KOMPAS.com - Alva Paramitha, psikolog pendidikan dan juga praktisi penyembuhan meluncurkan buku pertamanya "The Healing Flower: Catatan Perjalanan Menyembuhkan dengan Bach Flower Remedy" di Cikini, Jakarta (27/4/2019).
Selain penulis, acara peluncuran dan bedah buku juga menghadirkan Rangga Djoned (aktor, produser dan pengamat seni) sebagai pembahas buku yang ditulis Alva.
Selain publikasi, Alva yang juga merupakan pemerhati astrologi juga mengenalkan bagaimana Bach Flower Remedy yang ditemukan Dr. Edward Bach, dokter ortodoks Inggris menyembuhkan emosi manusia. Ia menciptakan penyembuhan emosi melalui 38 jenis macam energi bunga yang tersimpan dalam air.
Bukan ritual irasional
"Di buku ini, saya menjelaskan tentang awal perjalanan bagaimana saya berkenalan dengan Bach Flower yang ditemukan oleh Dr. Edward Bach. Dalam buku tersebut saya menjelaskan bagaimana energi bunga dapat menyembuhkan," ujar Alva yang juga merupakan psikolog sekolah dan juga praktisi bidang kesehatan mental.
Teknik ini, jelasnya, bukan sebuah bentuk ritual irasional melainkan memiliki dasar ilmiah yang kuat. Teknik penyembuhan emosional melalui Bach Flower sendiri telah banyak digunakan di negara Eropa maupun Amerika.
"Saya jelaskan bahwa bunga memiliki energi yang tinggi dan dapat memperbaiki emosi manusia. Dalam buku tersebut saya jelaskan misalnya, ketika manusia dalam keadaan normal energi nya berkisar dari 60-80 Mhz sedangkan beberapa bunga menurut penelitian ilmiah ada yang bisa memiliki energi hingga mencapai 360 Mhz," jelasnya.
Terapi masalah emosional
Ruang lingkup pekerjaannya sebagai psikolog pendidikan yang mendampingi anak dan remaja di sebuah sekolah SPK (Satuan Pendidikan Kerja Sama) melihat pendekatan Bach Flower dapat digunakan sebagai terapi pendukung untuk masalah emosional siswa.
"Kalau untuk anak-anak mungkin lebih spesifik, saya banyak membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus di mana masalah emosi dan sosial adalah hal yang paling menjadi isu utama," ujar Alva.
Ia menambahkan, "Jadi Bach Flower Therapy ini dapat dikatakan sebagai alternatif terapi pendukung yang baik di samping terapi skill, misalnya terapi wicara, terapi okupasi dan lainnya karena ia bekerja di area menstabilkan emosi."
Sedangkan remaja saat ini juga banyak menghadapi masalah yang akar masalahnya ternyata emosi, misalnya tidak semangat belajar, hingga ke masalah keluarga atau pertemanan yang ujung masalahnya adalah emosi hingga depresi.
"Pertama memang tujuan saya menulis buku ini adalah agar masyarakat Indonesia mulai peduli terhadap kesehatan mental. Karena kalau kita bicara tentang kesehatan mental bukan hanya orang yang terkena gangguan jiwa," kata Alva.
Alva melanjutkan penjelasannya, "Merawat kesehatan mental dapat dimulai dari hal kecil yaitu dengan mengenali emosi diri. Ketika mereka peduli dengan kesehatan mental, tentu dengan segala upaya mereka akan berusaha sehat dan mampu menjaga emosi lebih baik lagi."
"Bicara kesehatan mental para generasi muda maka dimulai dari usia sejak dini. Kesehatan mental mereka juga dipengaruhi bagaimana mereka dibesarkan oleh pola asuh orang tua, lingkungan dan lainnya," ujarnya.
Alva menekankan sangat penting apabila generasi muda memiliki pengalaman luka batin atau traumatis harus segera di sembuhkan. "Karena apabila dibiarkan tentu hal ini akan mempengaruhi bagaimana mereka bertindak kelak di kemudian hari, termasuk akan mempengaruhi bagaimana mereka mengambil keputusan dan bertindak," tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/01/21472141/seimbangkan-kesehatan-emosional-anak-melalui-bach-flower-remedy