KOMPAS.com - Pesta demokrasi akan kembali digelar pada April 2019 mendatang. Sejak Oktober 2018 telah ditetapkan dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan mengikuti kontestasi.
Dikutip dari laman resmi UI, Prof Anna Erliyana Guru Besar tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyampaikan pemilu 2019 mendatang merupakan pemilu pertama Indonesia yang menyatukan pileg dan pilpres, dengan jumlah pemilih muda milenial terbanyak dalam sejarah.
Tercatat 34,2 persen pemilih muda akan menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu tahun ini (data berdasarkan Daftar Pemilih Tetap KPU). Pemilih milenial tergolong ke dalam jenis pemilih rasional dan kritis.
Milenial mendominasi
Pemilih muda diprediksi bakal mendominasi pesta demokrasi Pemilu tahun ini. Pemilih yang biasa disebut generasi Y dan Z.
Tidak sekadar memilih, Prof Anna mengharapkan pemilih milenial juga harus aktif mencari informasi, baik itu terkait kandidat maupun tentang tahapan pemilu. Generasi yang sebagian besar sudah mengantongi hak pilih ini akan berperan besar pada proses demokrasi dalam pemilu mendatang.
Peran generasi muda apalagi mahasiswa, penting terhadap persoalan bangsa. Memasuki tahun politik, mahasiswa menjadi target pasar suara oleh partai politik. Jumlah mahasiswa di Indonesia sekitar 8 juta, merupakan jumlah yang signifikan secara kuantitatif.
Antara antusiasme dan apatisme
Pemilih muda dalam konteks Pemilu, mereka berada dalam pusaran antara antusiasme dan apatisme politik. Pada satu sisi sangat bersemangat dan ingin mengetahui seputar pemilu, khususnya melalui media sosial.
Namun, belum tentu antusiasisme tersebut sejalan dengan realitas perilaku politiknya, bahkan tidak sedikit kalangan pemilih pemula, termasuk mahasiswa, lebih memilih tidak menyalurkan hak pilihnya alias Golput.
Untuk mencegah terjadinya politisasi terhadap pemilih muda, maraknya politik uang, minimnya pemahaman terkait dengan teknis penandaan atau pencoblosan, dan lain sebagainya, KPU sebagai lembaga penyelenggara diharapkan lebih intens melakukan literasi politik.
Literasi politik pemilih pemula
Tujuan memberikan literasi politik kepada pemilih muda adalah dengan cara melakukan pendidikan kepada pemilih muda agar menjadi pemilih cerdas.
Pemilih cerdas adalah pemilih yang lebih mengedepankan rasionalitas dalam menentukan pilihannya. Dalam pendidikan pemilih tersebut juga harus diberikan pemahaman dan keterampilan teknis pencoblosan yang sah agar kehadiran pemilih muda ke TPS tidak sia-sia.
Bawaslu dan partai politik juga tidak bisa tinggal diam untuk menyelamatkan nasib jutaan pemilih muda. Untuk itu, Bawaslu harus mendorong dan memastikan agar KPU dan Kemendagri melakukan langkah-langkah pasti, baik secara aturan maupun dalam pelaksanaannya.
Partai politik, harus ikut berpartisipasi mensosialisasikan hal ini kepada konstituen dan anggotanya. Hal ini perlu dilakukan agar pemilih muda mengetahui hak dan kewajibannya pada Pemilu 2019.
Prof Anna memandang pemilu merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat sehingga perlu mendapat partisipasi banyak pihak, termasuk pemilih milenial.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/03/17/19203561/guru-besar-ui-imbau-pemilih-milenal-jangan-golput