Salin Artikel

Penguatan Kompetensi Guru Tidak Perlu Mahal, Bulungan Membuktikan

KOMPAS.com - Pelatihan guru sering dianggap mahal karena membutuhkan anggaran besar. Namun Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) mampu menunjukkan cara yang lebih efesien, efektif, murah tetapi berkualitas.

Sudjati Bupati Bulungan Kaltara menunjukkan terobosan baru dalam mengelola program pelatihan guru SD di Indonesia.

Hanya dengan mengoptimalkan penggunaan BOS (Biaya Operasional Sekolah), BOSDA (Biaya Operasional Sekolah Daerah), tunjangan sertifikasi guru, corporate social responsibility (CSR) dan APBD 2019 sebesar Rp 450 juta, Bulungan dapat melakukan pelatihan bagi 502 orang guru SD.

Padahal guru-guru ini berasal di 145 SD tersebar di perkotaan, pedesaan, pedalaman dan pesisir. Pelatihan dilakukan secara intensif selama 7 bulan dengan 85 jam pelatihan.

Perkuat sistem KKG

“Solusinya adalah memperkuat sistem yang bernama Kelompok Kerja Guru (KKG). Pendekatan baru ini sudah kami pakai melatih guru SD untuk mengajarkan literasi kelas awal,” terang Bupati Sudjati saat menjadi pembicara Indonesia Development Forum (IDF) 2019 yang digagas Bappenas, di Jakarta, Juli 2019 lalu.

Bupati Sudjati mengatakan, dibutuh strategi untuk mendesain program KKG seperti di Bulungan. Wilayah yang luas, APBD yang terus menurun dan kesenjangan keterampilan mengajar guru, menjadi tantangan besar.

Bulungan sendiri luasnya lebih dari 13 ribu kilomenter persegi. Jika dibandingkan dengan DKI Jakarta, Bulungan dua kali lebih luas. Masalahnya belum semua daerah terhubung sarana infrastuktur.

“Banyak sekolah tidak bisa dijangkau jalan darat. Sekolah-sekolah itu hanya bisa dijangkau melalui sungai atau laut. Kondisi ini menyebabkan pelatihan guru akan memakan biaya mahal kalau pakai cara lama,” tambah Sudjati.

Tantangan pembiayaan daerah

Empat tahun terakhir APBD Bulungan menurun tajam. Jika pada tahun 2015 APBD Bulungan berkisar 2 triliun rupiah, angka itu turun menjadi 1.17 triliun rupiah di 2018. Penurunan APBD ini berimbas pada berkurangnya alokasi anggaran pendidikan.

Menurut Neraca Pendidikan Daerah (NDP) Kemendikbud 2018, persentasi alokasi anggaran pendidikan Bulungan dari APBD, menurun dari 16.95 persen di 2016, menjadi 14.53 persen di 2018.

Di sisi lain, Bulungan dituntut untuk terus meningkatkan mutu pendidikan. Saat ini Bulungan memiliki 1.576 guru SD, dimana 37 persen masih berstatus guru honorer. Kebanyakan dari guru-guru ini tamatan SMA dan tidak memiliki latar pendidikan keguruan.

Dari segi keterampilan mengajar, Survei Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (SIPPI) yang dilakukan program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), menemukan guru masih menggunakan pendekatan berpusat pada guru (teachers cantered).

Padahal teachers centred tidak lagi relevan untuk menjawab tantangan pendidikan abad 21. Siswa seharusnya yang lebih aktif. Guru dituntut mampu mengimplementasikan pembelajaran aktif (active learning) dan berperan sebagai fasilitator. “Karena itu pelatihan guru menjadi penting,” tegas Sudjati.

Bersama Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kaltara dan INOVASI, Bulungan mendesain pelatihan berbasis KKG berkualitas tetapi berbiaya murah.

Pelatihan dirancang menggunakan metode in-on-in, sehingga guru benar-benar dibuat mampu mengajar literasi kelas awal dikelasnya. Pelatihan berlangsung selama 7 bulan dengan durasi 85 jam pelatihan.

“Kami menjamin kualitas KKG ini dengan tiga hal yaitu penggunaan modul pelatihan yang bermutu, pelatihan diorganisir oleh fasilitator terlatih, dan pembiayaan berkelanjutan melalui multi sumber,” tambahnya.

Sudjati menekankan pelatihan berbasis KKG juga mendukung penerapan sistem zonasi yang diprogramkan Kemendikbud. Pelatihan berbasis KKG membuat kualitas mengajar guru sama di seluruh SD.

Mereka bisa menerapkan active learning, sehingga potensi anak bisa benar-benar tergali dan berkembang. “Favoritisme sekolah tidak akan terjadi lagi, karena sekolah di kota dan desa, kualitas guru dan cara mengajarnya sudah sama,” kata Sudjati.

Fasilitator dan pelatihan berjenjang

Mengingat wilayah Bulungan yang luas, maka penguatan fungsi zonasi menjadi kunci. Guru-guru dari pedesaan, pedalaman dan pesisir tidak lagi diundang datang pelatihan ke ibukota kabupaten.

Model seperti ini ditinggal karena memakan banyak biaya. APBD Bulungan tidak memungkinkan membiayai akomodasi, konsumsi dan transportasi yang besar. Pusat pelatihan kini dipindahkan ke gugus masing-masing.

Guna memfasilitasi pelatihan di gugus, Bulungan merekrut fasilitator. Mereka berasal dari unsur pengawas, kepala sekolah dan guru terbaik dari gugus dan sekolah masing-masing.

Fasilitator inilah yang bertanggung jawab melakukan pelatihan dan pendampingan ke sekolah-sekolah. Masing-masing gugus bisa memiliki 5 sampai 11 orang fasilitator, tergantung jumlah SD di tiap gugus.

“Sampai sekarang kami sudah punya 102 fasilitator,” tukas Sudjati.

Pelatihan untuk pelatih (training of trainers) bagi fasilitator dilakukan berbasis kecamatan dan digelar paralel. Kecamatan yang aksesnya mudah, melakukan ToT di masing-masing daerah. Sedangkan kecamatan yang sulit akses, melakukan ToT dengan model gabungan kecamatan.

Setelah ToT selesai, fasilitator mengorganisir dan melalukan pelatihan serta pedampingan di gugus dan sekolah masing-masing. Proses pelatihan dan pendampingan di gugus dimonitoring terus menerus oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Diskdikbud) Bulungan melalui media sosial.

Berbagi pembiayaan

Ahli Monitoring, Evaluation, Research and Learning (MERL) INOVASI Kaltara, Priscillia Clara Suatan, mengatakan Bulungan sangat efesien dan efektif dalam pembiayaan KKG.

Bulungan berhasil mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber keuangan yang ada di sekolah.

“Optimalisasi penggunaan BOS, BOSDA dan tunjangan sertifikasi untuk membiayai pelatihan merupakan terobosan, ditengah menurunnya besaran APBD. Sumber-sumber keuangan ini sebenarnya sudah ada di sekolah dan bisa dipakai untuk meningkatkan kompetensi guru,” terangnya.

Lebih lanjut Priscillia mengatakan, pembagian pembiayaan KKG yang dilakukan Bulungan sangat produktif.

Dukungan APBD sebesar Rp. 450 juta digunakan untuk empat pos utama yaitu ToT untuk fasilitator, rapat koordinasi, refleksi fasilitator pasca pelatihan dan pendampingan, dan monitoring/evaluasi oleh Disdikbud Bulungan.

Sedangkan pelatihan dan pendampingan di tingkat gugus, dibiayai bersama oleh sekolah menggunakan BOS, BOSDA dan tunjangan sertifikasi guru.

“Jika dilihat angka 450 juta rupiah dari APBD, sebenarnya itu cukup kecil untuk wilayah seluas Bulungan. Tapi karena penggunaannya sangat produktif, anggaran sekecil itu bisa digunakan untuk melakasanakan KKG secara terstruktur, sistematik, massif dan murah,” tambahnya.

Kepala LPMP Kaltara, Jarwoko mengapresiasi program KKG yang dilakukan Bulungan. Ia mengatakan, pelatihan berbasis KKG penting untuk mendukung Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru.

Sebagai tenaga professional, guru dituntut melakukan pengembangan diri secara terus menerus, baik secara kolektif maupun perorangan. Hanya dengan pelatihan berkelanjutan, guru bisa menjawab tantangan zaman.

Dengan adanya pelatihan berbasis KKG ini, kualitas materi pelatihan lebih terkontrol, ada dokumentasinya dan bisa dilihat perubahannya. “LPMP memiliki tujuan yang sama dengan Bulungan untuk meningkatkan mutu pendidikan, itu sebabnya kami mendukung program KKG ini,” tambahnya.

Sedangkan Guru Besar Universitas Negeri Makkasar (UNM), Prof. Patta Bundu, M.Ed, menekankan pentingnya program KKG guna mendukung penerapan sistem zonasi.

KKG menjadi sarana paling efektif untuk memeratakan mutu pendidikan. Guru-guru dalam zona yang sama bisa berlatih dan saling belajar. Agar produktif, setiap KKG harus memiliki program, sumberdaya manusia (SDM) dan peserta.

”Namun agar mutu pendidikan bisa benar-benar merata, maka KKG harus juga dilaksanakan secara merata (menjangkau semua sekolah),” tutup pakar pendidikan dasar ini.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/01/07231821/penguatan-kompetensi-guru-tidak-perlu-mahal-bulungan-membuktikan

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke