KOMPAS.com - Perlunya baca, tulis, dan hitung (calistung) diajarkan di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai saat ini masih banyak jadi perdebatan. Ada sejumlah orangtua meminta guru-guru tingkat PAUD untuk mengajarkan calistung.
Alasannya, ada jenjang sekolah dasar yang meminta persyaratan anak sudah mampu calistung untuk dapat masuk. Kondisi tersebut tak sesuai dengan harapan para pejabat pemerintah, guru-guru PAUD, dan juga pemerhati pendidikan.
Ada orangtua ingin menyiapkan kemampuan calistung untuk anak-anak sebagai bekal masuk SD. Tak jarang, kemampuan calistung pada anak-anak di usia PAUD menjadi salah satu kebanggaan orangtua.
Namu di sisi lain ada pendapat bila anak-anak belajar calistung di usia dini, justru akan berpengaruh negatif pada perkembangan belajar anak ke depan. Anak-anak bisa kehilangan minat belajar bila sejak dini sudah dipaksa belajar calistung.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pun angkat bicara soal perdebatan soal perlu tidaknya penghapusan calistung di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Ia menjelaskan PAUD seharusnya menjadi tempat bermain dan belajar untuk anak-anak.
Berikut tanggapan Nadiem Makariem seputar pro kontra penghapusan calistung.
1. Tak semua harus dibuat peraturan
Nadiem menyebutkan pelarangan calistung untuk anak-anak usia dini tak selalu harus dibuatkan peraturan. Ia mengatakan calistung bukan tentang apa yang harus dihapuskan dan apa yang tak dihapuskan.
"Filsafatnya dulu didalami," kata Nadiem seusai acara Apresiasi Bunda PAUD 2019 di Balai Kartini, Jakarta, Senin (18/11/2019).
2. Tak masalah murid PAUD belajar calistung
Menurut Nadiem, murid-murid tak masalah untuk belajar calistung dengan catatan sudah siap. Pada kenyataanya, lanjutnya, calistung memang menjadi fokus di berbagai unit PAUD.
"Ya karena ingin mengejar masuk SD kelas 1," kata Nadiem.
Biasanya pada saat masuk SD kelas 1, calon siswa sudah diminta kemampuan calistung. Menurut Nadiem, orangtua juga merasa bertanggung jawab bila anaknya saat masuk kelas 1 SD dianggap tak bisa baca.
3. Penyamaan paradigma PAUD dan SD
Nadiem menyebutkan, paradigma bermain dan belajar di PAUD harus juga diselaraskan di pihak SD. PAUD dan SD, lanjutnya, harus satu paham dan strategi untuk mendidik anak di usia dini.
"Makanya itu kepentingan, keselasaran strategi kurikulum maupun ekspetasi guru pada anak di semua jenjang. Jadi bukan masalahnya ga boleh ini, itu jangan ini jangan itu, bukan," tambah Nadiem.
4. Semua anak itu berbeda
Menurut Nadiem, kondisi di semua anak itu berbeda. Ada yang sudah siap dan ingin maju secara pendidikan.
"Tapi kalau pendidikan anak usia dini (tujuannya) hanya mencapai kecintaan kepada misalnya bermain dengan teman di kelas, kecintaan kepada buku," tambahnya.
5. Kesuksesan anak di luar kemampuan calistung
Menurutnya, kesuksesan pendidikan anak-anak usia dini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti ketertarikan anak untuk melihat dan membolak-balikkan buku meskipun tak membaca. Lainnya seperti, senang mendengarkan cerita-cerita yang ada di buku.
"Kalau dia tahu cara disiplin, cara masuk kelas, cara baris, tahu untuk menghormati orang tua, tahu untuk tidak mengganggu atau mem-bully teman-temannya dia. hal-hal yang sifatnya bagaimana kita sebagai manusia hidup di dalam komunitas, itu kuncinya sebenarnya," kata Nadiem.
Nadiem menyebutkan anak-anak bisa memenuhi potensi dimiliki ketika masuk SD jika telah memiliki kemampuan-kemampuan yang ia sebutkan dengan benar,
https://edukasi.kompas.com/read/2019/11/19/07000001/soal-pro-kontra-calistung-di-paud-ini-5-tanggapan-mendikbud-nadiem