Salin Artikel

13 Provinsi dengan Indeks Pembangunan Kebudayaan Rerata Tertinggi

IPK merupakan instrumen disusun Kemendikbud bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Indeks ini diperlukan untuk mengukur pencapaian pembangunan kebudayaan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

"Kemajuan dari sebuah bangsa itu sesungguhnya diukur dari kemajuan kebudayaannya," ucap Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid dalam peluncuran tersebut.

Jadi pertama di dunia

Ia mengungkapkan IPK tersebut menjadi pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Indeks ini secara spesifik mengukur pencapaian pembangunan kebudayaan di tingkat nasional dan daerah.

"Yang lain belum berani bikin indeks seperti ini. Tapi kalau tidak dimulai, maka tidak akan pernah tahu," ujarnya.

Hilmar merasa optimistis nantinya konsolidasi dan sinergi program lintas kementerian dan lembaga akan semakin kuat dan terpola lebih baik dengan adanya IPK.

Menurut dia, dengan adanya indeks itu, tidak mungkin dikerjakan dalam waktu setahun atau dua tahun dan tidak mungkin dengan cara sementara, tetapi harus lebih terlembaga dan terikat.

Penyusunan Indeks Pembangunan Kebudayaan mengacu pada kerangka pengukuran kebudayaan yang disusun UNESCO, yaitu Culture Development Indicators (CDIs) serta menyesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan pembangunan kebudayaan di tingkat nasional dan daerah.

Indeks tersebut terdiri dari 31 indikator penyusun yang dirangkum dalam tujuh dimensi pengukuran, yakni Ekonomi Budaya, Pendidikan, Ketahanan Sosial Budaya, Warisan Budaya, Ekspresi Budaya, Budaya Literasi, dan Gender.

Adapun metodologi dan sumber data dikembangkan untuk menghitung angka Indeks Pembangunan Kebudayaan secara nasional dari 34 provinsi di Indonesia.

Bukan pengukuran nilai budaya daerah

Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Margo Yuwono, mengatakan, secara garis besar metodologi penyusunan Indeks Pemajuan Kebudayaan meliputi pemetaan indikator kandidat penyusunan IPK, seleksi indikator, normalisasi indikator terpilih, penentuan bobot tiap dimensi, dan penghitungan IPK.

"IPK bukan mengukur nilai budaya, tetapi lebih memotret pencapaian pembangunan kebudayaan di wilayah tersebut," kata Margo Yuwono.

Dengan mengetahui pencapaian pembangunan kebudayaan, maka setiap pemerintah daerah dapat menentukan arah kebijakan agar dapat menaikkan pencapaian pembangunan kebudayaan di wilayah masing-masing.

Ia mengharapkan kehadiran IPK dapat menjadi data dasar yang informatif dalam memonitor dan mengevaluasi pencapaian pembangunan kebudayaan.

"Tidak sekaligus sekadar itu, IPK menjadi suatu tolok ukur untuk berbagai kebijakan dan program yang berkaitan dengan pembangunan kebudayaan, sebagaimana Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan," tutur Margo.

Ia menambahkan, IPK merupakan alat atau sarana untuk memberikan arah yang sama dalam rangka memantapkan derap langkah pembangunan di bidang kebudayaan.

Rilis IPK nasional

Dengan menggunakan data tahun 2018, BPS Badan Pusat Statistik merilis nilai IPK nasional sebesar 53,74. Pencapaian tertinggi diperoleh dari dimensi Ketahanan Sosial Budaya dengan indeks 72,84. Diiikuti dengan dimensi Pendidikan 69,67, sedangkan dimensi Ekonomi Budaya menempati posisi paling bawah dengan nilai 30,55.

Terdapat 13 provinsi di Indonesia yang memiliki nilai IPK di atas angka nasional, yaitu:

  1. DI Yogyakarta (73,79)
  2. Bali (65,39)
  3. Jawa Tengah (60,05)
  4. Bengkulu (59,95)
  5. Nusa Tenggara Barat (59,92)
  6. Kepulauan Riau (58,83)
  7. Riau (57,47)
  8. Jawa Timur (56,66)
  9. Sulawesi Utara (56,02)
  10. DKI Jakarta (54,67)
  11. Bangka Belitung (54,37)
  12. Lampung (54,33)
  13. Kalimantan Selatan (53,79). 

https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/11/13463331/13-provinsi-dengan-indeks-pembangunan-kebudayaan-rerata-tertinggi

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke