Seniman pengajar pada pameran ini berasal dari latar jurusan seni rupa yang beragam: Seni Murni, Kriya, Desain Mode, Desain Interior dan Desain Komunikasi Visual. Para seniman menggunakan ragam media dan tema berkarya yang beragam sesuai dengan bidang masing-masing.
"Seniman jangan alergi pada apapun. Ya politik, ekonomi, birokrasi, dagang, agama. Jangan Alergi. Jadi imej seniman yang bebas merdeka itu sudah lewat. Kesenian merupakan bidang kerja yang sama seriusnya dengan bidang lain, termasuk birokrasi," jelas Seno Gumira Ajidarma Rektor IKJ terkait tema yang diangkat dalam pameran tahun ini.
Kualitas akademis dan seni
"Orang sering membeda-bedakan seni-seni, birokrasi-birokrasi. Padahal tidak. Birokrasi ini sama pentingnya dengan seni, bahkan harusnya menjadi inspirasi. Kalau teman-teman lihat salah satu karya instalasi ada yang menggunakan formulir birokrasi," lanjutnya.
Lewat pameran "Seniman Pengajar Menjelajah Karya di Dalam dan di Luar Birokrasi" ini, Seno mengajak seluruh pengajar atau dosen IKJ tetap kreatif dan jangan sampai "ditelan" birokrasi itu. "Kira-kira pernyataannya; kami masih seniman loh," jelasnya.
Pameran ini juga sekaligus menjadi ajang pembuktian dosen pengajar IKJ tidak hanya memiliki kompetensi pengajar secara akademis namun juga merupakan 'seniman' tulen yang mampu melahirkan ragam kreasi seni berkualitas.
"Bukan hanya dari segi birokrasi tapi juga kemampuan yang paling penting. Ya, seni itu. Buat apa (pengajar) doktor tapi tidak bisa gambar," tegasnya.
Masuk era digital yang didominasi generasi milenial, Dekan Fakultas Seni Rupa IKJ Indah Tjahjawulan menyampaikan IKJ juga melakukan transformasi dan beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
"Seni rupa murni dulu hanya bagi patung atau lukis saja. Sekarang semua harus dipelajari dan bahkan sekarang mereka belajar digital. Banyak juga mereka belajar video art. Anak-anak sekarang kan memang begitu ya," jelas Indah.
Indah menyampaikan para dosen juga turut mengikuti perkembangan yang ada. "Kalau ada pelatihan-pelatihan, seperti 3D, kita mengirim dosen untuk mengikuti perkembangan teknologi yang ada," tambahnya.
"Tantangannya bagaimana kita menemukan bahasa yang sesuai dengan generasi mereka. Bukan hanya dari segi teknis tapi juga paradigma milenial ini. Ini yang harus kita (dosen) turun menyamakan frekuensi dengan mahasiswa," jelas Beng Rahadian dosen Desain Komunikasi Visual perihal tantangan mengajar generasi milenial di ranah seni.
"Pameran ini keluar dari rutinitas sebagai pengajar atau tuntutan pekerjaan. Kita mencoba berimajinasi dan berkarya tanpa tuntutan sehingga menimbulkan motivasi, perspektif dan inovasi baru," jelas Ehwan salah satu dosen Desain Komunikasi Visual yang menampilkan karya seni animasi berbasis teknologi.
Hal senada disampaikan Beng Rahadian, "Ini menjadi kanal lain bagi para pengajar untuk berkarya. Ketika di galeri (pameran), batas antara dosen dan mahasiswa sudah hilang. Tidak ada batas akademis. Mereka (mahasiswa) melihat kita (dosen) sebagai seniman yang berkarya."
Lebih jauh Ehwan mengharapkan melalui pameran ini baik dosen dan mahasiswa dapat saling memotivasi dalam menghasilkan karya secara optimal. "Dosen harus memberi contoh supaya mahasiswa tahu kapasitas dosen sebagai pengajar dan juga bisa memotivasi mahasiswa," ujarnya.
Sementara itu, Iwan Gunawan dosen pascasarjana IKJ melihat pameran dosen IKJ menjadi penting sebagai sebuah ajang refreshing dosen untuk berkarya. "Di sini kita dipaksa melihat masalah sosial dan berkarya."
"Karya bagus kalau tidak terdistribusikan tidak ada gunanya. Birokrasi ini menjadi salah satu cara si seniman ini paham peta masalah. Dia punya karya, karyanya mau diapakan. Jadi sedikit banyak (seniman) harus tahu (birokrasi)," tutup Iwan.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/23/22435711/pameran-seni-birokrasi-dosen-ikj-kami-masih-seniman