Tujuan pemerintah menghilangkan predikat sekolah favorit nyatanya belum dapat diimplementasikan secara sempurna.
Ini terlihat dari munculnya berbagai masalah yang dihadapi masyarakat selama pelaksanaan PPDB tahun ini.
Berikut 10 perdebatan yang muncul pada PPDB 2019:
1. Lebih dari satu kali
Calon siswa SMA/SMK di Sumatera Barat mendapatkan tiga kali kesempatan mendaftar pada PPDB 2019. Terdapat dua jalur pendaftaran yang diterapkan, yaitu manual (berdasarkan prestasi) dan online.
Pendaftaran melalui jalur prestasi secara manual dilaksanakan pada 25-28 Juni 2019. Sedangkan, jika peserta tidak lolos, maka diperbolehkan mendaftar kembali secara online pada 4-6 Juli 2019.
Pada pendaftaran lewat jalur prestasi, peserta hanya diperbolehkan di satu sekolah saja dengan syarat tertentu. Namun, untuk pendaftaran online, peserta dapat memilih tiga pilihan sekolah.
Kuota kursi pendaftaran online didasarkan pada banyaknya peserta jalur prestasi yang lolos namun tak melakukan daftar ulang.
2. Lentur
Sistem zonasi ini disebutkan bersifat lentur dan fleksibel, sehingga penerapannya tak berbasis pada wilayah administratif, namun wilayah keberadaan sekolah, populasi siswa, dan radius.
Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan, sistem zonasi digunakan agar pemetaan berbagai masalah mikroskopik di masing-masing wilayah, seperti daya tampung siswa, kualitas guru, ketimpangan sarana-prasarana dapat dicari solusinya.
3. Sosialisasi
Sistem zonasi dikatakan telah disosialisasikan sejak Desember 2018. Mendikbud Muhadjir Effendy mengklaim bahwa zonasi menjadi salah satu pilihan terbaik untuk pembangunan pendidikan, dengan harapan tak ada pembedaan antara sekolah favorit dan sekolah buangan.
Selain itu, penerapan sistem zonasi diharapkan dapat menghapus praktik curang dalam penerimaan siswa.
4. Masalah jarak dan alamat
Orangtua di Kota Pontianak, Kalimantan Barat meminta pihak sekolah melakukan penghitungan jarak sekolah secara manual.
Hal itu lantaran, jarak sekolah yang harusnya hanya 400 meter, tertulis menjadi 2 kilometer di aplikasi PPDB.
Tak hanya itu, beberapa evaluasi perlu diperhatikan, seperti pembaruan database kependudukan dan melakukan sosialisasi terkait sistem pelaksanaan PPDB.
Di Jawa Barat, beberapa orangtua sampai melakukan pengubahan alamat domisili ke sekitar sekolah negeri yang diinginkan.
Hal itu tak lain karena alamat sangat mempengaruhi peluang seorang siswa diterima di suatu sekolah, sehingga semakin dekat maka semakin besar peluang diterima.
Bahkan, pemanipulasian alamat di Kartu Keluarga juga dilakukan para orangtua.
5. Tak diajak diskusi
PPDB sistem zonasi secara murni tak diterapkan begitu saja oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menerapkan sistem zonasi yang tak murni hanya mengukur jarak rumah ke sekolah, melainkan tetap mempertimbangkan hasil ujian nasional.
Dikabarkan, penolakan penerapan sistem zonasi murni dikarenakan pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak diajak diskusi oleh Kemendikbud.
Namun, Kepala Divisi Pendidikan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Rully Amirullah menuturkan bahwa DKI telah diajak koordinasi pada Mei 2019 dengan Disdik Depok, Disdik Bekasi, dan Disdik Jawa Barat.
Menurut Rully, DKI dapat dikenai sanksi jika daerah tak menerapkan jalur zonasi murni.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ratiyono mengatakan, pihaknya tak diterapkannya sistem zonasi murni karena mudahnya akses di Jakarta.
6. Administrasi kependudukan
Permasalahan mengenai administrasi kependudukan juga masih ditemui di wilayah Jakarta.
Tepatnya di Jakarta Timur, sejumlah orangtua menemukan kendala terkait adminstrasi kependudukan ketika melakukan proses PPDB.
Dikabarkan, adanya masalah administrasi ini merepotkan orangtua calon siswa, di mana kebanyakan orangtua mengetahui permasalahan tersebut ketika melakukan pendaftaran.
Selain itu, para orangtua juga menjadi was-was terhadap hal ini, karena ditakutkan akan berdampak terhadap status kelolosan anaknya.
7. Ambisius
Menurut Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, sistem PPDB terlalu ambisius dan berharap dapat dilakukan evaluasi sehingga ke depan berjalan lebih baik.
Berbagai permasalahan, seperti manipulasi data PPDB sistem zonasi juga ditemui di wilayah Bogor.
Bima menuturkan, sistem administrasi dan infrastruktur penunjang penerapan sistem ini juga belum siap.
8. Kesiapan sekolah
Penerapan sistem zonasi juga harus dilihat dari sistem kesiapan sekolah dan tenaga pendidiknya.
Pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengatakan, persiapan dari sisi kepala sekolah dan guru di sekolah favorit juga harus digagas pemerintah.
Sebab, selama ini tenaga pendidik dan kepala sekolah terbiasa dengan siswa pintar dan cukup dalam segi ekonomi.
Meskipun begitu, Ahmad setuju dengan sistem zonasi yang bertujuan memeratakan pendidikan dan menghapus predikat favorit di sekolah-sekolah tertentu.
9. Konsisten
Perdebatan sistem zonasi PPDB membuat Ketua DPR Bambang Soesatyo angkat bicara.
Bambang mendukung penerapan sistem ini dalam penerimaan siswa baru. Menurut dia, pemerintah harus konsisten menjalankan sistem ini dengan catatan terus melakukan evaluasi perbaikan ke depannya.
Bambang menyampaikan, Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 adalah langkah awal untuk membenahi pendidikan dasar di Indonesia.
10. Tanggapan Mendikbud
Banyaknya permasalahan yang timbul nyatanya tak membuat Mendikbud mencopot penerapan sistem zonasi ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengklaim bahwa pihaknya sudah melakukan evaluasi dan koordinasi dengan beberapa pemimpin pemerintah daerah.
Muhadjir menyampaikan, revisi mengenai kuota bagi siswa berprestasi akan diperlonggar. Selain itu, menurut Muhadjir, tidak semua daerah bermasalah dengan sistem zonasi ini.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/26/18434141/polemik-zonasi-ppdb-paparan-masalah-hingga-tanggapan-mendikbud