Salin Artikel

Dari Ranjau ke Desa Wisata, Mahasiswi Vokasi UGM Raih 2 Juara ASEAN

Mahasiswa Program Studi (Prodi) Manajemen ini meraih penghargaan "Best Submission" ajang "International Mine Day" yang diselenggarakan ASEAN Region Mine Action Center di Phnom Penh, Kamboja (3-4/4/2019).

Sebelumnya, Eka meraih penghargaan di ajang ASEAN Student Conference (20-26/1/2019) di Universiti Utara Malaysia dengan meraih "Best Paper Award" lewat tema "Beat The Deforestation".

Informasi penanganan ranjau

“Saya terpilih menjadi salah satu delegasi dengan karya terbaik untuk diberikan program full funded terkait aksi ranjau di Kamboja,” cerita Eka saat meraih penghargaan "Best Submission" di kegiatan International Mine Day.

Kegiatan ini diikuti 600 mahasiswa dari 10 negara ASEAN. Dari jumlah tersebut selanjutnya dipilih 3 orang dengan esai atau poster terbaik dari setiap negara.

“Dari 600 pendaftar hanya diambil 3 orang dengan karya terbaik dari setiap negara 30 delegasi. Jadi, total ada 30 delegasi dengan karya terbaik terpilih,” ungkap Eka seperti dikutip dari laman resmi UGM.

Eka terpilih menerima penghargaan berkat mengajukan poster ilmiah berjudul "Little Things Big Impact".

Melalui karya ini Eka menyampaikan informasi tentang ranjau di Indonesia meliputi fakta yang dilakukan satgas dalam penanganan ranjau dan metode yang tepat saat menemui ranjau.

Desa wisata konservasi

Selanjutnya, penghargaan kedua diraih Eka dari ajang ASEAN Student Conference pada 20-26 Januari 2019 di Universiti Utara Malaysia. Pada konferensi yang mengusung tema Beat The Deforestation itu dia berhasil memperoleh Best Paper Award.

Sedangkan dalam konferensi di Malaysia yang diikuti 30 finalis mahasiswa dari 9 anggota ASEAN, Eka mengajukan karya tulis ilmiah berjudul "KEPUH (Forest Protection Group and Springs Preserver) As Life Supporters of Mendiro Village".

Karya tulis ini menceritakan pengalaman kelompok masyarakat di desa asalnya Mendiro, Jombang, Jawa Timur yang memiliki kepedulian terhadap hutan. “Di daerah saya ada kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap hutan yang berkegiatan sejak tahun 1999 lalu,” tuturnya.

"Mereka bergerak cepat mengatasi persoalan lingkungan di daerahnya seperti saat sumber air surut dan penebangan ilegal yang terus berlangsung sampai tahun 1998," ujar Eka.

Hal tersebut akhirnya menggerakan salah satu warga menginisasi kegiatan menjaga alam dengan mengajak beberapa warga menjadi sukarelawan. Kelompok ini memiliki sejumlah program yang telah diimplementasikan sehingga saat ini Dusun Mendiro telah dikenal sebagai desa wisata konservasi.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/14/23194371/dari-ranjau-ke-desa-wisata-mahasiswi-vokasi-ugm-raih-2-juara-asean

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke