KOMPAS.com - Tujuan pembelajaran diharapkan tidak hanya mampu membuat siswa paham kemudian memperoleh nilai baik, namun juga perlu didorong agar siswa mampu memiliki karakter keterampilan dari mata pelajaran (mapel) yang diikuti.
Hal ini menjadi pokok bahasan dalam pengembangan Modul II "Program Pintar" (pengembangan inovasi untuk kualitas pembelajaran) yang digelar Tanoto Foundation di Tangerang, 14-16 Agustus 2019.
Program yang berfokus pada kekhasan karakter mata pelajaran ini diikuti sekitar 80 dosen LPTK, guru, dan kepala sekolah. Pengembangan Modul II Program Pintar meliputi beberapa mapel yakni matematika, IPA, bahasa Indonesia, IPS, bahasa Inggris, dan Literasi Kelas Awal.
"Meski telah mengalami banyak kemajuan, salah satu tantangan pembelajaran di kelas adalah ternyata masih banyak guru yang belum menyadari bahwa mereka belum memahami proses pembelajaran yang sesungguhnya," Stuart Weston, Direktur Program Pintar Tanoto Foundation di sela-sela diskusi (14/8/2019).
Keterampilan mapel
Stuart menyampaikan masih banyak guru melakukan proses belajar dengan cara klasikal di mana guru hanya menerangkan dan siswa hanya mendengar, mencatat dan menghafal di kelas.
"Kami berharap para guru dan kepala sekolah yang dilatih dapat memberikan pembelajaran berkualitas yang membuat siswa mengembangkan potensi terbaiknya untuk meningkatkan kesetaraan peluang," kata Stuart Weston.
Sebagai contoh, dalam pembelajaran IPS guru dilatih mengembangkan keterampilan IPS dan sikap sosial siswa.
Keterampilan IPS yang dimaksud adalah keterampilan berpikir kritis, mengolah informasi, berperan dalam kelompok, dan mampu mengkonstruksi pengetahuan baru dan memiliki sosial positif seperti peduli, jujur, santun, dan bertanggungjawab.
"Guru IPS setiap mengajar harus memastikan keterampilan IPS dan sikap sosial muncul dalam setiap pembelajaran," kata Sukma Erni, dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau, yang menjadi salah fasilitator nasional Program Pintar Tanoto Foundation.
Tidak hanya rumus dan hafalan
Hal senada disampaikan Ujang Sukandi, Kepala Pelatihan Sekolah dan Guru Program PINTAR Tanoto Foundation.
"Setiap mapel memiliki karakter keterampilan dan proses tersendiri yang perlu dilatihkan secara berkelanjutan kepada siswa. Dalam Modul II ini, guru akan dilatih mengajar yang sesuai kekhasan karakter mapel," jelasnya.
Dia menyontohkan, dalam pembelajaran matematika siswa diharapkan juga memiliki keterampilan matematika seperti penalaran, pembuktian, representasi, koneksi, komunikasi; dan proses: penyelidikan, penemuan, dan pemecahan masalah.
"Jadi dalam belajar matematika, siswa jangan hanya diberikan rumus, tetapi siswa perlu difasilitasi untuk menemukan rumus tersebut," kata Ujang Sukandi.
Menurut Ujang, pembelajaran yang mengembangkan karakter mapel tersebut dapat mengembangkan potensi anak, yaitu rasa ingin tahu dan berimajinasi di mana kedua hal tersebut merupakan dasar bagi kreativitas.
Berpikir kritis dan kreatifitas
Sementara pada pembelajaran IPA, kekhasannya ada pada menemukan jawaban dari persoalan dengan cara metode ilmiah guna menumbuhkan kemampuan berpikir kritis menganalisa soal dan kreatif dalam melahirkan inovasi.
Menurut Woro Sri Hastuti, dosen Universitas Negeri Yogyakarta yang juga tim penyusun Modul II Program Pintar, ketika siswa belajar perpindahan panas, tidak cukup hanya dijelaskan secara teori dan atau menghitung rumus.
Siswa perlu difasilitasi untuk membuat alat sederhana penahan panas.
"Misalnya, siswa ditugaskan membuat botol yang bisa membuat air panas terjaga panasnya. Mereka akan bereksprimen membuat wadah penahan panas dari berbagai bahan seperti alumunium foil, koran bekas, kain bekas, atau kardus bekas, untuk menemukan bahan yang paling bagus menjaga air tetap panas. Mereka akan belajar penerapan konsep perpindahan panas dalam kehidupan sehari-hari," tukasnya.
Sedangkan dalam modul pembelajaran bahasa Indonesia, dikembangkan 4 strategi memecahkan masalah pembelajaran bahasa Indonesia yang sering terjadi di kelas, yaitu, mengorganisasi informasi menggunakan graphic organizer, menulis cerpen dengan literasi visual, mengidentifikasi informasi dengan menentukan gagasan utama bacaan, dan menulis teks prosedur dengan strategi rekonstruksi kegiatan.
"Kami mengembangkan empat strategi tersebut untuk membantu meningkatkan kemampuan literasi yang bermanfaat belajar pada semua mapel," ujar Pujito guru SMPN 2 Kudus, Jawa Tengah.
Ia menambahkan, "Misalnya, mengidentifikasi informasi yang sering muncul di kompetensi dasar kurikulum. Hanya saja siswa selama ini sering kesulitan mengidentifikasi informasi karena pembelajaran lebih banyak diceramahkan."
"Dengan pembelajaran inovatif guru dapat menggunakan media belajar melalui graphic organizer dengan pembuatan peta konsep atau diagram dapat memudahkan siswa mengidentifikasi informasi," kata Pujito
Sedangkan pada pembelajaran literasi kelas awal, guru dilatih meningkatkan kemampuan literasi siswa melalui kegiatan membaca bersama, membaca terbimbing, dan meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan; dan salah satunya menggunakan 'buku besar'.
Pada Modul II ini juga dikembangkan materi pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berfokus pada transparansi dan akuntabilitas manajemen sekolah, supervisi pembelajaran, dan pengelolaan budaya baca.
Modul II ini nantinya akan dilatihkan kepada 448 fasilitator daerah tersebar di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur. Para fasilitator daerah tersebut selanjutnya akan melatih dan mendampingi kembali 440 sekolah dan madrasah mitra.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/19/18290341/guru-ditantang-kembangkan-karakter-mata-pelajaran