Salin Artikel

Polemik Sistem Zonasi Penerimaan Murid Baru, Ini Kata Federasi Guru

Fenomena orangtua yang rela mengantre sejak pagi buta demi mendaftarkan anaknya di sekolah tertentu, mendapatkan respons dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim menjelaskan, penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa saat ini sebenarnya bagus, karena dapat memeratakan akses pendidikan.

"Kami setuju untuk menghilangkan kasta di sekolah. Termasuk memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk bersekolah di sekolah yang dekat rumah mereka," kata Satriwan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/6/2019).

Meskipun hasil penerapan sistem zonasi ini belum dapat dievaluasi, lanjut Satriwan, penerapan sistem yang masih berjalan tiga tahun ini menuju keadilan pendidikan. Sebab, setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama.

"Tahun depan baru kita lihat (hasil penerapan sistem zonasi), karena zonasi pertama kali itu tahun 2017, berarti siswa lulus 2020. Jadi kita tidak bisa terburu-buru untuk memberikan evaluasi," ujar dia.

Satriwan menyampaikan, pihaknya membuka fasilitas pengaduan jika selama sistem zonasi diterapkan terjadi kecurangan, seperti pungutan liar atau "jualan kursi".

Pangaduan tersebut dapat dilakukan melalui telepon atau WhatsApp ke nomor 0812-8765-8515, 0821-11050-951, 0859-3700-0006, atau 0853-7070-0060.

Catatan FSGI

Satriwan menuturkan, terkait penerapan sistem zonasi ini, pemerintah harus memperhatikan fasilitas yang ada di masing-masing sekolah, termasuk standar pendidik dan tenaga pendidikan.

"Jangka panjang PPDB akan adaptif dan implementatif jika pemerintah memaksimalkan sarana dan prasarana sekolah," tutur dia.

Menurut Satriwan, pemerintah wajib membangun sekolah dengan sarana dan prasarana memadai, termasuk infrastuktur akses menuju sekolah, serta infrastruktur sekolah seperti internet, komputer, laboratorium, dan lain-lain.

Orangtua

Satriwan menyampaikan, paradigma orangtua terhadap "sekolah favorit" memang wajib diubah, meskipun mengubah cara pandang ini tak semudah membalikkan telapak tangan.

Pemerintah provinsi atau kabupaten/kota juga mempunyai peran untuk membantu para orangtua mengubah pemikiran ini.

"Sekolah itu semuanya favorit. Seluruh siswa itu semuanya pintar. Yang beda adalah hanya mereka tidak mempunyai kesempatan yang sama, sekarang kesempatan dibuka sama," tutur Satriwan.

"Cara pandang sekolah negeri tertentu itu guru-gurunya pintar-pintar. Justru mungkin terbalik, karena muridnya memang sudah pintar-pintar," kata dia.

Satriwan menjelaskan, setiap sekolah negeri yang ada di Indonesia, dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Dengan demikian, seharusnya orangtua menerapkan pemikiran bahwa sekolah-sekolah negeri itu merupakan sekolah favorit.

Pemerintah berkewajiban menyalurkan kesamaan kualitas sekolah, agar kualitas setiap sekolah dapat merata.

"Semua anak itu mempuyai potensi. Sekolah yang bagus itu kan sekolah yang ketika anak inputnya biasa saja, output-nya nilainya tinggi, itu sekolah yang luar biasa," ujar Satriwan.

Longgar

Satriwan menyarankan penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru tidak mesti kaku dan saklek.

Penerapan peraturan tersebut harus memperhatikan segala aspek yang ada, karena setiap daerah mempunyai perbedaan masing-masing dari segi wilayah, jumlah sekolah, populasi yang ada, dan lainnya.

Pembagian kuota yang ditentukan oleh peraturan tersebut juga dapat diolah lagi, misalnya memberikan alokasi jalur prestasi lebih besar, alokasi untuk siswa kurang mampu, dan sebagainya.

"Jangan harus begini, kan dari sabang sampai papua berbeda. Pemerintah daerah dapat berkomunikasi dengan pusat terkait penerapan sistem zonasi ini," kata Satriwan.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/19/14080321/polemik-sistem-zonasi-penerimaan-murid-baru-ini-kata-federasi-guru

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke