Salin Artikel

UT dan Ruang Guru: Teknologi Jadi Titik Tumpu Revolusi Pendidikan

KOMPAS.com - Melihat kondisi luasnya geografis Indonesia terdiri dari kepulauan dan besarnya jumlah penduduk Indonesia maka integrasi teknologi dalam proses pembelajaran dipandang sebagai titik tumpu dalam melakukan revolusi pendidikan di Indonesia.

Pokok pikiran ini mengemuka dalam Seminar Wisuda Universitas Terbuka (UT) "Peran Teknologi Informasi dalam Mengukuhkan Konektivas Bangsa" di UT Convention Center, Tangerang Selatan (18/11/2019).

Acara yang digelar Fakultas Sains dan Teknologi (FST-UT) menghadirkan pembicara utama Adamas Belva Syah Delvara, CEO Ruang Guru.

Seminar Wisuda merupakan kegiatan rutin yang digelar UT di mana para calon lulusan yang akan diwisuda keesokan harinya (19/11/2019) dapat memperoleh inspirasi dari pakar atau praktisi di bidangnya.

Untuk periode pertama tahun akademik 2019/2020 wilayah 2, UT akan mewisuda 1.700 lulusan dari program diploma, sarjana dan pasca sarjana di mana sebagia besar wisudawan (70 persen) berprofesi sebagai guru.

Revolusi pendidikan lewat teknologi

"Kami di Ruang Guru menjadi saksi mata langsung bahwa pendidikan dapat dilakukan melalui teknologi jika dilakukan dengan cara-cara yang benar. Indonesia adalah negara yang besar sekali dengan jumlah sekolah dan siswa yang besar. Tidak akan ada revolusi pendidikan tanpa teknologi. Masa depan pendidikan (Indonesia) ada di teknologi," tegas Belva.

Hal ini ia dibuktikan Ruang Guru yang mengalami pertumbuhan cepat dalam pengguna aplikasi dari 1 juta pengguna di satu tahun awal peluncuran kini telah mencapai 15 juta pengguna di tahun ke dua dengan keterlibatan 15 ribu profesional guru pengajar di platform tersebut.

Hal senada disampaikan Rektor UT Prof. Ojat Darojat, "Seiring dengan semangat revolusi industri 4.0 tidak ada cara lain kecuali kita harus mengintegrasikan kemajuan yang dicapai dalam teknologi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pendidikan."

Rektor UT melihat salah satu tantangan besar dalam pengintengrasian teknologi dalam pembelajaran berasal dari ketidakyakinan masyarakat akan hal tersebut.

"Harus diakui sebagai masyarakat yang hidup di negara berkembang, masih banyak orang-orang yang kurang yakin bahwa cara-cara pendidikan dapat disampaikan melalui teknologi. Tetapi secara fakta kami (UT) telah membuktikan bahwa penyelenggaraan pendidikan dapat disampaikan melalui teknologi," ujar Prof.Ojat.

Percepatan dan pemerataan pendidikan

Meski diakui ada keterbatasan, namun Prof. Ojat dan Belva menilai banyak keuntungan dapat dicapai dari integrasi teknologi dalam pembelajaran.

"Bagaimana kita bisa memberikan kesempatan pada guru yang sangat banyak, masyarakat yang sangat banyak tersebar di pelosok negeri tanpa melibatkan teknologi? Itu sangat sulit bagi kita. Membutuhkan waktu sangat lama untuk meingkatkan kualitas SDM," ujar Prof.Ojat.

Dalam paparanya Belva menyampaikan untuk kualitas pendidikan di Jakarta saja yang nota bene adalah ibu kota negara, dibutuhkan waktu hingga 128 tahun berdasarkan data OECD untuk mngejar ketertinggalan. Demikian halnya data pembanding antara guru yang melek teknologi dan tidak, terdapat kesenjangan hampir lebih 60 persen dari sisi kualitas.

"Tidak akan ada revolusi pendidikan tanpa melalui teknologi," Belva menegaskan.

Diharapkan dengan mengintegrasikan teknologi maka kesempatan pemerataan kualitas dan percepatan pendidikan itu dapat dibuka secara lebih masif dan luas tanpa mengorbankan kualitas.

"Sebagai contoh yang dilakukan UT saat ini, dalam umur baru 35 tahun sudah dapat menghasilkan alumni sebanyak 1.750.000 lulusan. Tidak ada perguruan tinggi lain yang dapat melakukan seperti itu. Juga saat ini kita melayani 350.000 mahasiswa tersebar di seluruh nusantara bahkan di 42 negara. Itu adalah competitive advantage suatu lembaga dalam mengintegrasi teknologi di dalamnya," Prof. Ojat memberikan gambaran.

Tidak hanya faktor keterjangkauan luas, integrasi teknologi dalam pembelajaran juga diyakini mampu memperkuat interaksi dalam proses pembelajaran.

"Interaksi akademik antara dosen dan mahasiswa, guru dan siswa dapat dilaksanakan kapan saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Tidak lagi terbelenggu jam-jam pelajaran," ujar Prof. Ojat.

Meski demikian, Belva mengingatkan integrasi teknologi dalam pendidikan tidak boleh mengabaikan hakikat dari pendidikan itu sendiri.

"Tujuan pendidikan harus holistik, teknologi hanya tools. Pembelajaran dapat dilakukan secara online atau face to face. Namun yang terpenting prinsipnya harus holistik. Artinya pendidikan tidak hanya penyerapan pengetahuan saja namun juga karakter," ujar Belva.

Rektor UT menambahkan pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran tidak boleh melupakan tujuan pendidikan.

"Tujuan akhir dari pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya. Termasuk bagaimana menanamkan nilai-nilai luhur kemanusiaan di dalamnya seperti nilai-nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai sosial, dan nilai kebangsaan," ujarnya.

Prof. Ojat mengingatkan, "Teknologi hanya tools, hanya alat. Jadi pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai tanpa melupakan filosofi dasarnya, termasuk Pancasila sebagai filosifii dasar kita berbangsa dan bernegara."

"Diharapkan para lulusan UT bisa hadir dan datang di tengah masyarakat memberikan kontribusi kepada masyarakat yang literasi komputer dan internetnya masih rendah supaya masyarakat nantinya memiliki kapasitas yag sama dengan mereka. Tetap menjaga harkat dan martabat UT," tutup Rektor UT memberi pesan pada lulusan.

https://edukasi.kompas.com/read/2019/11/19/16291821/ut-dan-ruang-guru-teknologi-jadi-titik-tumpu-revolusi-pendidikan

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke