Salin Artikel

Membentuk "Kopassus" Ilmuwan Muda Indonesia lewat Program PMDSU

KOMPAS.com- Mahasiswa penerima beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) sebagai bagian pengembangan manajemen talenta diharapkan mampu menjelma menjadi "Kopassus" ilmuwan sebagai agen inovasi.

Harapan ini disampaikan Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti (SDID), Ali Ghufron Mukti yang menyampaikan PMDSU menjadi terobosan Kemenristekdikti dalam melahirkan dosen dan peneliti unggul masa depan.

Pasalnya, para mahasiswa PMDSU ini diproyeksikan akan lulus Doktor pada usia di bawah 30 tahun.

"Kita membutuhkan dosen muda karena dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, dosen milenial ini akan lebih mudah untuk beradaptasi," jelas Dirjen Ghufron di hadapan 228 calon Doktor Muda dalam acara "Anjangsana PMDSU Batch-3 2019" di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Terobosan pembiayaan

Para penerima beasiswa PMDSU tahun ini berasal dari 11 perguruan tinggi pengampu program. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa berkesempatan menjalin jejaring sesama penerima PMDSU sekaligus mendapatkan materi dari berbagai tokoh nasional.

Program PMDSU sendiri merupakan skema beasiswa percepatan studi S-2 sekaligus S-3 selama empat tahun masa studi di perguruan tinggi terbaik dalam negeri.

Berdasarkan data Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTer) per Oktober 2019, jumlah dosen berusia di bawah 40 tahun sebanyak 104.470 dosen dari total 253.214 dosen.

Dari jumlah tersebut, sebagian besar masih berkualifikasi Master karena dari populasi dosen Indonesia, baru sekira 15 persen berkualifikasi Doktor. Dengan adanya skema PMDSU, Dirjen Ghufron optimis para lulusan nanti dapat mengisi kebutuhan SDM untuk kemajuan pendidikan tinggi Tanah Air.

"Biaya meluluskan Doktor dari PMDSU hanya satu per tiga dari biaya yang dibutuhkan untuk menyekolahkan Doktor di luar negeri. Dengan kualitas yang tak kalah baik. Bahkan, mereka ini lebih produktif, ada yang sudah menerbitkan lebih dari lima publikasi internasional, dan ada yang mencapai 22 publikasi," imbuh Dirjen Ghufron.

547 publikasi internasional

Apresiasi sama juga disampaikan Menristekdikti Mohamad Nasir kepada mahasiswa PMDSU yang banyak menyumbang jumlah publikasi internasional.

Tercatat hingga 9 September 2019, 547 publikasi telah dihasilkan 211 mahasiswa PMDSU dan 133 promotor.

Adapun dari PMDSU Batch III, publikasi terbanyak sementara diraih oleh Alexader Patera Nugraha (Unair) dengan 22 publikasi. Kemudian disusul oleh Putri Cahaya Situmorang (USU), R. Joko Kuncoro (Unair), dan Suhailah (Unair) masing-masing dengan 5 publikasi.

"Untuk mewujudkan SDM Unggul, Indonesia Maju sebagaimana visi Pemerintah, kita memerlukan inovasi-inovasi pada pendidikan. Salah satunya, yaitu melalui PMDSU. Para mahasiswa PMDSU ini adalah anak-anak bangsa yang bertalenta. Dan kami akan melakukan beragam program terobosan lain untuk mencari talenta-talenta terbaik," pesan Menteri Nasir.

Menteri Nasir mengingatkan para mahasiswa PMDSU agar menjadi insan yang berkarakter dan membekali diri dengan wawasan kebangsaan.

Baginya, lulusan PMDSU bukan sekadar menjadi Doktor biasa, tetapi harus tetap memiliki karakteristik khas Indonesia sehingga mampu melihat potensi berdasarkan keunggulan komparatif bangsa.

Berwawasan kebangsaan

Kemenristekdikti, ke depan juga memiliki beberapa cara lain untuk percepatan pembangunan SDM melalui program Talent Scouting. Upaya ini, lanjut Menteri Nasir, dilakukan agar semakin banyak mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi di perguruan tinggi rangking terbaik dunia.

"Target awal kita akan mengirimkan 100 mahasiswa. Saya sudah melakukan kerja sama dengan Chicago University, universitas terbaik ke-9 di dunia. Untuk tahap awal akan kita akan kirimkan dari mahasiswa sains," ujar Menristekdikti kepada Kompas.com usai acara.

Ia menyampaikan, dalam seleksi Talent Scouting ini pihaknya tidak hanya memilih secara akademis saja namun juga melihat karakter kebangsaan. "Yang akan dikirim IP-nya di atas 3,5-3,6. Tidak hanya itu, karakternya akan kita lihat, wawasan kebangsaan akan kita lihat, karena mereka akan dipanggil kembali pulang untuk mengabdi pada Ibu Pertiwi," tegas Menristekdikti. 

Selain Menristekdikti, kegiatan Anjangsana PMDSU 2019 juga mengundang Kepala Staf Kepresidenan, Jendral (Purn). Moeldoko sebagai pembicara utama.

Bagi Moeldoko, seorang ilmuwan juga wajib memiliki kemampuan kepemimpinan. Dia pun berbagi tips dan trik untuk menjadi SDM yang unggul.

Moeldoko memaparkan 10 karakteristik yang wajib dimiiki oleh pemimpin muda penerus bangsa, meliputi mau mendengarkan, jujur, cerdas, inovatif, kerja keras, disiplin, tanggung jawab, tegas, pantang menyerah, serta taat beribadah.

Kendati demikian, menurut Moeldoko, kunci utama dapat terus bersaing adalah menjadi individu yang terus berinovasi. Moeldoko kemudian memberikan contoh bagaimana Korea Selatan dan Singapura kini menjadi negara maju dengan tingkat ekonomi yang baik.

Potensi SDM dan riset

Moeldoko meyakini, "Saya percaya bahwa pendidikan adalah salah satu yang mampu mengubah nasib seseorang. Korea Selatan dan Singapura bisa seperti saat ini juga karena pembangunan SDM serta pengembangan riset dan teknologi yang berkelanjutan."

"Dengan potensi yang dimiliki Indonesia, baik dari kekayaan alam dan human capital, saya meyakini keberadaan mahasiswa PMDSU akan memberikan kontribusi berarti," terang Moeldoko.

Pada sesi sebelumnya terdapat seminar disampaikan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof. Satryo Soematri Brojonegoro mengangkat tema "Ilmu Pengetahuan dan Inovasi Sebagai Penggerak Perekonomian dan Pembangunan Bangsa".

Kemudian, terdapat pula kuliah umum dari Tim PMDSU, Prof. Dewa Ngurah Surapta dengan topik "Peran Pemuda dalam Menunjang Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional". Acara kemudian diakhiri dengan Pembinaan Karakter oleh Prof. Suyatno dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/16/12400101/membentuk-kopassus-ilmuwan-muda-indonesia-lewat-program-pmdsu

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke