KOMPAS.com - Membangun semangat multikulturalisme harus menjadi tanggungjawab sosial para pendidik. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di depan peserta Hari Studi Majelis Nasional Pendidikan Katolik, di Jayapura, Sabtu siang (24/11/2018).
Semangat multikulturalisme dapat membuka ruang untuk saling menghargai setiap perbedaan meskipun ada ketidaknyamanan. Mendikbud memandang pembiasaan diri hidup dalam keberagaman penting dilembagakan di lingkungan pendidikan.
Menurutnya, tidak tepat jika kita mudah menuduh pihak lain intoleran karena semata mereka mengenakan atribut simbolik tertentu. Jangan sampai niat memperjuangkan toleransi tapi terjebak pada sikap intoleransi.
"Kekhawatiran akan berkurangnya iman seseorang ketika bergaul dengan penganut agama lain tidak beralasan. Justru nilai-nilai keberagaman dan memperluas ruang-ruang dialog menjadi hal mendasar dalam penguatan pendidikan karakter yang selama ini digulirkan Kementerian Pendidikan," tegas Muhadjir.
Untuk itu, ia mendorong perlunya keterbukaan dan dialog mencari solusi bersama.
"Saya mendukung upaya lembaga-lembaga pendidikan swasta seperti yang dibawah lembaga Katolik ini untuk memperkaya pendidikan karakter sesuai konteks budaya daerahnya," tambahnya .
Kegiatan ini dihadiri 300 peserta yang merupakan perwakilan dari Majelis Pendidikan Katolik dan Lembaga Pendidikan Katolik se-Indonesia dari 37 keuskupan. Pertemuan tahunan kali ini mengangkat tema “Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Multikultur Menuju Peradaban Kasih”.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik Romo Darmin mengapresiasi kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter.
“Kami berkeyakinan pendidikan karakter harus mengafirmasi realitas multikulturalisme bangsa. Tanah Papua ini mencerminkan keberagaman. Pendidikan yang mengabaikan budaya akan kehilangan pijakannya," ujar pengurus Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia ini.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/24/13511981/mendikbud-pendidik-harus-membangun-semangat-multikulturalisme