KOMPAS.com – Kecerdasan buatan (artificial intelligence) mungkin sebentar lagi akan menggantikan banyak pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Kasir, teller bank, resepsionis, operator telepon, agen perjalanan, tukang pos, serta pembaca berita menjadi beberapa contoh pekerjaan yang sudah diambil alih.
Bahkan, pekerjaan terakhir yang disebutkan itu tengah menjadi topik hangat. Salah satu stasiun televisi di China, Xinhua News Agency, telah memperkenalkan pembawa berita yang menggunakan teknologi artificial intelligence.
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (9/11/2018), pembawa berita ini tampak seperti pria biasa. Mulai dari suara, wajah, ekspresi, hingga pergerakannya tak ubahnya manusia pada umumnya.
Hal ini tentu membawa perubahan besar bagi dunia kerja profesional.
Namun, bila ditelaah lebih jauh, perkembangan teknologi ini tak menghapus secara keseluruhan fungsi manusia, melainkan bisa memberikan kesempatan baru pada mereka. Itulah yang diungkapkan oleh pebisnis sukses asal China, Jack Ma, pada acara Word Economic Forum di Davos, Swiss, Rabu (24/1/2018).
“Values, believe, independent thinking, kerja tim, dan peduli terhadap orang lain adalah kemampuan yang tidak dikuasai oleh mesin. Itu sebabnya, saya pikir kita harus mengajarkan anak-anak kemampuan tersebut untuk memastikan bahwa manusia berbeda dengan mesin,” tambah CEO Alibaba Group ini.
Ya, pendapat Ma di atas bukan tanpa alasan. Kemampuan akademik memang dibutuhkan oleh manusia untuk menyongsong dunia kerja di masa mendatang. Namun, penguasaan soft skill juga memberikan pengaruh yang cukup besar.
Melalui kemampuan ini, manusia bisa lebih berpikir kritis, bersosialisasi, serta memecahkan setiap masalah yang muncul dengan pemikiran yang tidak bisa dilakukan oleh mesin.
Pendidikan holistik
Berangkat dari permasalahan tersebut, lembaga pendidikan sebaiknya sudah mulai memikirkan bagaimana caranya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai kebutuhan zaman.
Salah satu caranya adalah dengan menerapkan sistem pendidikan yang mencakup semua aspek kehidupan, baik unggul pada sisi akademik maupun kemampuan yang bersifat afektif. Sistem pendidikan ini pun dikenal dengan nama pendidikan holistik.
“Pendidikan holistik adalah pendidikan yang tidak hanya mementingkan sisi akademik siswa, tapi juga menekankan beragam aspek kehidupan supaya siswa memiliki perkembangan yang seimbang. Dalam hal ini seperti penguasaan kemampuan bersosialisasi dan kemampuan memahami diri,” ungkap School Counselor Sinarmas World Academy, Lindi kepada Kompas.com, Kamis (8/11/2018).
Penerapan pendidikan holistik ini pun berangkat dari permasalahan yang kerap dijumpai kebanyakan orang setelah masuk ke dunia kerja.
“Jadi, ketika siswa sudah masuk dunia kerja atau mempunyai hubungan yang luas dengan masyarakat, mereka tidak lagi mengandalkan kemampuan akademik secara harfiah. Misalnya, ketika ada masalah dalam kerja tim, tidak mungkin memecahkan masalah dengan kemampuan matematika,” jelas Lindi.
Selain itu, lanjutnya, ketika ada masalah dalam suatu project, bukan kemampuan science yang ditunjukkan, melainkan cara berkomunikasi dan berpikir kritis untuk menemukan solusi lah yang dibutuhkan.
Hal ini yang kemudian disadari betul oleh Sinarmas World Academy (SWA) bahwa perlunya penerapan sistem pendidikan holistik di lingkungan sekolah sedini mungkin.
Oleh karena itu, sekolah yang berlokasi di kawasan Serpong, Tangerang Selatan ini sudah menerapkan pendidikan holistik mulai dari early years atau pendidikan anak usia dini.
“Tujuannya agar anak-anak memiliki positive mindest dan growth mindset sejak kecil, selain itu mereka juga kami bantu supaya memiliki resiliensi atau ketahanan diri, mempunyai fleksibilitas, dan keinginan untuk terus belajar,” tambah Lindi.
Dalam model pendidikan holistik, anak didik juga diajarkan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Di sini posisi guru lebih menjadi penengah atau fasilitator. Tugasnya memberikan bantuan dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, dialog dua arah, dan memberikan beberapa contoh kasus yang serupa.
“Diharapkan dengan metode ini siswa jadi lebih berpikir kritis dan mempunyai kemampuan bersosialisasi yang baik,” terang Lindi.
Penguasaan soft skill
Seperti yang telah dijelaskan di atas, perubahan zaman kian cepat. Generasi penerus bangsa pun dituntut untuk mengikuti arus perkembangan teknologi supaya tidak tersesat di kemudian hari. Apalagi saat ini revolusi industri 4.0 dan era digitalisasi sudah melekat pada kehidupan sehari-hari.
Untuk bisa survive, generasi muda pun harus memiliki soft skill yang bisa mendukung kehidupan masa depannya. Pertama, mereka harus memiliki kemampuan dan kebijaksanaan untuk menyaring berbagai informasi yang didapatkan. Mereka pun wajib kritis terhadap isi informasi tersebut sehingga tidak mudah terpengaruh begitu saja dengan berita hoaks.
“Kedua, generasi saat ini butuh kemampuan komunikasi yang mumpuni. Sebab, saat ini mereka cenderung berkomunikasi secara digital sehingga kemampuan berdiskusi dan berbicara langsung semakin menurun,” ungkap Lindi.
Ketiga, lanjutnya, adalah kemampuan untuk beradaptasi dan memiliki pendirian yang teguh. Hal ini karena tantangan yang akan dihadapi pada masa depan akan lebih berat. Dengan memiliki kemampuan adaptasi dan pendirian yang teguh, mereka tidak akan mudah terpengaruh dan tidak memiliki ketergantungan dengan orang lain.
Diharapkan lulusan yang dihasilkan pun memiliki kecerdasan seimbang, antara kemampuan akademik dan kemampuan soft skill yang bersifat afektif. Dengan begini, kehadirannya tidak akan tergantikan meskipun teknologi artificial intelligent dan mesin-mesin canggih menjamur pada masa mendatang.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/11/30/07260031/agar-pekerjaan-anda-tidak-diambil-alih-mesin-kuasai-kemampuan-ini