KOMPAS.com - Direktorat Pembinaan SMA (PSMA) dalam "Festival Literasi Siswa (FLS) 2019" mewadahi pengembangan literasi siswa SMA dalam ranah literasi digital melalui kompetisi dan pembinaan literasi siswa yang digelar di Bogor, Jawa Barat, 26-29 Juli 2019.
Selain unjuk prestasi dalam mencipta karya seni seperti cerita pendek, syair, dan komik, Direktorat PSMA mewadahi pula lomba dan pengembangan kompetensi karya seni digital (meme, quotes, kinetic typography) dan narasi digital (vlog, komik web, instastory).
Memusatkan kegiatan di Bogor, Direktorat PSMA mengangkat 4 jenis lomba literasi meliputi: (1) Lomba Cipta Cerpen: “Caraku Mengungkapkan Cinta”, (2) Lomba Cipta Syair +D: “Narasi Cinta untuk Negeri”, (4) Lomba Cipta Komik +D: “Warna Cinta Indonesia” dan (4) Lomba Cipta Meme: “Seberapa Kuatkah Kamu Mencinta?”
"Tambahan 'plus D' adalah upaya kami mendekatkan siswa kepada literasi melalui dunia mereka yaitu dunia digital. Sejak FLS tahun lalu, siswa sudah banyak meminta agar literasi digital dijadikan bagian dari penguatan literasi," jelas Iman Sudjudi, Dewan Juri FLS 2019 SMA.
Sebanyak 100 siswa dari berbagai provinsi Indonesia terpilih untuk berlomba dan mendapat pembekalan dari para maestro literasi dalam rangka penguatan literasi siswa. Mereka merupakan siswa terpilih dari 1.040 karya yang masuk sebelumnya.
1. Komik, eksis di tantangan global
Tidak bisa dipungkiri komik merupakan salah satu media yang dekat dengan siswa meski kita masih harus berjuang keras untuk menjadikan komik Indonesia tuan rumah di negerinya sendiri.
Mendorong upaya itu, tahun ini lomba komik dalam FLS 2019 mulai menggunakan teknologi digital sebagai media lomba.
"Kita sudah banyak melihat bagaimana komik-komik luar biasa diciptakan oleh para siswa dari 'telunjuk' mereka," ujar Iman Sudjudi Dewan Juri Komik dan juga dosen FSRD Institut Teknologi Bandung.
Menariknya, kemampuan siswa dalam olah digital komik tidak hanya dikuasai siswa kota besar saja. "Justru hasil luar biasa kita temukan dari siswa di luar kota-kota besar. Jawa Barat misalnya, tidak hanya Bandung, karya-karya bagus justru datang dari siswa seperti dari Sukabumi atau Depok," cerita Iman.
Kemampuan siswa ini, tambah Iman, perlu didorong dunia industri agar siswa mampu bersaing secara global nantinya. "Untuk itu, dalam FLS kali ini kami menggandeng dunia industri komik, tidak hanya sebagai juri namun juga menjadi mentor dalam memberikan pembekalan bagi para siswa," ujarnya.
Sinta Yudisia Wisudanti, Dewan Juri Cerpen dari Forum Lingkar Pena Jawa Timur menyampaikan minat siswa dalam menekuni pembuatan cerpen (cerita pendek) ini masih sangat besar, meski telah melewati masa keemasan di era-90'an.
"Yang menarik, karya-karta cerpen berkualitas justru banyak datang dari siswa luar Jawa. Kami mempresepsikan bisa jadi disebabkan karena paparan gadget dan media sosial di sana belum sebesar di Jawa," ungkap Sinta.
Sinta juga mengungkapkan, meski Lomba Cipta Cerpen mengangkat tema “Caraku Mengungkapkan Cinta”, kreasi yang dibuat siswa tidak hanya berkisar seputar cinta remaja saja.
"Banyak tema-tema sosial dan bahkan politik muncul, mulai soal pilpres kemarin sampai soal illegal logging muncul. Para siswa memiliki kepekaan dan kekritisan untuk menangkap masalah-masalah itu kemudian diangkat dalam bentuk cerpen yang mereka hasilkan," jelas Sinta.
Sinta berharap lomba dan pembekalan seperti FLS ini lebih banyak dilakukan di daerah sebagai upaya penguatan literasi siswa. "Terlebih bila yang menjadi duta cerpen adalah kalangan siswa sendiri, hal ini akan memberi dampak lebih kuat karena dekat dengan dunia mereka," harap Sinta.
Iman Soleh, Dewan Juri Syair FLS 2019, menyampaikan keberhasilan bangsa besar seperti Jerman, Inggris dan Jepang salah satunya berasal dari upaya mereka menjaga kekuatan budaya syair yang mereka miliki.
Ironinya, Indonesia yang kaya akan kekuatan syair dari tiap daerah justru kehilangan daya tarik pantun, gurindam dua belas dan sejenisnya di kalangan generasi milenial.
"Justru melalui tambahan 'plus D' atau digital ini, kami mencoba memberikan makna baru dari syair agar diminati oleh generasi saat ini," jelas Iman Soleh. Tahun ini, lomba syair FLS 2019 memberikan kesempatan siswa untuk merangkai syair dalam bingkai visual.
"Tetapi tetap kriteria utama penilaian pada kekuatan kata dalam merangkai syair dalam kata. Dan kreasi yang mereka hasilkan luar biasa. Kita kagum generasi ini hanya melalui HP mereka mampu membuat video-video yang bagus dalam waktu tidak lebih dari 5 menit," ujar Iman.
Dosen Institut Seni Budaya Indonesia Bandung ini juga mengharapkan adaptasi teknologi dalam proses kreatif syair akan mendorong siswa makin mencintai kearifan syair yang dimiliki budaya lokal masing-masing daerah.
Meme menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari generasi milenial saat ini. Inilah yang menjadi latar belakang Direktorat PSMA memasukan meme sebagai sebuah bentuk literasi digital guna menarik minat generasi ini.
"Meme saat ini menjadi media yang memberi pesan-pesan satire yang menohok secara sosial, mulai dari pesan yang sifatnya single sel (tunggal) atau multi sel (multi pesan)," jelas Alvanov Zpalanzani, Dewan Juri Meme FLS 2019 dari FSRD ITB.
Alanov menyampaikan, "Banyak siswa berhasil membuat pesan sosial, satire meme yang berakar pada masalah yang ada di sekitar mereka dan berkonteks pada keindonesiaan. Banyak dari karya siswa mengangkat tema-tema dinamika relasi yang mempresentasikan Indonesia."
Tantangan ke depan bagi perkembangan kreativitas meme siswa, tambah Alanov, berpusat pada pesan yang ingin disampaikan. "Kalau kemampuan menguasai teknologi saya rasa siswa sudah sangat menguasai, namun yang penting bagaimana kemampuan membingkai pesan. Itu yang masih perlu banyak di dorong," ujar Alanov
Alanov berharap generasi milenial Indonesia tidak hanya menjadi meme user tapi juga menjadi meme creator. "Kita harap mereka dapat membuat pesan yang peka terhadap konteks sosial yang ada di sekitar mereka secara satir. Jangan malah menjadikan meme menjadi motif pribadi yang meracuni masyarakat," tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/07/28/12054631/menjadikan-cerpen-komik-meme-dan-syair-daya-ungkit-literasi-siswa