Salin Artikel

Membangun Ekosistem Riset Indonesia-Diaspora Berdampak Global

KOMPAS.com - Kolaborasi dan optimalisasi dana penelitian/riset menjadi dua pokok bahasan yang mengemuka dalam diskusi "Pembangunan Ekosistem Riset Nasional, Pengelola Dana Penelitian Indonesia" yang digelar Kemenristekdikti di Gedung Kemenristekdikti di Jakarta (19/8/2019).

Acara ini merupakan rangkaian SCKD (Simposium Cendikia Kelas Dunia) akan digelar pada 18-25 Agustus 2019 dan diikuti sebanyak 52 ilmuwan diaspora dari 18 negara.

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekditi Muhammad Dimyati memberikan apresiasi positif atas masukan yang diberikan ilmuwan diaspora dalam "Diskusi Kebijakan Pembangunan SDM Indonesia Bersama Ilmuwan Diaspora". 

"Saya kira sangat bagus ilmuwan diaspora dapat menyampaikan informasi yang mereka alami di negara masing-masing mereka berada. Itu bisa memperkaya implementasi kebijakan kita," ujar Muhammad Dimyati.

Membangun ekosistem riset

Melalui Harian Kompas, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, "Menyadari bahwa riset merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan untuk peningkatan produktivitas nasional yang unggul dan berdaya saing, pemerintah akan mengalokasikan dana abadi untuk penelitian."

Dana ini nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset, terutama pada riset dan penelitian yang memiliki potensi multiplier effect yang besar.

"Di sinilah diaspora dapat mengambil peran dalam memberi masukan-masukan positif apa saja yang dapat diaplikasikan berdasarkan pengalaman mereka untuk membangun ekosistem penelitian yang kondusif sehingga bangsa Indonesia dapat lebih maju dan memiliki daya saing," ujar Dimyati.

Dia juga menyampaikan, "Kolaborasi riset akan mengacu pada Rencana Induk Riset Nasional dan kita telah memiliki prioritas riset nasional yang dituangkan dalam RPJMN 2020-2024 sehingga acuan kerja sama dengan diaspora pun juga akan merujuk rencana induk ini."

Undangan kolaborasi ini mendapat tanggapan positif dari ilmuwan diaspora, di antaranya Bagus Muljadi, ilmuwan diaspora lulusan ITB yang kini menjadi Assistant Professor of Engineering, University of Nottingham, Inggris dan turut mengadministrasi lebih dari Rp 200 milyar dana riset dari pemerintah UK dan Eropa.

"Dalam diskusi ini kami mendapat informasi dan penjelasan langsung dari intern Kemenristekdikti bila selama ini hanya mendengar informasi dari luar saja sehingga teman-teman diaspora dapat membantu membagikan berita lebih positif perihal riset dan penelitian di Indonesia," ujarnya.

Bagus juga melihat, penekanan kerja sama riset bukan hanya fokus jumlah anggaran namun juga pada pengoptimalan penggunaan anggaran itu sendiri.

"Teman-teman di Indonesia ini memang harus bisa memetakan soal apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam penelitian yang memberi dampak pada masyarakat. Mana yang penting dan krusial untuk dicarikan solusinya, karena bantuan dana riset dari luar negeri akan juga memperhatikan apa yang paling krusial atau masalah pokok negara tersebut," tegasnya.

Bagus juga menilai adanya lembaga riset yang tersentralisasi namun bersifat kolaboratif dan interdisipliner atau lintas keilmuan akan dapat memangkas biaya operasional besar di banyak lembaga sehingga dapat fokus membangun ekosistem riset dan penelitian seperti banyak negara maju seperti Inggris, Amerika dan bahkan Malaysia.

Pada hari yang sama (19/8/2019), ilmuwan diaspora Indonesia peserta SCKD 2019 juga berkesempatan berkunjung ke Kantor Wakil Presiden Republik Indonesia. 

Dalam kunjungan tersebut, Wakil Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa diaspora Indonesia tak perlu harus pulang. Ia menyilakan diaspora untuk pergi jauh ke mana pun untuk belajar dari negara-negara lain.

Menurutnya, hal ini juga dilakukan diaspora Tiongkok, India, bahkan Filipina. Namun, justru itulah yang membuat negara mereka maju. Ilmuwan diaspora diharapkan menjadi jembatan antara Indonesia dan kemajuan global untuk membangun Indonesia dari dunia.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/19/21511941/membangun-ekosistem-riset-indonesia-diaspora-berdampak-global

Terkini Lainnya

Minat Siswa Belajar Sains Menurun, Wakil Dekan FMIPA UGM Ungkap Penyebabnya

Minat Siswa Belajar Sains Menurun, Wakil Dekan FMIPA UGM Ungkap Penyebabnya

Edu
Beasiswa JIS untuk Siswa Kelas 8-10, Gratis Biaya Sekolah Sampai Lulus

Beasiswa JIS untuk Siswa Kelas 8-10, Gratis Biaya Sekolah Sampai Lulus

Edu
Ramai Tagar KaburAjaDulu, Cek 10 Beasiswa S1-S3 Gratis ke Luar Negeri Tak Wajib Pulang ke Indonesia

Ramai Tagar KaburAjaDulu, Cek 10 Beasiswa S1-S3 Gratis ke Luar Negeri Tak Wajib Pulang ke Indonesia

Edu
Menteri Mu’ti: ASN Harus Kerja Lebih Cerdas dan Inovatif di Tengah Efisiensi Anggaran

Menteri Mu’ti: ASN Harus Kerja Lebih Cerdas dan Inovatif di Tengah Efisiensi Anggaran

Edu
Syarat Nilai Rapor untuk Daftar IPDN dan Jurusannya, Kuliah Gratis Bisa Jadi CPNS

Syarat Nilai Rapor untuk Daftar IPDN dan Jurusannya, Kuliah Gratis Bisa Jadi CPNS

Edu
Kemenag: 39.012 Siswa Daftar Madrasah Aliyah Unggulan Tahun 2025

Kemenag: 39.012 Siswa Daftar Madrasah Aliyah Unggulan Tahun 2025

Edu
Anak Usaha PT KAI Buka Lowongan Kerja Pramugara-Pramugari 2025, Lulusan SMA Bisa Daftar

Anak Usaha PT KAI Buka Lowongan Kerja Pramugara-Pramugari 2025, Lulusan SMA Bisa Daftar

Edu
Pendanaan Riset Kampus Swasta, Mendikti Brian Akan Dorong Industri Investasi Riset

Pendanaan Riset Kampus Swasta, Mendikti Brian Akan Dorong Industri Investasi Riset

Edu
Mendikti Brian Sebut Kampus Vokasi Juga Bekali Sains dan Teknologi

Mendikti Brian Sebut Kampus Vokasi Juga Bekali Sains dan Teknologi

Edu
Tes CBT Masuk MAN Unggulan Berlangsung 2 Hari, Catat Tanggal Pengumumannya

Tes CBT Masuk MAN Unggulan Berlangsung 2 Hari, Catat Tanggal Pengumumannya

Edu
Kemendikdasmen: Pembelajaran Saat Ramadhan 2025 Jangan Membebani Siswa

Kemendikdasmen: Pembelajaran Saat Ramadhan 2025 Jangan Membebani Siswa

Edu
Viral Kabur Aja Dulu, Dosen UGM: Itu Karena Negara Kurang 'Hadir' di Masyarakat

Viral Kabur Aja Dulu, Dosen UGM: Itu Karena Negara Kurang "Hadir" di Masyarakat

Edu
39 Ribu Lebih Siswa Ikuti Seleksi Masuk MAN Unggulan 2025

39 Ribu Lebih Siswa Ikuti Seleksi Masuk MAN Unggulan 2025

Edu
8 Makanan Manusia Boleh Dimakan Kucing, Dosen IPB: Ada Sayuran

8 Makanan Manusia Boleh Dimakan Kucing, Dosen IPB: Ada Sayuran

Edu
Cerita Vicky Jadi Guru PAUD di Jerman, Gaji Rp 60 Juta Per Bulan

Cerita Vicky Jadi Guru PAUD di Jerman, Gaji Rp 60 Juta Per Bulan

Edu
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke