KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai kebijakan Kampus Merdeka dapat mendorong mahasiswa memiliki lebih banyak ilmu dan pengalaman untuk menghadapi masa depan.
Bila sistem SKS sebelumnya mengharuskan mahasiswa program S1 belajar pada satu program studi (prodi) saja, kini mahasiswa memiliki hak untuk menuntut ilmu di prodi lain selama 1 semester dan melakukan kegiatan di luar kampus selama 2 semester.
Nadiem membayangkan lulusan mahasiswa dengan metode belajar hanya di satu prodi akan kesulitan saat menghadapi dunia nyata.
"Jadi bagaimana nanti saat dia nyebur di laut terbuka dia bisa survive. Pada saat ini semua perenang-perenang kita itu hanya dilatih satu gaya saja, gaya bebas misalnya dan di kolam renang," kata Nadiem dalam peluncuran program Kampus Merdeka di Gedung D kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Padahal, lanjut Nadiem, profesi di era kini tak hanya menuntut kemampuan satu kompetensi saja, melainkan membutuhkan kombinasi dari beberapa disiplin ilmu.
Misalnya, profesi sutradara film, mahasiswa memang harus menuntut ilmu dasar di prodi Perfilman, namun membutuhkan skill dari prodi Pemasaran untuk bisa sukses. Begitu juga dengan profesi Pengacara, ilmu dasar Hukum perlu dikombinasikan dengan ilmu dari prodi Akuntansi.
Dengan begitu, mahasiswa dilatih untuk belajar beragam disiplin ilmu agar lebih mampu menghadapi persaingan di dunia kerja.
Berikut sejumlah hal yang perlu diketahui mahasiswa seputar perubahan definisi SKS versi Kampus Merdeka:
1. Ruang belajar lebih luas
Selama ini, sistem SKS terbatas pada definisi belajar tatap muka di dalam kelas. Padahal, proses belajar tidak terbatas pada kegiatan di dalam kelas.
Dalam skema yang baru, mahasiswa diberikan hak untuk secara sukarela (bisa diambil ataupun tidak) melakukan kegiatan di luar program studi, bahkan di luar perguruan tinggi yang dapat diperhitungkan dalam SKS.
Harapannya, mahasiswa dapat memiliki kebebasan menentukan rangkaian pembelajaran, sehingga tercipta budaya belajar yang mandiri, lintas disiplin, dan mendapatkan pengetahuan serta pengalaman yang berharga untuk diterapkan.
Proses pelaksanaan penghitungan SKS sendiri akan dibebaskan kepada setiap perguruan tinggi. Perguruan tinggi wajib memberikan hak kepada mahasiswanya untuk secara sukarela mengambil SKS di luar program studi dan di luar perguruan tingginya.
2. Lebih banyak prodi
Program Kampus Merdeka memberikan otonomi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru.
Mahasiswa memiliki kesempatan lebih luas untuk memilih jurusan yang lebih mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan di masa mendatang, serta kebebasan untuk memilih mata kuliah yang sesuai dengan pengembangan kapasitasnya.
Selain itu, mahasiswa akan memperoleh materi dan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dengan berkurangnya beban administrasi dosen.
3. Hak lintas jurusan
SKS yang diambil mahasiswa di program studinya maksimal sebanyak 5 semester dari total 8 semester.
Sisanya mahasiswa berhak memiliki pilihan untuk mengambil 2 semester (setara 40 SKS) di luar perguruan tingginya dan 1 semester (20 SKS) di luar program studinya di perguruan tinggi yang sama.
Hak ini bersifat sukarela dan tidak diwajibkan kepada mahasiswa untuk menggunakan tiga semester pilihan tersebut.
4. Kegiatan didukung kampus
Perguruan tinggi harus terbuka dalam berkolaborasi dan berinteraksi dengan sesama penyelenggara pendidikan maupun pihak ketiga (dunia usaha, dunia industri, organisasi nonprofit, dll) untuk memperluas konten pembelajaran.
Sehingga perlu menciptakan dan menggunakan platform bersama untuk pendokumentasian proses tersebut.
Untuk saat ini, kebijakan tersebut baru berlaku untuk program S1 dan politeknik. Namun, perubahan SKS tidak berlaku untuk bidang ilmu S1 Kesehatan.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/26/09300061/mahasiswa-ketahui-5-manfaat-sistem-sks-baru-versi-kampus-merdeka