KOMPAS.com – Penerimaan siswa baru yang mengacu pada sistem zonasi saat ini banyak diperbincangkan masyarakat luas. Sistem yang mulai diterapkan sejak Tahun Ajaran 2018//2019 ini banyak menuai pro dan kontra karena dinilai membatasi siswa dengan nilai yang tinggi untuk mendapatkan sekolah favorit.
Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merancang kebijakan ini untuk menciptakan pemerataan pendidikan dan meniadakan konsep sekolah favorit.
Memasuki tahun kedua penerapan sistem zonasi, inilah ketentuan mendasar yang perlu diketahui masyarakat tentang sistem penerimaan siswa baru ini.
Ketentuan ini berdasarkan Pasal 16 Permendikbud RI No 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
90 Persen siswa baru dari zona terdekat
Penerapan sistem zonasi menyebabkan calon siswa yang berdomisili jauh dari lokasi sebuah sekolah kehilangan kesempatan untuk bisa terdaftar menjadi salah satu siswa di sekolah tersebut.
Hal itu dikarenakan sekolah di bawah pemerintah atau berstatus negeri dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) wajib menerima minimal 90 persen siswa baru yang yang berasal dari di dekat sekolah.
10 persen lainnya
Setelah 90 persen kuota siswa baru didapat dari pendaftar yang berdomisili di sekitar sekolah. Maka 10 persen sisanya dibuka untuk pendaftar yang berasal dari luar daerah zonasi.
Namun, masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi jika mengacu pada pasal 16 ayat (6) Permendikbud 14/2018 ini.
Sebanyak 10 persen siswa dari luar daerah zonasi terbagi menjadi dua kriteria, 5 persen untuk mereka yang berprestasi, 5 persen yang lain diperuntukkan untuk calon peserta didik yang memiliki alasan khusus.
Alasan khusus itu misalnya perpindahan domisili orangtua/wali siswa dan terjadi bencana alam/sosial.
Keterangan domisili
Bukti domisili yang digunakan sebagai parameter zonasi nantinya didapat dari alamat yang tertera di Kartu Keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum PPDB dilaksanakan.
Jadi, pendaftar yang tidak memenuhi prasyarat ini tidak dapat digolongkan menjadi calon siswa yang berasal dari daerah zonasi.
Namun pada kenyataannya, peraturan ini membuat sebagian masyarakat berpikir pendek dan memanipulasi data kependudukannya dengan membuat KK palsu yang beralamatkan dekat dengan sekolah.
Ketentuan detil zonasi
Jarak zonasi yang diterapkan masing-masing sekolah berbeda tergantung pada kesepakatan yang diambil oleh pihak-pihak terkait di masing-masing daerah. Keputusan pemerintah daerah atau musyawarah para kepala sekolah bisa ditempuh untuk menetapkan jarak zonasi.
Kesepakatan itu diambil dengan didasarkan pada banyak sedikitnya ketersediaan anak usia sekolah dan kapasitas atau daya tampung sekolah di daerah tersebut.
Sementara untuk sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi/kabupaten/kota, penetapan jarak zonasi dan persentase zonasi diambil berdasarkan kesepakatan tertulis antarpemerintah daerah yang saling berbatasan.
Jadi dalam menentukan radius zonasi, pemerintah pusat tidak terlibat secara langsung namun menyerahkannya pada masing-masing sekolah untuk dapat menentukan jarak yang dianggap paling ideal untuk kondisi sekolahnya.
Tidak heran jika angka jarak zonasi masing-masing sekolah akan berbeda antara satu dan lainnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/19/13050501/ketentuan-sistem-zonasi-penerimaan-murid-baru-yang-perlu-diketahui