Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi: Jangan Jadikan "Pilihan Kedua"

KOMPAS.com - Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) menjadi tuan rumah "Seminar Revitalisasi Pendidikan Tinggi Vokasi di Indonesia" dengan mengangkat tema "Implementasi Pendidikan Sistem Ganda (Dual System)", Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Seminar hasil kerja sama Kedutaan Besar RI untuk Swiss, Kemenristekdikti dan KADIN digelar dalam rangka meningkatkan kepercayaan industri dan masyarakat terhadap lulusan perguruan tinggi vokasi yang ada di politeknik dan universitas di Indonesia.

Selain Prasmul, ITSB (Institut Teknologi Sains Bandung) dan Polteknik Sinar Mas Berau bersama Apindo dan Eka Tjipta Foundation turut menjadi penyelenggara seminar ini.

Dalam sambutan pembuka, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan di Indonesia masih banyak membutuhkan SDM vokasi unggul yang memiliki kompetensi dan sertifikasi profesi.

"Kalau kita lihat struktur dari sumber daya manusia kita dari para tenaga kerja kita, ternyata cukup mengkhawatirkan. Total tenaga kerja kita dari data Kementerian Tenaga Kerja, ada 130 juta orang, dimana 40 persen latar belakang pendidikannya sekolah dasar," jelas Ketua KADIN.

Roeslan melanjutkan, "18 persen berasal dari SMP. dan hanya 12 sampai 13 persen mempunyai latar belakang diploma atau universitas. Kalau dilihat struktur tenaga kerja kita seperti ini, bagaimana kita punya tenaga kerja yang produktif, yang beradaptasi secara cepat dan bisa mendorong competitiveness kita?" 

Masih jadi pilihan kedua

Dalam kesempatan sama, Muliaman Darmansyah Hadad (Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein)  yang menjadi inisiator sekaligus pihak yang mengajak perwakilan dari Swiss untuk mengisi diskusi pada acara ini, mengatakan masalah pendidikan vokasi yang kurang diminati industri dan masyarakat, dihadapi tidak hanya di Indonesia, tapi negara lainnya.

"Bukan cuma di negara kita, setelah saya check perkembangan di beberapa negara, ini juga menjadi second option, pendidikan vokasi ini. Ini kita harus ubah mindset ini," ujarnya.

Muliaman menyampaikan, "Saya kira industri juga kadang-kadang enggan untuk mempekerjakan lulusan-lulusannya (pendidikan vokasi), tidak tahu saya, tapi dugaan saya ini terkait link and match issues, apa yang dipelajari dan apa yang dibutuhkan kadang-kadang tidak pas." 

Hal senada disampaikan Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simanjuntak. "Kita masih perlu meningkatkan banyak kegiatan yang bekerja sebagai penyaring, untuk pendidikan dual system, pendidikan yang berjalan di kelas, sekaligus di tempat kerja dan dengan banyaknya peserta acara hari ini."

Ia berharap melalui seminar yang digelar akan mampu menghasilkan sejumlah arahan untuk mendukung sistem pendidikan vokasi di level nasional.

Sertifikasi mahasiswa dan dosen

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam paparannya menyampaikan pemerataan sertifikasi kompetensi menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas lulusan vokasi, baik bagi mahasiswa vokasi dan juga dosen.

"Sekarang dunia industri global tidak lagi bertanya kepada pelamar kamu punya ijazah apa melainkan kamu punya kompetensi apa? Untuk itu mahasiswa harus kita dorong punya sertifikat kompetensi selain ijazah kelulusan," ujar Menteri Nasir.

Menristekdikti juga menekankan pentingnya juga memberikan sertifikat kompetesi bagi dosen. "Mahasiswa kita dorong memiliki sertifikat kompetensi tapi ternyata dosennya tidak punya sertifikat kompetensi, maka perlu dilakukan yang namanya retooling," kata Menteri Nasir.

Menristekdikti menyampaikan pihaknya telah melakukan upaya secara besar-besaran pada 2018 untuk mengupgrade para dosen yang belum mendapatkan sertifikat kompetensi pada bidangnya.

Dalam upaya memberikan sertifikasi kepada para dosen, ‘retooling’ atau pengenalan teknologi terbaru kepada para dosen, Kemenristekdikti masih kesulitan mencari para dosen yang berkeinginan untuk mengikuti ‘retooling’ ke luar negeri, seperti Kanada, Swiss, dan Jerman.

"Kalau yang internasional, bujet akan kita keluarkan, bahkan tahun lalu saya menganggarkan sampai dua ribu orang, ternyata yang daftar hanya tiga ratus - empat ratus. Ternyata tidak mudah mencari orang. Dosen kita banyak, tapi ternyata tidak mudah mencari yang siap mengikuti program ini," ungkap Menristekdikti.

Vokasi membangun ekonomi daerah

Menteri Nasir juga menyoroti, dengan adanya pendidikan vokasi yang dekat dengan industri, banyak potensi daerah yang bisa diunggulkan, apabila para pekerjanya memiliki sertifikasi profesi dan bekerja sesuai standar profesional.

Menteri Nasir mendorong pendidikan vokasi atau politeknik dibangun berdasarkan potensi ekonomi daerah sehingga dapat memberi dampak langsung bagi pembangunan ekonomi daerah tersebut melalui SDM yang berkompeten dan memiliki daya saing unggul. 

Misal, Kemenristekdikti mendorong didirikannya politeknik berfokus pada wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkenal akan Naga Komodo dan pesona bawah laut.

"Akhirnya dibuka di sana, Politeknik Politeknik Elbajo Commodus. Menarik sekali ini. Saya minta Anda kalau mau buat politeknik, harus unik kebutuhannya. Pertama, yang dia buat adalah tour guide-nya, kedua kulinernya. (Saya sampaikan) Anda harus kerja sama, harus ambil segmen mana," cerita Menristekdikti.

Ia melanjutkan, "Akhirnya bekerja sama dengan Perancis. Kalau malam hari tidak ada kegiatan, seninya harus dihidupkan, mungkin ada kesenian tradisional, bagaimana agar suasana hidup."

https://edukasi.kompas.com/read/2019/07/18/15100001/revitalisasi-pendidikan-tinggi-vokasi-jangan-jadikan-pilihan-kedua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke