KOMPAS.com – Ada banyak faktor bisa memengaruhi pencapaian akademis siswa di sekolah. Selain dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan, kecerdasan emosi yang baik juga dikaitkan dengan nilai lebih tinggi dan prestasi lebih baik.
Untuk mendapatkan kesimpulan tersebut, tim peneliti dari studi 2019 yang dirilis oleh American Psychological Association (APA) mengukur tingkat kecerdasan emosional siswa dan mengaitkannya dengan nilai ujian.
Mereka menganalisis data dari 160 studi tahun 1998 hingga 2019 yang melibatkan lebih dari 42 ribu siswa di 27 negara (76 persen berbahasa Inggris). Siswa yang diteliti mulai dari usia sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Penelitian mendapati, siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik cenderung mendapatkan nilai ujian yang lebih tinggi dan prestasi yang lebih baik ketimbang siswa dengan kecerdasan emosi yang lebih rendah.
Kecerdasan emosional yang dimaksud oleh peneliti ialah kemampuan untuk mengelola emosi negatif yang dirasakan, seperti kecemasan, kebosanan, dan kekecewaan yang akhirnya dapat memengaruhi pencapaian akademis.
Selain itu, siswa dengan kecerdasan emosional yang lebih baik dinilai mampu mengelola dunia sosial, seperti menjalin hubungan baik dengan guru, teman, dan keluarga.
“Tidaklah cukup untuk menjadi pintar dan pekerja keras. Siswa juga harus dapat memahami dan mengelola emosi mereka untuk berhasil di sekolah,” kata penulis utama studi Carolyn MacCann, PhD, dari Universitas Sydney, dalam laman resmi APA.
Kisah Kelly, pintar matematika namun tak pandai kelola emosi
Dalam studi tersebut, MacCann menceritakan seorang siswa sekolah menengah bernama Kelly yang pandai matematika dan sains tetapi berjuang dengan kecerdasan emosional.
"Dia mengalami kesulitan memahami perasaan orang lain, ketika orang lain kesal, khawatir atau sedih. Dia tidak tahu bagaimana emosi dapat memengaruhi perilaku orang di masa depan. Dia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatur perasaannya sendiri," kata MacCann.
Suatu hari, Kelly tidak memahami ketika temannya, Lucia, mengalami hari yang buruk. Lucia marah kepada Kelly karena ketidakpekaannya. Membuat Lucia menolak untuk membantunya di kelas Sastra Inggris.
Padahal, pelajaran Sastra Inggris adalah mata pelajaran paling sulit bagi Kelly karena mengharuskannya menganalisis dan memahami motivasi dan emosi karakter dalam buku dan drama.
“Kelly merasa malu bahwa dia tidak dapat mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran Sastra Inggris yang dianggap paling mudah oleh siswa lain," kata MacCann.
Kondisi itu akhirnya membuat Kelly tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran Matematika di kelas berikutnya, walau ia sebenarnya unggul dalam matemetika. Inilah yang akhirnya membuat pencapaian akademis Kelly menjadi tidak maksimal.
Ajarkan anak kecedasan emosional
Dalam studi, MacCann menyebut peran serta guru dan orangtua sangat penting dalam membangun fondasi kecerdasan emosional pada anak.
Psikolog dan penulis terkemuka Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ (1996), berpendapat EQ dapat menjadi faktor yang lebih penting untuk menentukan kesuksesan seseorang, daripada Intelligent Quotient (IQ) .
Berikut sejumlah cara yang bisa dilakukan orang tua untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak, dirangkum dari Huffpost:
1. Bantu anak mengenali emosi, baik itu senang, marah, sedih, cemas, hingga kecewa. Katakan pada anak bahwa emosi itu ada dan harus diakui.
2. Bawa anak untuk mengenal emosi di sekitar, baik emosi yang dirasakan anggota keluarga, orang lain yang tidak ia kenal, atau emosi yang ia lihat pada karakter di televisi.
3. Saat anak sedih, orang tua baiknya tidak mengabaikan emosi anak dengan berkata, “Kok, sudah besar nangis? Jangan nangis, ya!”. Baiknya ganti dengan, “Kamu sedang sedih ya, yuk cerita ada apa.”
4. Beri contoh yang baik pada anak bagaimana mengelola emosi yang baik. Pasalnya, anak adalah peniru yang handal, sehingga orangtua perlu bercermin apakah tinggi rendahnya keterampilan emosi menurun dari orangtua?
5. Belajar mengelola emosi berlangsung seumur hidup. Baiknya orangtua tidak patah semangat bila anak tampaknya masih sulit mengelola emosi. Bantuan dari psikolog mungkin diperlukan dan ini adalah proses yang wajar.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/21/13494021/kecerdasan-emosi-pengaruhi-prestasi-akademik-anak-di-sekolah