Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

UGM: Indonesia Belum Bebas DBD

KOMPAS.com - Dalam rangkaian dies natalis ke-73, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Seminar Nasional “Demam Berdarah Dengue dalam Perspektif Sistem Kesehatan" (2/3/2019).

Dilansir dari laman resmi UGM, (4/3/2019), seminar ini diadakan terkait terjadinya lonjakan kasus DBD di Indonesia pada beberapa waktu belakangan ini.

Tidak hanya itu, siklus DBD terbilang menarik karena erat kaitannya dengan masalah di luar kesehatan. Hal itu seperti kebersihan lingkungan, cuaca, hingga status gizi dapat memengaruhi terjadinya penyakit ini.

Oleh karena itu, FKKMK mencoba meniliknya dari perspektif sistem kesehatan saat ini yang berada pada era Jaminan Kesehatan.

2 faktor utama

Citra Indriyani salah seorang pembicara menyatakan epidemiologi DBD di Indonesia telah meningkat selama kurun waktu 1968-2017. Peningkatan ini menurutnya terjadi karena banyak faktor.

“Pertama, bisa kita lihat dari pertumbuhan populasi manusia sebagai salah satu media yang terikat dengan Nyamuk Aedes aegypti. Semakin banyak manusia, semakin banyak pula kesempatan penyakit ini menyebar," jelasnya.

Kedua, kondisi lingkungan juga berpengaruh. Perubahan iklim yang membuat curah hujan sepanjang tahun, memungkinkan reproduksi dari Nyamuk Aedes aegypti semakin cepat. "Bisa dibilang panen,” ungkap Dosen Epidemiologi FKKMK UGM ini.

7 dari 10 anak

Citra melanjutkan berdasarkan WHO, Indonesia bahkan disebut sebagai kawasan hiperendemis DBD. Ia menyebut bahwa 7 dari 10 anak di Indonesia pernah mengalami dengue, meskipun bermacam-macam tingkat bahayanya.

“Dari waktu ke waktu, Indonesia mengalami endemik DBD, namun kawasannya berganti-ganti, tidak hanya berdiam di satu tempat saja,” tuturnya.

Walaupun demikian, Citra mensyukuri bahwa pertumbuhan ini disertai dengan perkembangan tata laksana klinis yang semakin baik pula. Hal itu membuat angka fatalitas dari DBD ini juga semakin kecil.

Namun, ia tetap mengingatkan untuk meningkatkan tata laksana sistem kesehatan agar angka fatalitas ini tidak meningkat.

Gejala awal

Mengenai tata laksana klinis DBD, Ida Safitri pembicara lain menjelaskan saat ini Indonesia mengacu guidline dari WHO tahun 2011. Hal itu karena guidline ini paling sesuai dengan kondisi di Asia Tenggara, tidak seperti yang dikeluarkan WHO tahun 2009.

Akan tetapi, Ida menyebut saat ini di Indonesia masih memiliki beberapa kesulitan dalam mendeteksi kasus DBD.

Ia mengugkapkan saat ini di Indonesia hanya bisa mendeteksi DBD simtomatik saja atau yang menunjukkan gejalanya saja. “Padahal, terdapat penderita DBD yang asimtomatik. Hal ini cukup mengkhawatirkan,” keluhnya.

Meski begitu, Ida tetap mengingatkan pentingnya masyarakat umum untuk mengetahui warning sign DBD. Berdasarkan WHO, tanda-tanda tersebut adalah demam hingga 40°C yang disertai pusing, nyeri di belakang mata, otot, dan persendian, mual, muntah-muntah, serta bintik-bintik merah atau ruam.

“Jika tanda-tanda tersebut sudah muncul, segera saja dibawa untuk perawatan klinis, tidak perlu lagi dibawa ke laboratorium untuk dicek,” pungkasnya.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/03/08/23331531/ugm-indonesia-belum-bebas-dbd

Terkini Lainnya

Cerita Orangtua Antar Anak Masuk Sekolah Rakyat: Bersyukur Meski Berat Melepas
Cerita Orangtua Antar Anak Masuk Sekolah Rakyat: Bersyukur Meski Berat Melepas
Edu
Jadwal Hari Kedua sampai Hari Kelima MPLS 2025 SD, SMP, SMA Sederajat
Jadwal Hari Kedua sampai Hari Kelima MPLS 2025 SD, SMP, SMA Sederajat
Edu
Sekolah yang Hanya Dapat 1 Murid Tetap Laksanakan MPLS 2025
Sekolah yang Hanya Dapat 1 Murid Tetap Laksanakan MPLS 2025
Edu
Antar Anak Hari Pertama Masuk Sekolah 2025, Nawaruci Telat Masuk Kerja
Antar Anak Hari Pertama Masuk Sekolah 2025, Nawaruci Telat Masuk Kerja
Edu
Tukin Dosen ASN Mulai Dicairkan untuk 31.066 Orang, Cek Besarannya
Tukin Dosen ASN Mulai Dicairkan untuk 31.066 Orang, Cek Besarannya
Edu
Siswa SMA/SMK di Sulbar Wajib Baca 20 Buku, Syarat Lulus dari Gubernur
Siswa SMA/SMK di Sulbar Wajib Baca 20 Buku, Syarat Lulus dari Gubernur
Edu
Gerakan Ayah Antar Anak di Hari Pertama Sekolah Dibuat Agar 'Fatherless' Berkurang
Gerakan Ayah Antar Anak di Hari Pertama Sekolah Dibuat Agar "Fatherless" Berkurang
Edu
Sekolah Rakyat di Kabupaten Bogor Resmi Buka, 100 Siswa Tinggal di Asrama
Sekolah Rakyat di Kabupaten Bogor Resmi Buka, 100 Siswa Tinggal di Asrama
Edu
Kipin Classroom Dorong Pemerataan Pembelajaran Digital Berbasis Chromebook untuk Daerah 3T
Kipin Classroom Dorong Pemerataan Pembelajaran Digital Berbasis Chromebook untuk Daerah 3T
Edu
Wamendikdasmen Larang Ada Tugas Merepotkan Orangtua Murid di MPLS 2025
Wamendikdasmen Larang Ada Tugas Merepotkan Orangtua Murid di MPLS 2025
Edu
Mengapa Orangtua Harus Antar Anak saat MPLS? Ini Kata Mendikdasmen
Mengapa Orangtua Harus Antar Anak saat MPLS? Ini Kata Mendikdasmen
Edu
Sekolah Rakyat Mulai Aktif Hari Ini, Siswa Dapat Banyak Fasilitas, Apa Saja?
Sekolah Rakyat Mulai Aktif Hari Ini, Siswa Dapat Banyak Fasilitas, Apa Saja?
Edu
Tukin ASN Jakarta Dipotong jika Telat, Antar Anak Hari Pertama Sekolah Termasuk?
Tukin ASN Jakarta Dipotong jika Telat, Antar Anak Hari Pertama Sekolah Termasuk?
Edu
SMA Ini Peringkat Satu Sekolah Paling Berprestasi 2025 Versi Puspresnas
SMA Ini Peringkat Satu Sekolah Paling Berprestasi 2025 Versi Puspresnas
Edu
Penerima Bansos Terjerat Judol, Pakar UGM Sebut Negara Gagal Lindungi Rakyat
Penerima Bansos Terjerat Judol, Pakar UGM Sebut Negara Gagal Lindungi Rakyat
Edu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke