Salin Artikel

IGI: Gaji Guru Honorer Rp 100 Ribu per Bulan Menghina Profesi Guru

KOMPAS.com - "Maaf Pak, saya kurang mengerti. Sudah kelar bahasa Inggris di SMP SMA gimana maksudnya," tanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kepada Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim dalam sebuah diskusi di sebuah ruangan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (4/11/2019).

"Maksud kami, kita ingin mata pelajaran bahasa Inggris dijadikan pelajaran utama di tingkat SD, tuntas di SD. Hampir semua atau mungkin semua siswa SD sudah memiliki kemampuan bercakap bahasa Inggris sehingga di SMP dan SMA tinggal digunakan. Tidak ada lagi dalam mata pelajaran," jawab Ramli.

Tanya jawab tersebut terjadi saat Nadiem mengajak organisasi dan komunitas guru untuk berdiskusi tentang isu pendidikan. Nadiem meminta organisasi dan komunitas guru untuk memberikan solusi untuk dunia pendidikan.

Penghapusan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran di SMP dan SMA adalah satu dari 10 solusi yang diajukan ke Nadiem. Ramli mengatakan usulan tersebut telah didiskusikan bersama pengurus-pengurus IGI di daerah.

"Dari usulan kami, intinya kami ingin mengangkat martabat harga diri guru dan membebaskan guru dari status “honorer”. Status guru honorer dengan pendapatan Rp 100.000 per bulan bahkan kurang dari itu sesungguhnya adalah penghinaan terhadap profesi guru," kata Ramli saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2019).

Berikut 10 solusi yang ditawarkan IGI kepada Mendikbud Nadiem:

1. Pelajaran utama di SD

Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan Pendidikan Karakter berbasis agama dan pancasila menjadi mata pelajaran utama di Sekolah Dasar.

Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMA dihapuskan. karena seharusnya sudah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa.

2. Jumlah mata pelajaran di SMP dan SMA

Jumlah mata pelajaran di SMP menjadi maksimal lima mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada bahasa pemrograman.

Sementara mata pelajaran di SMA menjadi maksimal enam mata pelajaran tanpa penjurusan. Bagi siswa yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilahkan memilih SMK.

3. SMK menggunakan sistem SKS

IGI menyarankan SMK menggunakan sistem SKS karena fokus pada bidang keahlian. Siswa yang lebih cepat ahli bisa menuntaskan SMK dua tahun atau kurang dan bisa lulus lama tergantung keahlian yang dibisa dilakukan.

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diwajibkan menyediakan Sarjana Pendidikan atau Alumni PPG yang dibutuhkan SMK.

4. Penghapusan jabatan Pengawas Sekolah

IGI menyarankan agar jabatan Pengawas Sekolah dihapuskan hingga jumlah guru yang dibutuhkan mencukupi.

Jabatan pengawas sekolah boleh diadakan kembali jika jumlah kebutuhan guru sudah terpenuhi. 

Jabatan pengawas sekolah bisa diadakan ketika jumlah kebutuhan guru sudah terpenuhi, tak ada lagi guru honorer dan semua guru sudah berstatus PNS atau Guru Tenaga Kontrak Profesional dalam Status PPPK dengan pendapatan minimal setara Upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup.

5. Penyederhanaan administrasi guru

Seluruh beban administrasi guru dibuat dalam jaringan (online) dan lebih disederhanakan. (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP ) cukup 1-2 halaman tapi jelas tujuan dan aplikasi pembelajarannya.

Menurutnya, tak ada lagi berkas administrasi dalam bentuk “hard copy”, verifikasi keaslian dilakukan secara acak dengan kewajiban menunjukkan berkas asli, bukan foto kopi.

6. Pengangkatan guru

IGI menyarankan pengangkatan guru berdasakan kompetensi dan kebutuhan kurikulum yang nantinya dibuat. Uji Kompetensi Guru wajib dilaksanakan minimal sekali dalam 3 (tiga tahun).

7. Sistem honorer dihapuskan

IGI menyarankan sistem guru honorer dihapuskan sehingga tak ada lagi guru yang mengisi ruang kelas yang statusnya tidak jelas.

Status guru harus jelas status seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Guru Tetap Yayasan (GTY).

IGI juga meminta pendapatan guru minimal mencapai upah minimum yang ditetapkan pemerintah berdasarkan minimal kelayakan hidup.

8. Bimbingan teknis ditiadakan

IGI menyebut jika kurikulum diubah, maka bimtek (bimbingan teknis) harus ditiadakan dan diganti dengan video tutorial dengan kewajiban uji secara acak terhadap pemahaman kurikulum.

IGI meminta anggaran bimtek dialihkan untuk rekruitmen guru.

9. Pemanfaatan anggaran guru dan peningkatan legalitas organisasi profesi guru

IGI menyarankan anggaran peningkatan kompetensi guru dihapuskan. Upaya peningkatan kompetensi guru diserahkan kepada organsiasi profesi guru berdasarkan acuan kompetensi yang dibutuhkan.

IGI meminta anggaran pelatihan guru dialihkan untuk rekruitmen guru. Organisasi profesi guru diberikan legalitas dalam melaksanakan upaya peningkatan kompetensi guru, pemerintah cukup melakukan uji terhadap standar kompetensi guru yang diinginkan.

Organisasi profesi guru harus segera mendapatkan pengesahan setelah melalui verifikasi dan sepenuhnya pembinaan guru diserahkan kepada organisasi profesi guru dalam pengawasan pemerintah.

10. Pengaturan kategori sekolah

IGI menyarankan Kemendikbud mengatur kembali penentuan kategori sekolah 3T yaitu sekolah daerah tertinggal, terpencil, terluar sesuai kondisi sekolah.

IGI menyebut kategori sekolah 3T tidak seharusnya menggunakan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/11/07/20455951/igi-gaji-guru-honorer-rp-100-ribu-per-bulan-menghina-profesi-guru

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke