Seharusnya para pelajar itu berada di sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar atau melakukan aktivitas lainnya yang bermanfaat.
Selain terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi remaja, salah satu aktivitas positif yang bisa dikerjakan pelajar remaja yaitu bergabung dalam Forum Anak yang dibentuk oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Ini merupakan forum sebagai wadah untuk mendorong keterlibatan anak dalam pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya serta dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman, dan kemauan bersama.
Perlindungan berbasis masyarakat
Dengan demikian, anak bisa menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut. Syarat utama menjadi anggota Forum Anak yaitu masih berusia anak atau di bawah 18 tahun.
Syarat lainnya yakni bergabung atas dasar kesadaran sendiri, melampirkan surat izin orang tua atau wali, dan bersedia menjaga nama baik diri sendiri dan organisasi.
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian PPPA Valentina Ginting menuturkan, selama ini Forum Anak sudah dibentuk hingga tingkat perdesaan untuk memperluas partispasi masyarakat dan keterlibatan warga di mana pun berada.
“Kami petakan sebaga salah satu strategi yang disebut Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Ini syarat penting dalam proses pelibatan anak itu sendiri,” ucap Valentina ketika dijumpai di kantor KPAI, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Terkait fenomena demonstrasi pelajar belakangan ini yang dilakukan dengan kekerasan, dia mengungkapkan bahwa peristiwa itu menjadi catatan penting.
Dikatakan pula, sebelumnya dalam survei nasional tahun 2018 tentang perlindungan anak dan remaja, sebanyak 70 persen pelaku kekerasan adalah anak dan teman sebayanya. Fenomena ini harus didalami lagi mengenai penyebabnya.
Valentina menyebutkan, menurut seorang sosiolog, saat anak berusia remaja, yaitu 13 sampai 17 tahun, mereka sedang dalam masa mencari identitas diri.
“Kita sebut pubertas. Mereka mencari role model, melihat kakak-kakaknya (mahasiswa) bisa, keren-keren. Kita bisa lihat dua sisi, apakah memang inisiatif mereka sendiri untuk bergerak atau itu digerakkan. Ini yang belum bisa dijawab,” imbuhnya.
Rumusan partisipasi
Sehubungan dengan itu, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah berpendapat, fenomena demonstrasi pelajar menjadi tantangan perumusan partisipasi anak-anak ke depannya.
Banyak pihak yang mempertanyakan boleh atau tidak anak-anak mengeluarkan pendapatnya ke DPR. Lalu apakah ada jaminan aspirasi itu bisa disampaikan dengan tertib dan aman?
“Artinya, demo seperti apa yang boleh untuk anak. Ini merupakan tantangan kita bersama. Forum Anak sesungguhnya ingin mengkanalisasi itu, tujuan besarnya justru memunculkan minat, bakat, bahkan semua kemampuan anak dalam berpendapat,” ujar Ai.
Dia menambahkan, keterlibatan pelajar dalam demonstrasi dan kekerasan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Regulasi ini mengatur mengenai keterlibatan anak yang belum berusia 18 tahun dalam kegiatan tertentu, termasuk aksi unjuk rasa.
“Kita memiliki rambu-rambu yang mencegah sedini mungkin anak-anak tidak masuk dalam kategori kerusuhan dan kekerasan. Ini semangat KPAI dalam melakukan antisipasi, tapi tetap berpegang pada kepentingan anak,” pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2019/09/28/20091381/cegah-demonstrasi-pelajar-forum-anak-bisa-jadi-solusi