KOMPAS.com - Perkembangan industri Education Techology atau Edtech di Indonesia beberapa tahun belakangan ini menunjukan tren positif. Berdasarkan market and research Forbes, industri ini diprediksi akan tumbuh hingga 325 miliar dollar AS pada tahun 2025 secara global.
Sedangkan, posisi pertumbuhan Edtech di Indonesia sendiri berada pada jumlah pertumbuhan tercepat dengan angka mencapai 25% setiap tahunnya, melebihi negara-negara lain di Asia, bahkan seluruh dunia.
Founding Member dan Country Manager Quipper Indonesia Takuya Homma sangat antusias menyambut tren positif tersebut. Menurutnya, kondisi saat ini jauh berbeda dibandingkan tahun 2015, saat Quipper masih harus berjuang keras mengedukasi masyarakat pentingnya penggunaan e-learning.
Saat ini tingkat kesadaran masyarakat sudah tinggi dan tren positif tersebut terlihat jelas dari hadirnya banyak pemain baru di segmen edukasi teknologi.
Menurut EdTechReview, tren menjanjikan pertumbuhan Edtech masih akan terus berlanjut tahun 2019 antara lain melalui augmented reality (AR), personalized learning, artificial intelligence (AI), hybrid learning dan gamifikasi.
Potensi AR, IR hingga gimifikasi
Realitas tertambah atau kadang dikenal dengan singkatan bahasa Inggrisnya AR (augmented reality) adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata.
Personalized learning atau pengajaran individual merupakan metode pembelajaran yang mengacu pada upaya menyesuaikan pendidikan secara personal sesuai kebutuhan siswa.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "kecerdasan buatan" diterapkan ketika mesin meniru "kognitif" manusia seperti "belajar" dan "pemecahan masalah". Sedangkan gamifikasi adalah penggunaan dari teknik desain permainan, permainan berpikir dan permainan mekanik untuk meningkatkan non-game konteks, termasuk dalam belajar.
Kolaborasi menjadi kunci
Beberapa perusahaan edtech di Indonesia telah menerapkan beberapa hal tersebut, termasuk Quipper Indonesia. Namun kenyataannya, penerapan tersebut menjadi kurang optimal apabila permasalahan utama, yaitu infrastruktur belum teratasi.
Takuya Homma mengatakan, “Infrastruktur pendidikan yang belum merata adalah tantangan yang harus kita hadapi bersama. Kolaborasi merupakan kunci untuk mengatasi hal tersebut."
Takuya menambahkan, terkait hal itu pihaknya sepanjang 2018 telah berkolaborasi dengan 175 dinas pendidikan tingkat provinsi, kota dan kabupaten, serta beberapa pihak swasta seperti Indosat, Samsung dan Koinworks untuk mengoptimalkan distribusi pendidikan di Indonesia.
Siapkan terobosan baru
Kedepan, Quipper berfokus pada learning process bukan hanya sekedar learning outcome. Quipper meyakin proses belajar baik dan berkualitas akan memberikan hasil terbaik.
Selain itu Takuya juga menyatakan bahwa saat ini Quipper sedang melakukan riset untuk mengembangkan layanan terbaru yang belum pernah ada di Indonesia, tanpa menyebut detil layanan terbaru tersebut.
Memasuki tahun ke-4 Quipper di Indonesia sebagai perintis layanan video edukasi berbasis daring menyatakan saat ini telah digunakan lebih dari 8.500 sekolah di 34 provinsi di Indonesia, digunakan 350.000 guru dan lebih dari 5 juta pengguna terdiri dari siswa SMP dan SMA di Indonesia.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/02/01/15080121/menanti-hasil-pertumbuhan-pesat-tren-edutech-indonesia