Salin Artikel

Memanggil Diaspora "Pulang", Jadi Agen Penguatan SDM Indonesia

KOMPAS.com -  Sebagai rangkaian peringatan Hari Kemerdekaan ke-74 RI, Kemenristekdikti menggelar Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) di Jakarta pada 18-25 Agustus 2019. Dipastikan, 52 ilmuwan diaspora akan hadir dalam SCKD tersebut.

Pada penyelenggaraan SCKD tahun ini, Kemenristekdikti turut menjalin kerja sama dengan mitra strategis seperti Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Akademi Ilmuan Muda Indonesia (ALMI), dan Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional (I-4). 

Ilmuwan diaspora yang hadir dalam acara ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pada negara, terutama dalam akselerasi dan transfer keilmuan, serta kemajuan riset bagi peningkatan daya saing bangsa.

Yudi Darma, Ketua Pelaksana mengatakan, SCKD tahun ini memang tidak berbeda dengan tahun sebelumnya. "Tahun ini ilmuwan diaspora dijadwalkan melakukan kunjungan ke Istana Wakil Presiden Republik Indonesia untuk berdiskusi, membahas ilmu pengetahuan Indonesia perihal manajemen talenta SDM di Indonesia," jelas Yudi Darma.

Momentum kuatkan jaringan

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri, Cecep Hermawan, mengatakan konsep SCKD sangat sejalan dengan apa yang selama ini diharapkan pemerintah tentang kolaborasi antar-sektor dan pemanfaatan talenta Indonesia di luar negeri untuk kemajuan bangsa.

Dirjen Cecep juga mengapresiasi perihal kerja sama yang saat ini dijalin antara Kemenristekdikti dan Kemenlu pada pelaksanaan SCKD tahun ini. “Ini merupakan embrio yang ditunggu-tunggu. Kolaborasi tanpa sekat antara lembaga pemerintah,” ujarnya.

Hutomo Suryo Wasisto, ilmuwan diaspora Indonesia lulusan UGM dan kini menjabat Head of LENA-OptoSense, CEO of IG-Nano, di TU Braunschweig, Jerman menyambut baik undangan pemerintah untuk bersumbangsih pada negara melalui program SCKD 2019.

"SCKD bukan hanya sekadar seremonial belaka, tetapi momentum untuk menguatkan jalinan kerja sama antara perguruan tinggi Indonesia dan lembaga pendidikan dan penelitian di luar negeri," tegasnya.

Hal senada disampaikan Bagus Muljadi, ilmuwan diaspora lulusan ITB yang kini menjadi Assistant Professor of Engineering, University of Nottingham, Inggris dan turut mengadministrasi lebih dari Rp 200 milyar dana riset dari pemerintah UK dan Eropa. 

"Hal ini memberikan makna dan peran bagi diaspora, negara sudah hadir. Rasa kebangsaan yang ditimbulkan ini menjadi intensif besar bagi kami untuk kembali pulang dan berkolaborasi meningkatkan SDM seperti yang dicanangkan Pak Jokowi dalam periode ke-2 pemerintahnya," ujar Bagus.

"Sejak awal tujuan saya pergi ke Jerman karena suatu saat nantinya saya ingin mengumpulkan orang Indonesia ke Jerman, ingin mentraining orang Indonesia di Jerman untuk nantinya kembali ke Indonesia dan membangun Indonesia," jelas Suryo Wasisto yang akrab dipanggil Ito.

Agar pesan Presiden Jokowi bisa menjadi program nyata, para ilmuwan diaspora berharap SCKD ini dapat menghasilkan program berkelanjutan. 

"Para diaspora dapat menjadi satelit dan jembatan untuk memfasilitasi knowledge exchange membangun Indonesia dari dunia, termasuk lewat manajemen talenta," ujar Bagus.

Ito menambahkan, "Manajemen talenta perlu didorong pada kerja sama jangka panjang, bukan hanya program yang sifatnya satu atau dua tahun saja. Diaspora yang hadir dalam SCKD akan ditrack kerjasamanya dengan ilmuwan di Indonesia hingga bisa dilihat output dari hasil kerja sama ini."

"Talenta di Indonesia ada banyak. Dengan adanya diaspora dapat menjembatani dan membantu para ilmuwan Indonesia untuk riset, dana hingga soal kendala sederhana seperti bahasa, culture shock. Dari hampir semua aspek; teknis, budaya hingga sosial," terang Ito.

Hal senada disampaikan Bagus, "Kualitas SDM luar biasa. Kalau bersama-sama kita lakukan ini, universitas Indonesia akan memiliki iklim akademis yang setara dengan universitas luar dan mampu bersaing secara global."  

Perihal kolaborasi, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti  menyampaikan, kebutuhan Indonesia akan SDM unggul sudah tidak bisa ditahan lagi.

"Bonus demografi yang akan dihadapi saat ini akan sangat menentukan jalannya roda pembangunan Indonesia di masa depan bila saat ini sudah dipersiapkan dengan baik. Ketersediaan SDM yang unggul menjadi kunci untuk memudahkan jalan Indonesia menjadi negara yang maju," tegas Dirjen Ghufron.

Melihat potensi yang ada, Dirjen Ghufron mengingatkan jangan sampai sumber daya alam yang dimiliki Indonesia jadi sebuah kutukan dan terjebak dalam gap ekonomi negara-negara yang sedang berkembang.

"Agenda (SKCD) ini merupakan agenda yang tepat dalam mengukuhkan kembali jejaring kebangsaan yang dimiliki bangsa serta pengelolaan manajemen talenta demi menyongsong Indonesia berdaya. Tidak hanya bagi SDM dalam negeri, tetapi juga di luar negeri," tegasnya.

Acara SCKD tahun ini akan dihadiri ilmuwan diaspora terkemuka dunia seperti Prof. Chennupati Jagadish (Australian National University Research School of Physics and Engineering, Australia) dan Prof. Rose Amal (UNSW Scientia Professor and an ARC Laureate Fellow).

Selain itu, SCKD tahun ini juga akan menghadirkan sosok penting di balik Pembangunan Ekonomi Nasional yakni Prof. Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2009-2014.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/18/11110481/memanggil-diaspora-pulang-jadi-agen-penguatan-sdm-indonesia

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke