KOMPAS.com - Belum lama ini media sosial ramai membicarakan kicauan Chief Executive Officer (CEO) Bukalapak Achmad Zaky yang menyinggung soal dana research and development Indonesia yang dinilainya tertinggal dari negara lain.
Dalam twitnya, Zaky menulis: "Omong kosong industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini (2016, in USD) 1. US 511B 2. China 451 B 3. Jepang 165B 4. Jerman 118B 5. Korea 91B 11. Taiwan 33B 14. Australia 23B 24 Malaysia 10B 25. Spore 10B 43. Indonesia 2B. Mudah2an presiden baru bisa naikin".
Sontak twit ini menjadi bahan pembicaraan di media sosial Twitter pada Kamis (14/2/2019). Bagaimana sebenarnya prestasi perkembangan riset dan penelitian Indonesia?
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada acara "Bedah Kinerja 2018 dan Fokus Kinerja 2019" yang mengangkat tema "Penyiapan SDM Milenial Indonesia Kreatif, Inovatif dan Berdaya Saing Tinggi" (28/1/2019) menyinggung setidaknya 6 aspek terkait perkembangan riset dan penelitian di Indonesia:
1. Jumlah publikasi ilmiah
Selama 4 tahun sejak 2015 hingga 2018, pertumbuhan publikasi internasional Indonesia mencapai 263,27 persen. Publikasi internasional Indonesia pada 2015 mencapai 8.263 artikel ilmiah (peringkat 4 Asia Tenggara).
Tahun 2016 jumlah tersebut meningkat 48,79 persen menjadi 12.295 artikel ilmiah (peringkat 4 Asia Tenggara). Pada 2017, publikasi internasional Indonesia meningkat 64,61 persen menjadi 20.239 (peringkat 3 Asia Tenggara, mengalahkan Thailand).
Pada 2018, dengan pertumbuhan 48,31, Indonesia akhirnya dapat menduduki peringkat 2 Asia Tenggara, mengalahkan Singapura dengan jumlah publikasi internasional mencapai 30.017. Pada tahun 2019, Indonesia menargetkan menggantikan Malaysia menjadi negara Asia Tenggara dengan jumlah publikasi internasional terbanyak.
2. Angka hasil penelitian dan paten
Paten domestik (dalam negeri) yang didaftarkan di Indonesia dibandingkan paten domestik yang didaftarkan di negara-negara ASEAN terus meningkat. Dari peringkat ketiga pada 2015, Indonesia kini menjadi negara di ASEAN dengan paten domestik tertinggi.
Pada 2015 paten domestik Indonesia mencapai 1.058 paten (peringkat 3 ASEAN). Pada 2016 paten domestik Indonesia meningkat 43 paten menjadi 1.101 (peringkat ketiga). Pada 2017 peningkatan tajam sekitar 1.100 paten dicatatkan di Indonesia.
Totalnya pada 2017, Indonesia mencatatkan paten domestik berjumlah 2.271 (peringkat pertama, mengalahkan Singapura dan Malaysia). Peringkat pertama jumlah paten dalam negeri masih dimiliki Indonesia pada 2018 dengan peningkatan angka paten sekitar 500, yang menjadikan angka paten domestik Indonesia mencapai 2.842 (peringkat pertama).
3. Hilirisasi hasil riset
Hilirisasi riset Indonesia Jumlah paten di Indonesia berkaitan erat dengan lembaga yang berfokus pada hilirisasi penelitian.
Ada dua lembaga berfokus pada hilirisasi hasil penelitian, yaitu Pusat Unggulan Iptek (PUI) atau center of excellence. Lembaga penelitian dan pengembangan (Lemlitbang) yang berhasil menghasilkan teknologi atau paten dari penelitian mendapatkan status PUI oleh Kemenristekdikti.
Lebih lanjut Lemlitbang yang sudah menjadi PUI dapat menjadi Kawasan Sains dan Teknologi (KST) atau Science and Techno Park (STP) setelah berhasil menghasilkan perusahaan pemula berbasis teknologi (start-up teknologi).
Jumlah lemlitbang dari kementerian, lembaga, perguruan tinggi, dan perusahaan yang menjadi PUI meningkat selama empat tahun terakhir. Pada 2015, Indonesia baru memiliki 19 PUI. Tahun berikutnya jumlah tersebut meningkat menjadi 27.
Pada 2017 jumlahnya menjadi 46, dan pada 2018 sudah ada 81 PUI di Indonesia. KST atau STP di Indonesia yang mendapatkan kategori mature atau yang sudah menghasilkan start-up secara konsisten setiap tahun. Pada 2015, baru ada 6 STP, tahun 2016 jumlahnya meningkat menjadi 14. Pada 2017 STP mature berjumlah 16 dan pada 2018 jumlah tersebut meningkat menjadi 19.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/02/20/09300071/menjawab-tantangan-pengembangan-riset-dan-penelitian-tanah-air-1-