Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Teaching Factory", Ini Cara SMK Menjawab Tantangan Industri

KUDUS, KOMPAS.com – Belasan perempuan berjilbab berbaris di belakang panggung. Saat musik diputar, satu per satu mereka berjalan keluar dengan senyum mengembang di wajah.

Dengan menggunakan pakaian warna-warni bercorak lurik khas Jawa, mereka berlenggak-lenggok di atas panggung. Layaknya peragawati profesional, mereka berjalan sambil memamerkan pakaian yang mereka kenakan.

Ada yang istimewa pada peragaan busana itu. Sebab, koleksi pakaian yang mereka tampilkan itu bukan hasil rancangan desainer terkenal, tapi kreasi tangan pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) tata busana NU Banat, Kudus, Jawa Tengah.

Walaupun dibuat oleh anak-anak SMK, kualitas karya mereka tak bisa diremehkan. Pakaian-pakaian yang mereka desain telah dipamerkan di banyak fashion show, baik di dalam maupun luar negeri, seperti pada Muslim Fashion Festival 2017.

Tak hanya itu, produk pakaian tersebut juga dipasarkan ke masyarakat secara online melalui berbagai e-commerce dengan merek fashion bernama Zelmira.

Teaching factory

Kemampuan siswa-siswi untuk menghasilkan karya itu merupakan hasil dari metode belajar Teaching Factory yang diterapkan di SMK NU Banat.

Teaching factory merupakan sebuah konsep pembelajaran yang berorientasi pada produksi dan bisnis untuk menjawab tantangan perkembangan industri saat ini dan nanti.

"Teaching factory adalah model pembelajaran yang membawa suasana industri ke sekolah sehingga sekolah bisa menghasilkan produk berkualitas industri," terang Kasubdit Kurikulum Direktorat Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Mochamad Widiaynto, Kamis (25/4/2019).

Dengan proses pembelajaran teaching factory, siswa dapat belajar dan menguasai keahlian atau keterampilan yang dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar kerja industri sesungguhnya.

Bukan hanya itu. Produk-produk yang dibuat para siswa sebagai proses belajar pun bisa dipasarkan ke masyarakat sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah.

Widiyanto menjelaskan, konsep teaching factory sudah mulai diterapkan ke beberapa SMK sejak 2015 lalu.

"Dulu pernah ada istilah production unit. Kami minta sekolah untuk memproduksi yang hasilnya ditawarkan ke masyarakat," terang Widiyanto.

Lambat laun konsep tersebut diarahkan untuk fokus pada teaching factory. Menurut dia, melalui metode inilah produk buatan siswa merupakan hasil proses pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Misalnya, siswa jurusan tata boga akan menghasilkan produk boga.

Djarum Foundation, sebagai pihak yang membantu membina penerapan konsep teaching factory mengatakan bahwa penerapan teaching factory merupakan salah satu jawaban terhadap kesenjangan yang selama ini terjadi antara proses belajar siswa dengan kebutuhan industri.

"Konsep pembelajaran teaching factory sejatinya menggabungkan teori dengan praktik kerja yang dapat menghasilkan suatu produk atau jasa berdasarkan pesanan nyata konsumen," terang Galuh Paskamagma, Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation.

Sejak 2011 lalu sudah ada 16 SMK binaan Djarum Foundation yang menerapkan konsep tersebut, seperti SMK Raden Umar Said dengan jurusan animasi dan SMK PGRI 1 Kudus dengan jurusan tata kecantikan.

Tantangan

Tidak mudah menerapkan konsep teaching factory tersebut. Selain butuh biaya tidak sedikit, banyak aspek harus diselaraskan dengan dunia industri.

Menurut Program Director Djarum Foundation Primadi H. Serad, aspek pertama yang harus disesuaikan adalah kurikulum pembelajaran siswa di sekolah. Ini dibutuhkan agar semua yang dipelajari siswa selaras dengan kondisi dan kebutuhan industri.

"Menyelaraskan kurikulum yang ada dengan industri, karena perubahan industri sangat cepat. Penting untuk bisa beradaptasi dengan perubahan itu," kata Primadi pada Bimbingan Teknis Bantuan Pengembangan Teaching Factory di SMK Raden umas Said, Kudus, Kamis (25/4/2019).

Salah satu contohnya adalah jurusan tata busana. Dengan konsep teaching factory, di tahun pertama siswa akan diajarkan tentang desain. Tahun kedua mereka akan belajar menjahit dan di tahun ketiga akan belajar tentang pemasaran dan branding.

Hasilnya, lulusan tata busana tak cuma pandai menjahit, tapi juga merancang busana.

Adapun langkah berikutnya adalah memberikan pelatihan untuk guru melalui bimbingan dari orang-orang industri yang ahli di bidangnya.

"Kenapa perlu dilatih, karena kebanyakan guru kami diminta melatih siswa untuk siap kerja di industri, tapi mereka sendiri tidak pernah bekerja di industri," tuturnya.

Selanjutnya adalah menyiapkan infrastruktur sekolah agar dapat mendukung proses pembelajaran dengan konsep teaching factory. Utamanya ruang-ruang praktikum tempat para siswa belajar dan melatih hard skill mereka.

Untuk itu, Djarum Foundation merenovasi ruang-ruang praktikum di sekolah-sekolah binaannya agar sesuai dengan standar dan kebutuhan industri. Suasana dan ruang belajar dibuat nyaman dan menyenangkan sehingga mendukung proses belajar dan perkembangan siswa.

Primadi mengatakan, dengan diterapkannya teaching factory dan berbagai pembinaan, ada dua manfaat utama bisa didapatkan. Pertama, siswa bisa memiliki skill yang dibuthkan oleh industri dan dapat memperkaya portofolio mereka.

"Kedua, sekolah bisa memiliki pendapatan tambahan untuk mendukung biaya operasional mereka," kata Primadi.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/04/26/21320741/teaching-factory-ini-cara-smk-menjawab-tantangan-industri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke