Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jelang Kemerdekaan, Kesehatan Jiwa Jadi Tantangan Pembangunan SDM

KOMPAS.com - Prodi Magister Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta dan FK - KMK Universitas Gajah Mada Yogyakarta berkolaborasi dengan Penerbit Buku Kompas meluncurkan buku "Jiwa Sehat, Negara Kuat"  

Peluncuran buku di Unika Atma Jaya Jakarta (13/8/2019) ini menghadirkan beberapa narasumber bedah buku di antaranya; Prof. Hans Pols (University of Sidney), Nani Nurrachman (Unika Atma Jaya), Nova Riyanti Yusuf (Komisi IX DPR-RI), Bagus Utomo (KSPI) dan Prof. Byron Good (Harvard University).

Buku yang didedikasikan kepada Pandu Setiawan, pionir kesehatan jiwa Indonesia, secara simbolis diberikan Prof. Hans Pols kepada Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Antonius Trinugroho.

"Harian Kompas melalui Penerbit Buku Kompas selalu memberikan perhatian khusus kepada isu-isu penting namun kurang mendapatkan spotlight, termasuk isu kesehatan jiwa ini," ujar Antonius Trinugroho di awal acara.

"Menyongsong 17 Agustus ini saya bahagia sekali karena visi yang disampaikan Presiden Jokowi menyuarakan harapan kita semua yaitu menyiapkan sumber daya manusia berkualitas ke depan," jelas Nova Riyanti Yusuf, pembicara dan salah satu penulis buku "Jiwa Sehat, Negara Kuat".

Perempuan yang akrab disapa Noriyu ini menjelaskan, "Undang-undang Kesehatan Jiwa sejak 2014 telah memuat bagaimana mengatur SDM termasuk upaya promotif, seperti dikatakan Pak Jokowi, mengasuh anak dari mulai kandungan sampai masa remaja yang risk taking." 

Ia menekankan sangat penting untuk mengawal generasi remaja yang dipandang sebagai "Generasi Emas" menuju 100 tahun Indonesia di 2045. "Mereka yang akan menjadi pemimpin dan menjalankan roda pemerintahan. Kita harus bertanggungjawab mempersiapkan mereka," tegas Noriyu.

Ironis, Noriyu menyebutkan penelitian yang dilakukannya menyebutkan 13,28 persen remaja justru rentan ide bunuh diri. "Kita menumpukan (masa depan) kepada mereka namun kita tidak menjaga kesehatan jiwa mereka," ujar dokter spesialis kesehatan jiwa lebih lanjut.

Ia mengharapkan pemerintah harus memiliki mindset big data analysis di Pusat Kesehatan Jiwa yang belum dimanfaatkan pemerintah. "Kita memiliki rapor kesehatan siswa yang seharusnya dapat menjadi sumber data untuk pengembangan SDM berbasis bukti atau data," lanjutnya.

Melalui ini diharapkan dapat dibuatkan formulasi memberdayakan remaja dalam membentuk generasi dengan mental dan emosional  baik, jauh dari korupsi, taat pajak, toleransi dan lainnya.

Prof. Hans Pols menambahkan, "Pendidikan menjadi dasar pembentukan SDM. Pendidikan dapat memaksimalkan seluruh potensi kemampuan manusia untuk membangun bangsa termasuk bagaimana menumbuhkan karakter dengan mental yang sehat seperti yang kita bahas dalam seminar ini."

Dalam kesempatan sama, Prof. Hans Pols melihat polarisasi selama dan pascapemilihan presiden menjadi tantangan dalam membangun kesehatan jiwa bangsa ke depan. 

"Soal polarisasi yang menjadi sangat kuat dan rendahnya toleransi tidak hanya dialami Indonesia dan menjadi 'mental illnes' yang dihadapi banyak negara seperti Amerika Serikat dan juga Australia," ujar Prof. Hans.

Prof. Hans menyampaikan, "Meningkatkan toleransi, menerima dan merayakan perbedaan harus banyak direalisasikan untuk kehidupan  yang lebih baik. Sangat penting bangsa ini tidak mengalami kejatuhan moral."

Apakah bangsa ini dapat sembuh dari luka politik? "Tergantung. Tergantung pada kedua pihak besar untuk menerima. Trauma politik pemilu sangat menyedihkan. Trauma hoaks juga sangat menyedihkan. Tapi cara kita untuk menyembuhkan diri dari luka adalah menerima dan melewati itu semua."

"Janji Soekarno-Hatta untuk membentuk Indonesia Raya membuat kita yakin bahwa berbagai pihak dapat kembali bergandeng tangan dan bersama melihat Indonesia adalah negara yang hangat, bersimpati dan indah," tegas Prof. Hans.   

Noritu juga menyampaikan hal yang sama, "Tidak banyak masyarakat bersedia menyadari bahwa ini adalah proses politik maka tidak ada yang abadi saat bicara kepentingan."

"Namun saya perhatikan masyarakat Indonesia cukup jenaka dan dewasa. Banyak sekali peristiwa yang sebenarnya berat dihadapi berakhir dengan meme jenaka. Salah satu mekanisme pertahanan diri yang dewaasa adalah Humor," jelasnya.

"Life goes on. Pak Jokowi sebagai Presiden terpilih menyampaikan visi misi, itu sudah merupakan genderang mengajak segenap masyarakat untuk kembali menjalankan kehidupan dengan produktif menatap ke depan bersama-sama memajukan Indonesia," tutup Noriyu.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/14/11575301/jelang-kemerdekaan-kesehatan-jiwa-jadi-tantangan-pembangunan-sdm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke