KOMPAS.com – StuNed merupakan program beasiswa penuh hasil kerja sama Pemerintah Belanda dan Indonesia. Hingga 2019 ini program tersebut sudah dilaksanakan selama 20 tahun.
Berdasarkan data Nuffic Neso Indonesia selaku tim pengelola beasiswa tersebut, StuNed sudah menghasilkan 4.619 alumni yang menempuh studi di berbagai kota di Negeri Kincir Angin.
Salah satu alumninya adalah Maria Goreti Ika Riana. Maria berhasil memperoleh beasiswa StuNed pada 2009 untuk menjalani kuliah di bidang kemanusiaan di Kota Groningen, Belanda.
Latar belakang Maria ingin mendapatkan beasiswa itu karena pekerjaannya yang bergerak di bidang kemanusiaan. Saat itu dia bekerja di suatu lembaga palang merah internasional yang berbasis di Indonesia, khususnya beroperasi di wilayah Aceh dan Yogyakarta.
Padahal, dasar pendidikan kuliahnya merupakan seorang sarjana dari Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Hal itu membuatnya merasa perlu mencari ilmu khusus di bidang kemanusiaan sesuai pekerjaannya.
"Saya bekerja di bidang kemanusiaan, padahal saya sendiri lulusan PBI Sadhar. Secara akademis masih kurang sreg. Setelah lima tahun bekerja di palang merah internasional, saya pikir harus dapat ilmu secara akademis untuk bidang kemanusiaan," ujar Maria saat ditemui di Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Setelah mencari informasi ke berbagai sumber, Maria memutuskan untuk mengirimkan aplikasi beasiswanya ke StuNed.
Melalui proses yang tidak gampang, akhirnya dia dinyatakan diterima dan bisa menempuh kuliah jenjang S-2 di jurusan Humanitarian Action di University of Groningen selama 1,5 tahun.
Menurut Maria, jurusan yang sama ada di beberapa negara lain di Eropa, misalnya Swedia, Jerman, Irlandia, Belgia, Perancis, dan Spanyol. Namun, dia menentukan pilihan di Groningen.
Selain melakukan studi, di kampus tersebut Maria bisa mendapatkan teman dan kenalan baru yang secara tak sengaja malah membuat jaringan pergaulannya semakin luas.
Sebab, di jurusan tempatnya kuliah itu juga banyak orang yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan, seperti humanitarian law, politik, manajemen, antropologi, dan psikologi.
“Saya dapat networking luas, bisa bertemu orang dari berbagai bidang itu. Semua masuk ke jurusan yang sama dengan background profesional yang berbeda-beda sehingga memperkaya networking saya," imbuhnya.
Ternyata, jaringan yang semakin luas itu tidak hanya membantunya saat kuliah, tetapi juga ketika mencari pekerjaan selepas lulus kuliah. Dia pun memanfaatkan berbagai kenalannya di sana hingga membawanya bekerja di International Federation of Red Cross.
Dari banyak pengalaman pendidikan dan pekerjaan di dunia internasional yang telah dia alami hingga saat ini, Maria berbagi motivasi kepada generasi muda yang ingin melanjutkan kuliahnya, termasuk para pencari beasiswa ke luar negeri.
Dia menuturkan, pepatah yang mengatakan bahwa 'tuntutlah ilmu setinggi-tingginya' itu memang benar. Maria bilang, mahasiswa tak perlu takut punya cita-cita tinggi.
"Karena, kalau dilakukan dengan usaha sungguh-sungguh pasti cita-cita itu akan tercapai. Sama halnya dengan mencari beasiswa, butuh banyak usaha dan kerja keras untuk bisa memperolehnya sehingga bisa kuliah sesuai jurusan yang ditekuni," ucap Maria.
Maria bahkan mengaku pernah mengalami dua kali kegagalan saat mencoba mencari beasiswa. Beasiswa StuNed yang didapatkannya itu merupakan usaha ketiga kali yang bisa mengantarkannya kuliah di Groningen, Belanda.
"Kalau bercita-cita itu setinggi-tingginya. Untuk mencari beasiswa tidak mudah, banyak syarat, jangan malas dan menyerah kalau gagal sekali. Saya sudah dua kali gagal, akhirnya dapat yang ketiga kalinya. Jadi, jangan putus asa," pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/09/12/11121791/2-kali-gagal-raih-beasiswa-langsung-menyerah-contohlah-maria