KOMPAS.com - Ilmuwan diaspora diharapkan mampu menjadi penghubung dalam transfer keilmuan di pusat-pusat ilmu pengetahuan dunia dan mengembangkannya agar memberi dampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam kesempatan sama, Kepala Parahyangan Center for International Studies (PACIS) Elisabeth Dewi mendorong agar hasil penelitian dan riset mampu memberi dampak kepada 'akar rumput' atau masyarakat.
Ia mendorong ilmuwan diaspora untuk melakukan kerjasama dengan lembaga riset pendidikan tinggi. "Mengapa lembaga riset pendidikan tinggi? Karena lembaga riset pendidikan tinggi mengemban tanggungjawab tri dharma perguruan tinggi meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat," jelas Elisabeth.
Elisabeth juga menyampaikan pentingnya membangun 'link and match' dengan dunia industri sebagai salah satu pilar penting selain pendidikan tinggi dan riset. "Buku ini menunjukan bahwa ada banyak kearifan lokal yang dapat diolah dalam memunculkan keunggulan komparatif guna meningkatkan daya saing," lanjutnya.
Mediator dan regulasi
Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti John Henri menyampaikan pihaknya memberi dukungan kepada para ilmuwan diaspora dalam untuk memberikan kontribusi bagi bangsa.
"Kami memberi dukungan sebagai mediator, diantaranya melalui Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) sebagai wadah para diaspora untuk memberikan sumbangsihnya pada tanah air," ujarnya.
Selain sebagai mediator, Kemenristekdikti juga mempermudah dari sisi regulasi bagi ilmuwan diaspora yang ingin mengabdi di tanah air. John Hendri menegaskan pihaknya membuka pintu seluas-luasnya bagi ilmuwan diaspora yang ingin bekerja sebagai dosen maupun peneliti di Indonesia.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/03/27/10493361/mendorong-ilmuwan-diaspora-menjadi-agen-perubahan