KOMPAS.com - Terletak di daerah perbatasan Indonesia, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara) punya strategi khusus membangun daerah. Dibawah kepemimpinan Bupati Yansen Tipan Padan, Malinau meluncurkan Program Gerakan Desa Membangun (Gerdema).
Gerakan ini memberikan wewenang lebih besar kepada desa mengatur pembangunan didaerahnya masing-masing. “Termasuk membangun sektor pendidikan,” tulis Handoko Widagdo, Program Manajer INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) Provinsi Kalimantan Utara, melalui surat elektronik kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2019).
Malinau baru resmi menjadi kabupaten pada tahun 1999. Diusianya yang baru 9 tahun, pembangunan infrastruktur di Bumi Intimung, belum bisa menjangkau semua tempat. Masih banyak desa yang terisolir.
Daerah 3T
Desa-desa itu hanya bisa dijangkau dengan pesawat perintis atau perahu kayu bermesin. Dibutuhkan keterampilan hebat dan nyali besar agar bisa menembus sungai-sungai itu.
Aliran sungai di Malinau, terkenal sangat deras dan banyak batu-batu besar. Bukan sekali terjadi kecelakaan, perahu menabrak batu dan hancur. Bahkan rombongan Bupati Yansen pernah hanyut terbawa arus sungai dalam satu kunjungan kerja.
Malinau terletak di utara pulau Kalimantan. Berbatasan langsung dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia. Daerah ini punya luas wilayah hampir 40 ribu kilometer persegi. Sekitar 90 persen wilayahnya masih hutan belantara.
Jika dibandingkan dengan luas Jawa Tengah, Malinau masih lebih luas 8000 kilometer persegi. Namun dari segi jumlah penduduk, penghuni Malinau hanya 0.001 persen dari jumlah warga Jawa Tengah yang hampir 43 juta jiwa itu.
Dengan wilayah yang begitu luas dan penduduk yang sangat sedikit, pembangunan di Malinau tidak mungkin semua diatur dari ibu kota kabupaten
Akses Pendidikan lebih besar
Malinau memiliki 109 desa. Seluruh desa tersebar secara tidak merata diperkotaan, pedesaan, pedalaman dan perbatasan. Desa-desa ini umumnya berdiri di dekat sungai besar. Sungai ini menjadi penghubung satu desa dengan desa lain.
Penduduk desa juga tersebar dalam komunitas-komunitas kecil. Jarak antar desa berjauhan, dipisahkan sungai, hutan dan lembah, tidak memungkinkan Malinau membangun sarana pendidikan terpusat seperti di Pulau Jawa.
Melalui Gerdema, desa-desa sudah bisa membangun sendiri sarana pendidikan, seperti gedung PAUD (Pendidikan Usia Dini).
Gerdema juga yang membuat koordinasi antara pemerintah desa dengan dinas pendidikan menjadi lebih gampang. Desa bisa dengan cepat mengusulkan pembangunan sekolah.
Terutama membangun gedung SD dan SMP. Neraca Pendidikan Daerah (NDP) Kemendikbud 2018, mencatat Malinau telah memiliki 99 SD dan 29 SMP. Sekolah-sekolah ini mampu melayani 9.939 siswa SD dan 4.039 siswa SMP.
Bupati Yansen meluncurkan Gerdema Jilid II dengan Program RT Bersih (Rapi,Tertib, Bersih, Sehat, Indah dan Harmonis). Salah satu komponen program RT Bersih ini adalah Gerakan Wajib Belajar 16 tahun.
Gerakan ini bertujuan memberikan akses sebesar-besarnya kepada warga Malinau untuk mendapatkan pendidikan. Layanan itu diberikan dari tingkat PAUD sampai SMA.
Dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, Kabupaten Malinau memberikan peran yang besar kepada masyarakat. Kepala Desa Pulau Sapi Otniel Foret mengatakan gerakan wajib belajar 16 tahun salah satunya diwujudkan dalam bentuk jam belajar masyarakat (Jambelmas).
Di desa wisata itu, Jambelmas diberlakukan mulai pukul 7 sampai 9 malam. Pada jam-jam itu dipergunakan anak-anak di Desa Pulau Sapi untuk belajar.
Guna mendukung wajib belajar 16 tahun, Desa Pulau Sapi juga menyediakan Perpustakaan Desa (Perpusdes). Memanfaatkan Dana Gerdema, Perpusdes menyediakan buku-buku yang bisa dibaca anak-anak dan warga desa.
Setiap hari anak dan warga desa bisa datang membaca. Perspusdes juga membangun kerjasama dengan sekolah yang ada di sekitarnya. Tujuannya agar buku-buku yang ada bisa lebih dimanfaatkan.
Guna mengelola Perpusdes ini, desa mengangkat tenaga pengelola. Semua biaya operasional Perpusdes, baik penyediaan buku dan honor pengelola ditanggung Dana Gerdema.
Taman Baca Masyarakat
Sedangkan di Desa Kaliamok, jambelmas dilakukan dengan bekerjasama dengan Litara-OPOB, LSM yang bergiat di bidang literasi. Pemerintah desa mendukung berdirinya Taman Baca Masyarat (TBM) bernama Ruma Mileh.
Dalam Bahasa Dayak artinya Rumah Pintar. Di ‘Rumah Mile’, anak-anak desa masih SD diperkenalkan dengan kegiatan membaca menyenangkan.
Fadlansyah, fasilitator Litara-OPOB mengatakan banyak anak-anak SD di Desa Kaliamok, yang belum terampil membaca. Biasanya masalah itu dibiarkan menjadi urusan sekolah saja.
“Tetapi sekarang masyarakat sudah ikut mencari jalan keluarnya. Salah satunya dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat,” terangnya.
Pengurus Rumah Mile, Olipe mengatakan bahwa program literasi seperti ini lah yang lama mereka tunggu.
Selama ini anak-anak desa hanya menghabiskan waktu bermain-main, tidak jelas melakukan apa. Dengan adanya TBM, anak-anak bisa memanfaatkan waktu mereka dengan membaca buku lebih banyak. Bahkan anak yang lamban membaca bisa mendapakan layanan di TBM.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/02/20201011/belajar-pemberdayaan-pendidikan-oleh-masyarakat-dari-malinau-kaltara