yang signifikan dan membentuk Sekretariat Literasi dan Numerasi untuk menjadi ujung tombak menyelesaikan masalah tersebut.Kepala sekolah menjadikan literasi sebagai prioritas utama mereka. Praktisi ahli diturunkan bekerja bersama guru di kelas. Mereka kemudian bersama membuat strategi yang efektif dan umpan balik bagaimana berinteraksi dengan siswa untuk belajar matematika.
Kenaikan literasi baca ini sangat mengesankan dan sekarang membuat iri dunia. Reformasi keaksaraan telah banyak berubah, namun tidak dengan literasi numerasi.
Hasil wawancara tahun lalu dengan lebih dari 200 pendidik di Ontario, guru akan mengatakan hal-hal seperti: "Saya bukan orang matematika".
Atau salah satu kepala sekolah merefleksikan bagaimana mereka semua telah berubah menjadi “pembaca dan penulis yang luar biasa” namun dia juga bertanya-tanya: "Apakah kita berbagi passion yang sama untuk matematika?"
Yang menjadi pokok soal adalah ternyata banyak guru yang masih belum percaya diri atau menguasai dengan sungguh bidang matematika ini.
Banyak sekolah kekurangan guru khusus matematikawan yang memiliki kompetensi dan kepercayaan diri untuk menarik siswa mengenai hal ini.
Di Ontario misalnya, 80 persen guru SD tidak memiliki kualifikasi universitas dalam matematika, alias bukan sarjana matematika.
Sebaliknya, di Finlandia, salah satu pemain terkemuka di dunia pendidikan dalam matematika, sekitar setengah dari guru SD telah belajar matematika atau sains dan bagaimana mengajar mereka secara efektif selama gelar universitas mereka .
Kedua, di Singapura, pemain nomor 1 di dunia dalam matematika, guru-guru sekolah dasar dibayar sebanyak insinyur ketika mereka mulai mengajar.
Ini berarti mahasiswa "jago matematika" akan memilih mengajar berdasarkan misi dan tujuan hidup mereka bukan memilih pekerjaan lain karena faktor gaji.
Kita, Kanada dan Australia mungkin perlu berpikir lebih keras lagi bagaimana menarik lebih banyak orang dengan latar belakang matematika dan sains untuk mau mengajar matematika di sekolah dasar.
Orangtua perlu ikut berperan
Terakhir, orang tua juga memiliki tanggung jawab pengembangan matematika anak-anak. Namun hasil survei, dua pertiga orang tua di Ontario tidak tahu bagaimana membantu anak-anak usia sekolah dasar mereka dengan matematika .
Sekolah Ontario kemudian melakukan intervensi dengan mengenalkan program "matematika keluarga" di mana sekolah membantu orang tua belajar tentang angka agar dapat membantu anak-anak mereka.
Kita perlu menjadikan matematika sebagai prioritas saat ini karena kemampuan literasi numerasi telah menjadi kebutuhan tak terhindarkan memasuki era teknologi.
Kita perlu mendapatkan guru di sekolah dasar yang merasa nyaman dan kompeten mengajarkan matematika agar semua anak dapat mencintai matematika sama seperti mencintai di kelas dan juga di kehidupan mereka.
Jika terus menghindar, maka pada akhirnya kata-kata "saya bukan orang matematika" akan selalu menjadi hantu masa lalu yang terus menghantui hingga saat ini...
https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/22/08281671/mengubah-matematika-dari-terlanjur-benci-jadi-terlanjur-sayang