KOMPAS.com - Setiap orangtua selalu mengharapkan hal terbaik bagi anak-anaknya. Demikian pula bagi Suryadi (50 tahun) penjual sate padang di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Didampingi sang Istri Desmaiti (44 tahun), Suryadi karena merasa tidak memilliki pendidikan tinggi dengan kondisi hidup serba pas-pasan, kedua suami istri ini bertekad menyekolahkan kedua anaknya ke perguruan tinggi.
Harapan Suryadi dan Desmaiti kedua anaknya bisa memiliki masa depan lebih baik. “Siapa tahu ada peningkatan, biar kita saja yang hidup susah,” harapnya.
Desmaiti nampak terharu menceritakan kisah perjuangan hidup bersama suami mewujudkan harapan untuk dapat menyekolahkan kedua anaknya.
Andalkan jualan sate
Desmaiti mengaku hanya bisa menabung dengan menyisihkan penghasilan suaminya dari berjualan sate padang. “Sehari itu paling dapat penghasilan bersih 40 ribu sampai 50 ribu rupiah,” kata wanita asal Pariaman ini seperti dikutip dari laman resmi UGM.
Selama bulan puasa ini, Suryadi berjualan dari jam lima sore hingga jam 11 malam. Pekerjaan sebagai penjual sate ini sudah dilakoninya sejak menikah tahun 1994 silam.
Suryadi mengaku tidak tamat sekolah dasar sehingga pekerjaan sebagai penjual sate menjadi satu-satunya pekerjaan bisa didapatkan. Sedangkan istrinya hanya tamatan SMP yang sehari-hari membantunya menyiapkan rempah-rempah untuk meracik bumbu sate.
Pekerjaan menjadi penjual sate padang keliling inilah yang menjadi tumpuan Suryadi hingga dapat mengantar kedua anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Anak pertama, Rozi Agus Saputra berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Riau dan kini sudah hampir selesai. Tahun ini, anak bungsunya, Roza Febria Diniah Putri, diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Kini jatuh sakit
Namun, Desmaiti bercerita sejak dua tahun terakhir suaminya sering sakit-sakitan akibat penyakit prostat yang diderita sehingga lebih sering tidak berjualan. Selama enam bulan terakhir Rozi menggantikan pekerjaan sang ayah sehingga kuliahnya pun jadi terbengkalai.
Meski penghasilan dari berjualan sate tidak seberapa, Desmaiti bersyukur bisa berhemat dan menyisihkan hasil jualan. Sejak tiga tahun terakhir suaminya tidak lagi berjualan sate menggunakan daging sapi, namun menggunakan daging ayam.
“Saya jual sate harga sepuluh ribu rupiah, lebih murah dari yang lain,”kata Suryadi. Dengan harga satu porsi sate yang cukup murah, Suryadi pun bisa mempertahankan pelanggan setianya.
“Saya tidak ambil untung banyak,” kata Suryadi yang membuka warung kecil berdinding gedek bambu untuk ruang tempat berjualan.
Diterima kedokteran hewan
Mengetahui putri bungsunya Roza diterima kuliah gratis di UGM dengan beasiswa Bidikmisi, Desmaiti dan Suryadi mengaku senang dan sangat bersyukur. Desmaiti berharap Roza bisa menyelesaikan pendidikan dokter hewannya tepat waktu.
Menurut sang ibu, sejak kecil Roza memang selalu berprestasi di kelas. Saat Roza menyatakan akan memilih kuliah di UGM, si ibu mengiyakan meski dengan perasaan hati berat melepas anak perempuan bungsunya tersebut.
“Susah juga mau melepas anak ini, tapi kalau kayak gini terus kapan majunya, saya bilang ilmu harus dicari sampai jauh, siapa tahu nasib berubah,” ujarnya.
Roza mengaku memilih jurusan kedokteran hewan. Sejak lama ia ingin kuliah di UGM yang diidamkannya sejak masih SMP. “Sejak semester dua di kelas sepuluh kemarin sudah mikir mau ke FKH UGM,” kata Roza yang sejak kecil suka memelihara kucing di rumahnya.
Sejak semester dua kelas X di SMAN 1 Bukit Tinggi, Roza membulatkan tekad agar sebelum lulus mendaftar kuliah lewat jalur SNMPTN jalur bidikmisi agar tidak memberatkan beban ekonomi keluarga.
Melalui jalur SNMPTN Bidikmis, kini Roza mulai menapaki impian dan harapannya dan kedua orangtua. Semoga ini menjadi titik balik untuk membawa kehidupan yang lebih baik bagi keluarga...
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/19/10431231/anak-penjual-sate-padang-itu-kini-berkuliah-di-ugm