KOMPAS.com - Mahasiswi Institut Teknologi Bandung, Vioni Giovanni, berhasil meraih prestasi pada Lomba Debat dan Esai Nasional diselenggarakan Jurusan PGSD-UPI.
Lewat esai berjudul “Revitalisasi Pendidikan dalam Evaluasi Belajar Siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah untuk Menyongsong Indonesia Emas 2045”, Vioni menyabet peringkat 1 pada perlombaan yang diadakan 29 November 2018–2 Desember 2018 ini.
Lomba tersebut merupakan lomba esai pertama bagi Vioni. Walau begitu, ia langsung berhasil menyabet peringkat 1. Esai ditulis mahasiswa Manajemen ITB 2017 ini mengusung ide besar permasalahan “nilai merah” dan kenaikan kelas di sekolah.
Menyoal nilai KKM
Dilansir dari laman resmi ITB, Vioni merasa keputusan ketika sekolah menggagalkan kenaikan kelas seorang siswa karena jumlah nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) lebih dari dua mata pelajaran merupakan keputusan kurang tepat.
“Kenaikan kelas seolah-olah sangat bergantung pada beberapa mata pelajaran khusus, padahal kita tidak bisa melupakan bahwa kinerja guru juga harus dijadikan faktor, belum lagi kalau dia punya keaktifan di luar akademik,” jelasnya.
Dengan latar belakang seperti itu, Vioni menyodorkan sebuah ide pemanfaatan MOOC (Massive Online Open Course) dalam kerja sama di sekolah–sekolah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ide ini adalah konsep kolaborasi antara MOOC/bimbingan belajar daring (online) yang lebih murah dari bimbingan belajar konvensional untuk melaksanakan semester perbaikan.
Semester perbaikan yang dimaksud adalah sebuah semester tambahan pada masa liburan sekolah yang boleh diikuti siswa yang belum lulus sesuai KKM. Di masa tambahan inilah, MOOC bisa banyak berkontribusi dengan kerja sama kurikulum terhadap sekolah dan penyelarasan jadwal.
Akselerasi pembelajaran
Bimbingan belajar daring selain murah, juga unggul dalam sistem mengajar video interaktif yang bisa siswa ulang berkali-kali bila merasa masih belum paham. Bahkan MOOC bisa menyediakan soal dan solusi yang real time.
“Karena itu saya merasa bahwa kehadiran MOOC tidak akan memberikan kerugian apapun, malah ini mempercepat akselerasi siswa dalam belajar," tambahnya.
Menurut Vioni, ada sekitar 400.000 siswa yang tinggal kelas tiap tahunnya yang mempunyai kelebihan atau keunggulan di bidang tertentu. Tetapi, karena tinggal kelas akhirnya mereka menjadi minder dan melupakan pengejaran mimpinya.
Menurut Vioni, memberdayakan manusia, dalam kasus ini siswa-siswi yang tinggal kelas adalah cara yang tepat dalam menyongsong "Indonesia Emas 2045".
Berangkat dari pengalaman
Ketertarikan Vioni terhadap topik evaluasi pendidikan di Indonesia sendiri bukan tanpa alasan. Ia mengalami sendiri kejadian-kejadian serupa selama ia bersekolah dulu di tingkat dasar maupun menengah.
“Saya mengakui bahwa saya tidak berhasil dengan baik pada bidang akademik saya, tapi saya bisa menjamin bahwa saya bekerja keras untuk hal lain, bukan main-main semata,” kata mahasiswi SBM-ITB ini.
Lewat artikelnya itu, ingin menyampaikan gagasan bahwa tidaklah benar jika siswa harus mengulang satu semester hanya karena beberapa mata pelajaran.
“Keseriusan orang menurut saya banyak dipengaruhi oleh rasa senangnya, jadi kalau ada yang lebih dia senangi wajarkan kalau itu jadi prioritas, tetapi akademik juga gak boleh diremehkan, makanya menurut saya wajar kalau diberikan kesempatan terakhir di semester pendek, win-win solution, ditambah ada MOOC yang banyak sekarang maka SDM akan semakin baik dan murah,” ucapnya.
Di luar itu semua, Vioni sekarang sedang merintis sebuah perusahaan yang berusaha di bidang virtualisasi buku dengan menjabat sebagai CEO bernama IV/Book.
https://edukasi.kompas.com/read/2018/12/20/17334841/konsep-bimbel-online-antar-mahasiswi-itb-raih-juara-esai-nasional