Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PAUD "Bintang Bintang", PAUD "Ndeso" Pencetak Anak Bintang

KOMPAS.com - Ketika sebagian besar orangtua memaksakan anak-anak balita mereka belajar calistung (membaca, menulis, dan berhitung), mengikuti berbagai macam lomba, dan berbagai tuntutan lain yang tidak sejalan tumbuh kembang anak, Pendidikan Aanak Usia Dini (PAUD) Bintang Bintang secara tegas menolak semua itu.

Meski sebutannya “ndeso” (desa/kampung), namun, soal pemahaman dan pola pendidikan dikembangkan PAUD Bintang Bintang jauh dari kata tersebut.

Sejak didirikan awal 2012, 14 guru PAUD Bintang-Bintang sudah sepakat menjadikan lembaga pendidikan anak usia dini ini fokus pada upaya menumbuhkembangkan karakter anak.

PAUD 'ndeso' tolak calistung

Menurut pengelola PAUD Bintang Bintang, Sri Suratiyah, mendorong anak belajar calistung dapat mengganggu perkembangan, bahkan orangtua bisa melewatkan masa perkembangan anak yang penuh warna dengan bermain.

“Anak-anak di bawah tujuh tahun harus lebih didorong prakarsa dan daya kreatifnya, bukan calistung,” papar Sri seperti dilansir dari laman Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud.

Bahkan, ketika PAUD ini baru dibuka pada 16 April 2012, dan hanya memiliki 5 orang peserta didik, Sri mengaku tidak menyesal akibat kebijakan tidak populer ini banyak orang tua batal menyekolahkan anaknya di PAUD ini.

“Kami tidak mau dipaksa mematikan potensi dan minat anak. Kami justru membiarkan itu tumbuh,” ujarnya.

Sri Suratiyah menyebut PAUD yang dikelolanya sebagai “PAUD Ndeso”. Ungkapan ini dipilih untuk menggambarkan lokasi PAUD yang berada di tengah-tengah sebuah perkampungan di pinggiran Yogjakarta, tepatnya di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta.

Ajak anak cinta membaca

Untuk mengenalkan angka dan huruf, PAUD Bintang-Bintang terlebih dahulu menanamkan kecintaan anak asuhnya kepada buku melalui kegiatan membaca buku cerita.

“Kita mengajarkan anak-anak agar suka dulu dengan kegiatan membaca, sehingga nanti pada masanya tiba, mereka dengan sendirinya bisa,” ungkap Sri.

Meski tidak populer, Sri dan guru-guru PAUD Bintang-Bintang memilih teguh dengan pendirian mereka. Bahkan, pengalaman menghadapi orang tua yang “ngeyel” agar anak mereka diajari calistung, semakin memperkuat tekad mereka untuk menjadikan PAUD Bintang-Bintang untuk melahirkan bintang-bintang yang sesungguhnya.

“Kami prihatin dengan kondisi ini. Kami berupaya mengedukasi orang tua bahwa yang terpenting dilakukan adalah membuat anak menyukai kegiatan membaca,” kata Sri.

Kontrak kerjasama orangtua

Maka, PAUD ini pun menawarkan layanan tidak biasa. Di tempat ini, setiap anak diberi ruang untuk berekspresi, anak-anak juga dikenalkan pada sopan-santun, mencintai sesama, menghargai perbedaan, dan berani mengekpresikan diri.

Sedangkan orang tua, tidak dibiarkan berdiam diri. Ketika mereka mendaftarkan anaknya, mereka diminta menandatangani “kontrak kerja sama” mendidik anak. Orang tua wajib terlibat dalam proses pembiasaan praktik baik.

Bukan sekadar “kontrak kerja sama”, orangtua dilibatkan dalam proses pembelajaran anak. Setiap hari mereka menerima “Surat Cinta” berupa buku berwarna pink berisi tugas orang tua yang harus dikerjakan di rumah.

Tugas ini bermacam-macam sesuai tema pembelajaran. Di antaranya membacakan buku cerita, mengantar anak menjalani kunjungan ke instansi publik, berdiskusi dengan anak, dan banyak tugas lainnya.

Beragam respon muncul dari orang tua, ada yang langsung mendukung ada juga yang keberatan.

“Mendidik anak merupakan tanggung jawab orang tua yang tak tergantikan. Kehadiran PAUD Bintang Bintang tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran orang tua dalam mendidik dan merawat putra dan putri mereka,” ujar Sri.

Orangtua harus terlibat

“Tapi kami terus mengedukasi orangtua melalui kegiatan parenting dan diskusi tatap muka untuk meyakinkan mereka agar tidak melepaskan kesempatan untuk membangun fondasi karakter anak,” ungkap Sri.

Setiap orang tua anak yang rata-rata adalah pekerja ini “dipaksa” untuk bekerja sama dengan guru dalam proses belajar anak. Mereka tidak dibiarkan menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada guru.

“Kami meyakini pendidikan yang pertama dan utama itu terjadi di keluarga. Karena itulah, PAUD kami memberikan peran yang besar kepada orangtua peserta didik untuk terlibat,” ungkap Sri.

Menurut Sri, orang tua, setidaknya harus hadir sampai dengan anak berusia 8 tahun. Pada masa itulah pembentukan karakter berlangsung.

“Kami ingin setiap orang tua anak di PAUD kami bisa menghadirkan kebersamaan yang berkualitas dengan buah hati mereka,” tambah Sri.

Menulis buku bacaan sendiri

Berada di perkampungan dengan dana seadanya, membuat Sri dan kawan-kawannya berpikir keras untuk menyediakan sarana penunjang pembelajaran. Untuk menyediakan buku cerita misalnya.

Sri memilih membuat sendiri buku cerita untuk dipakai dalam kegiatan bercerita kepada anak-anak.

Awalnya dengan kertas seadanya, cerita ditulis dan diberi ilustrasi. Cerita yang ditulis berdasarkan pengalaman selama mengajar atau perasaan yang muncul dari anak-anak. beberapa judul buku itu misalnya “Aku Sedih”, “Aku Marah”, “Aku Takut”, ditulis berdasarkan pengalaman anak-anak.

Buku-buku ini kemudian diberi ilustrasi menarik dan dicetak berdasarkan order orang tua. Sampai saat ini setidaknya sudah ada 10 judul buku yang dihasilkan. Buku-buku itulah yang menjadi sumber bacaan bagi anak-anak PAUD Bintang-Bintang.

Tidak mengijinkan lomba

Aktivitas harian anak-anak di PAUD Bintang Bintang, meliputi waktu kedatangan, salam, waktu keagamaan, kegiatan utama, waktu makan, waktu berkelompok, makan siang, sikat gigi dan waktu untuk teman, mendongeng dan waktu tidur, waktu mandi, waktu tutup dan selamat tinggal.

Untuk mendukung kegiatan dilakukan berdasarkan minat anak, mulai kelas kreativitas, kelas memasak, musik dan seni tari, pengenalan bahasa Inggris dasar, budaya Indonesia, kunjungan lapangan, berkebun, sains, membaca dan pengenalan menulis, pendidikan agama.

Sedangkan kegiatan ekstra meliputi pengenalan calistung, pelajaran komputer untuk anak-anak, kelas memasak, pelajaran seni dan kerajinan.

Masih dalam rangka menciptakan waktu berkualitas dengan anak, setiap bulan, guru dan anak-anak menggelar acara di sekolah. Anak-anak diberi kebebasan untuk berekspresi di depan orang banyak.

Menurut Sri, kegiatan ini untuk menumbuhkan kemandirian dan rasa percaya diri pada anak.

“PAUD kami tidak mengizinkan anak untuk mengikuti lomba. Sebagai gantinya, kami mengadakan event untuk memberikan kesempatan pada anak tampil di atas pentas,” tambah Sri.

Kurikulum, budaya Jawa dan keberagaman

Kurikulum PAUD Bintang Bintang berbasis nasional, menggunakan kurikulum 2013 yang dikombinasikan dengan budaya Jawa dan kurikulum lembaga.

“Budaya Jawa diaplikasikan dalam bangunan sekolah kami, yang berupa pendopo joglo, limasan, dan lainnya. Kemudian dimasukan ke dalam pembelajaran dengan dolanan anak tradisional, lagu-lagu, juga ada kelas budaya Jawa yang secara khusus diampu oleh guru yang juga masih keluarga Kraton Jogja,” papar Sri.

PAUD Bintang-Bintang merupakan PAUD Terpadu. Tempat ini menyediakan layanan berupa Kelompok Bermain, Taman Pengasuhan Anak, dan Pendidikan Anak Usia Dini. Ada 60 anak yang belajar di PAUD Bintang-Bintang dan didampingi oleh 14 guru PAUD.

Sejak awal, PAUD ini berusaha membumikan keberagaman. Perbedaan latar belakang ekonomi, agama, dan suku bukan menjadi penghalang kegiatan belajar. PAUD berupaya memfasilitasi kebutuhan masing-masing. Untuk anak muslim misalnya, disediakan guru Islam, demikian juga peserta didik yang beragama Kristen, disediakan guru agama Kristen.

“PAUD kami juga menumbuhkan kesadaran pada anak untuk menerima keberagaman. Sejak awal, kami sudah mendiskusikan hal ini dengan orang tua, jadi tidak ada masalah,” pungkas Sri.

https://edukasi.kompas.com/read/2018/12/20/12452091/paud-bintang-bintang-paud-ndeso-pencetak-anak-bintang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke