KOMPAS.com - Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mengungkapkan prevalensi stunting di Indonesia masih pada angka 30,8 persen. Itu artinya, hampir 1 dari 3 anak Indonesia masih didapati masalah stunting yang terkait tumbuh kembang dan gizi.
Angka stunting atau pendek ini jauh lebih mengawatirkan dan jauh lebih tinggi pada prevalensi global, yaitu 21,9 persen. Bahkan di kawasan ASEAN, Indonesia menempati peringkat tertinggi ke-2 setelah Timor Leste untuk soal stunting ini.
Terkait hal itu, Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Centre for Food and Nutrition (RECFON) sebagai organisasi bidang pangan dan gizi kerjasama menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara mengadakan diskusi “Pendidikan Gizi dan Generasi Emas Indonesia 2045” di Gedung SEAMEO, Kedokteran UI Salemba, Jakarta (24/5/2019).
Potensi bahaya trans-generasi
Grace Wangge, Manajer Riset dan Konsultasi SEAMEO RECFON mengingatkan dalam jangka panjang, stunting tidak hanya mengakibatkan masalah pada masa depan balita stunting itu sendiri.
“Stunting akan menjadi masalah trans-generasi, dimana ibu yang pendek, cenderung akan mempunyai juga anak yang stunting”, ujar peneliti yang juga dokter lulusan UI ini.
Grace menambahkan, “Di usia produktifnya kelak, balita stunting akan mempunyai daya saing yang lebih rendah dibandingkan sumber daya manusia (SDM) negara lain yang memiliki balita sehat karena rendahnya fungsi kognitif mereka.”
Hal senada ditegaskan Umi Fahmida, peneliti utama SEAMEO RECFON. "Stunting merupakan 'silent killer'. Tidak seperti penyakit lain yang langsung kita rasakan dampaknya, stunting memengaruhi tumbuh kembang anak dan kesehatannya hingga masa dewasa," ujar Umi kepada Kompas.com.
"Berdasarkan hasil penelitian, anak stunting memiliki income learning (kemampuan menyerap pembelajaran), 25 persen lebih rendah dibandingkan temannya yang lain," ujarnya.
Umi menambahkan, stunting akan menghambat pertumbuhan otak yang memengaruhi perkembangan kecerdasan anak dan juga meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes dan penyakit lain karena pertumbuhan yang terhambat mengakibatkan kelainan sel pankreas.
'Batu ganjalan' "Indonesia Emas"
SEAMEO memberikan catatan penting, stunting - yang antara lain ditandai tubuh pendek tidak sesuai dengan usia dan masih menjadi masalah gizi utama bagi balita di Indonesia - harus segera dientaskan dalam mempersiapkan "Generasi Emas Indonesia 2045".
Grace menjelaskan, “Di usia produktifnya kelak, balita stunting akan mempunyai daya saing lebih rendah dibandingkan sumber daya manusia (SDM) negara lain yang memiliki balita sehat karena rendahnya fungsi kognitif mereka.”
Dalam diskusi dipaparkan, prevalensi stunting tertinggi di atas 40 persen, berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat.
Angka 30-40 persen stunting masih ditempati provinsi Aceh, Sumatera Barat, Lampung, semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua Barat, dan Papua. P
Provinsi lain memiliki tingkat prevalensi 20-30 persen. Bali menjadi satu-satunya provinsi dengan prevalensi stunting kurang dari 20 persen.
Grace juga menjelaskan, untuk mengatasi masalah stunting, pendidikan gizi kepada publik menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Grace juga menjelaskan, untuk mengatasi masalah stunting, pendidikan gizi kepada publik menjadi sangat penting dilakukan.” Yang mesti dipahami cegah stunting sejak dini, untuk itu diperlukan support system, termasuk lewat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah, ujarnya.
Selain itu, peran pemerintah daerah juga menjadi cacatan khusus diberikan SEAMEO dalam upaya mengentaskan stunting ini.
"Tetap dibutuhkan keberpihakan dan peran serta setiap pemerintah daerah untuk bersama mengentaskan masalah stunting ini mengingat anggaran dan implementasi program ini ada di pemerintah daerah," ujar Grace.
Bersama para mitranya, SEAMEO RECFON terus mengembangkan berbagai program pendidikan gizi yang turut berkontribusi pada pengentasan stunting. Salah satu program unggulan SEAMEO RECFON adalah “Anakku Sehat dan Cerdas”.
Program ini menterjemahkan konsep PAUD Holistik Integratif (PAUD-HI) yang telah dicanangkan Kemendikbud. ”Program 1 PAUD, 1 Desa dapat menjadi ujung tombak pengentasan stunting dari aspek pendidikan," jelas Eddy Rukmana dari Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (CECEP).
"Selain itu, SEAMEO juga didukung organisasi profesi seperti Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI), kita juga melakukan pemetaan kompetensi gizi para guru PAUD seluruh Indonesia," tambah Eddy.
SEAMEO RECFON juga melakukan pelatihan guru PAUD mengenai penyampaian materi pendidikan gizi untuk orang tua, baik melalui media online dan offline. Semua program menjadi bagian dari strategi penting meningkatkan peran keluarga serta PAUD dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak Indonesia.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/25/13080771/seameo-dan-jalan-terjal-entaskan-stunting-di-indonesia