Salin Artikel

Hai Orangtua Kurangi Menuntut, Banyaklah Mencintai...

KOMPAS.com - Beban pekerjaan, memikirkan persoalan finansial atau perkara hidup lain sering membuat orangtua kurang menyadari dan membawa "polusi" ini saat mengasuh dan mendidik anak di rumah.

"Polusi" ini kemudian memunculkan 2 tipe pola asuh orangtua "zaman now"; hypo parenting dan hyper parenting. 

"Dalam hyper parenting, orangtua kemudian menjadi terlalu cemas sehingga ingin memastikan anaknya harus keren, hebat dan berprestasi. Terlalu berlebihan. Serba berambisi mengejar prestasi," jelas Adjie Santosoputro, Praktisi Mindfulness dalam Parenting Seminar yang digelar Global Sevilla School, Kampus Puri Indah, Jakarta (8/10/2019),

Sebaliknya, dalam pola asuh hypo parenting orangtua justru terlalu masa bodoh dengan anak lantaran terlalu sibuk atau terlalu lelah sehingga hanya menyerahkan soal pendidikan anak kepada sekolah. 

Gentle Parenting berbasis welas asih

"Di sinilah Gentle Parenting muncul sebagai sebuah alternatif pendekatan parenting yang menjadi jalan tengah antara Hypo Parenting dan Hyper Parenting," jelas Adjie.

Adjie menjelaskan gaya pendekatan pola asuh ini lebih ramah terhadap anak dengan dilandasi cinta atau welas asih. Ia kemudian menerangkan setidaknya ada 3 hal utama menjadi ciri gentle parenting ini:

1. Sebagai orangtua harus menyadari mengasuh anak harus dilandasi dengan cinta atau welas asih. "Ketika kita tidak ingat akan prinsip ini, orangtua akan cenderung mudah marah-marah pada anak, serba ketakutan, serba cemas," ujar Adjie 

Ia menambahkan "Gentle parenting mengingatkan yuk kita bersikap welas asih kepada anak. Itu menjadi dasar untuk semua sikap, perlakuan dan perkataan orangtua kepada anak

2. Kurangi berkata "tidak". Sering melarang anak juga akan membuat anak merasa tidak nyaman. Orangtua harus memahami anak, terutama usia dini, dunianya adalah bermain. Hal ini dapat membuat perkembangan anak terhambat karena ruang, ujar Adjie. 

3. Tidak over educate pada anak. Orangtua lebih mudah menyuruh untuk menyuruh anak belajar. Atau cara instant dengan memberikan hadiah kepada anak saat anak berbuat baik dan sebaliknya, menghukum anak ketika susah diatur dalam belajar.

"Pendekatan gentle parenting justru memunculkan minat anak untuk belajar. Jadi pendekatan oarangtua berbeda. Pendekatan orangtua dengan menumbuhkan minat si anak supaya anak suka belajar, bukan memaksa anak belajar. Karena dengan menumbuhkan minat maka dengan sendirinya anak akan tumbuh kesadaran belajar dari dalam diri tanpa iming-iming hadiah atau takut dihukum," jelas Adjie.

Namun Adjie juga mengingatkan tidak perlu berambisi mengubah gaya pola asuh dalam secara instan dalam sekejab. "Kita jangan terlalu berlebihan berharap bisa mengubah cepat gaya parenting. Yang terpenting orangtua sebisa mungkin memberikan 'kehadiran' dirinya di tengah anak," ujarnya.

Adjie juga menyampaikan, "Sebenarnya setiap orangtua di tengah kerumitan hidup sering kali mindless, tidak sadar diri, tidak mindful. Orangtua perlu melatih kesadaran diri, termasuk menyadari setiap pikiran dan perkataan."

"Sebelum terlalu ngotot ingin merubah anak, cobalah lihat diri kita sendiri. Siapa tahu yang perlu diubah bukan anak tapi diri kita sendiri. Jadi, kuncinya adalah sadar diri. Jika menyadari diri sepenuhnya maka nilai-nilai baik akan bisa dilakukan. Nilai-nilai kebaikan akan muncul dengan sendirinya," tegas Adjie.

Arti penting mindfulness bagi orangtua mendorong Global Sevilla memberikan perhatian khusus pelatihan dan edukasi soal kesadaran diri kepada orangtua. 

"Sebagai sekolah berbasis mindfulness tentu kita berharap praktik baik ini tidak hanya berlangsung di sekolah saja namun juga bisa diterapkan di rumah. Pentingnya keberlanjutan pendidikan di sekolah dan di rumah mendorong kami terus melakukan edukasi dan berbagai program kepada orangtua untuk ikut terlibat," ujar Michael Thia, Superintendent Global Sevilla School.

"Bicara soal kesadaran diri, anak sebenarnya lebih memiliki kesadaran diri lebih banyak dibandingkan orangtua. Jika kualitas kesadaran diri terjaga, ketika mereka lulus mereka akan memiliki jangkar kesadaran diri dalam karakter mereka," ujar Michael di sela-sela acara "Mindfulness Day" yang digelar serentak sekolah Global Sevilla di Puri Indah dan Pulomas (tanggal)

Michael menerangkan, "Mindfulness bukan sesuatu yang diperoleh dengan pelajaran 1 hari melainkan perlu dilatih secara terus menerus. Banyak orang menyederhanakan mindfulness dengan yoga. Namun sebenarnya bukan sekadar yoga."

Peran program mindfulness bagi sekolah dapat membantu siswa bagaimana mereka dapt fokus. Artinya, anak menjadi lebih perhatian dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.

"Misal, saat makan anak diajak menyadari rasa makanan yang mereka makan, dari mana makanan berasal, bagaimana makanan itu dihasilkan oleh petani. Dari situ akan tumbuh rasa syukur dan bagaimana anak menghargai alam dan orang lain," jelas Michael.

Terlebih kini anak-anak hidup di dunia digital. "Digital penting namun juga menyimpan bahaya jika tidak diikuti kesadaran dalam penggunaannya," ujar Michael mengingatkan. 

Melalui 'kesadaran diri' saat di kelas, siswa diharapkan dapat fokus pada studi. Selain manfaat jangka pendek tersebut, mindfulness juga menjadi soft skill bagi anak di masa depan.

"Menghadapi masa depan mereka, mindfulness menjadi modal kemampuan mereka untuk bagaimana menyikapi beragam situasi yang akan mereka hadapi. Dalam situasi apapun, dengan kesadaran diri yang penuh, mereka akan selalu siap dalam menghadapi tantangan," tutup Michael.  

https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/11/13184661/hai-orangtua-kurangi-menuntut-banyaklah-mencintai

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke