Salin Artikel

Sebuah Kisah Praktik Baik Pendidikan STEM dari SMPN 23 Bandung

KOMPAS.com - Berangkat dari keprihatinan siswa SMP Negeri 23 Bandung melihat krisis air bersih di sekolah, mereka bereksperimen membuat alat penjernih air sederhana.

Lewat inovasi tersebut, kini para siswa sudah bisa memanfaatkan air bersih untuk aktivitas sehari-hari.

Praktik baik pendidikan STEM ini terungkap dalam ekspos karya Lokakarya Science, Technology, Engineering, Math (STEM) dan Revolusi Industri 4.0 di Kompleks Kemendikbud, Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Apa yang para siswa SMPN 23 Bandung ini lakukan merupakan salah satu contoh praktik baik STEM yang dapat langsung dirasakan manfaatnya.

Berangkat dari masalah sekitar

Pembelajaran STEM SMPN 23 Bandung bertujuan memecahkan masalah berkaitan dengan krisis air bersih yang terdapat di sekolah. Sekolah mereka terletak di kawasan padat penduduk, tepat berada di area pasar, terminal, serta tempat pembuangan sampah. Akibatnya, tanah tercemar.

Guru pembimbing, Amalia Sholihah menangkap keprihatinan para siswa didiknya kemudian mengajak mereka mencari solusi dengan melakukan riset mandiri.

"Ketika membuat ini anak-anak sempat stres, karena tidak terbiasa. Biasanya kan berupa resep, kalau ini harus menggali, mencari tahu sendiri, tapi begitu lihat hasilnya dia sangat berbahagia," tutur Amalia guru IPA.

Solusi dari bahan terjangkau

Dari hasil penelitian, siswa menemukan bahan-bahan yang secara efektif dapat menjernihkan air, yaitu ziolit berbentuk seperti kerikil dengan ukuran kecil dan sedang, pasir aktif, arang aktif, dan filter akuarium.

Bahan-bahan ini kemudian ditakar dan disusun pada wadah yang sudah tidak terpakai, seperti botol air mineral bekas atau pipa.

Dari percobaan yang dilakukan, susunan paling efektif untuk menjernihkan air adalah ziolit dengan ukuran kecil pada posisi paling bawah, dilanjutkan arang aktif, pasir aktif, lalu diisi kembali dengan ziolit berukuran sedang. Terakhir, posisi teratas dipasang filter akuarium.

Hasilnya, ketika air tercemar dituang, air yang semula kuning, keruh, dan berbau, menjadi bening dan tidak berbau sama sekali. Air juga dapat mengalir dengan lancar, tidak mengalami penyumbatan.

Merancang nilai ekonomis

Bukan sekadar efektif, namun bahan-bahan tersebut harganya pun terjangkau, sehingga terbeli oleh siswa. Masing-masing bahan tersebut harganya berkisar antara tiga ribu hingga dua belas ribu rupiah.

"Kalau kita lihat di internet harga filter itu dua juta, tidak mungkin terbeli oleh anak-anak saya yang keluarganya menengah ke bawah," ungkap Amalia.

Selain dapat dirasakan langsung manfaatnya, hasil pembelajaran STEM siswa SMP Negeri 23 Bandung ini juga seringkali diikutkan pada ekspos karya pelajar, baik di tingkat kota, provinsi, maupun nasional.

Tidak puas hanya sampai di sini, Amalia ingin para siswa dapat mengemas penjernih air dalam wadah menarik, sehingga memiliki nilai ekonomis. "Lumayan untuk pemasukan, membantu ekonomi keluarga mereka," harap Amalia.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/12/20/10462921/sebuah-kisah-praktik-baik-pendidikan-stem-dari-smpn-23-bandung

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke