KOMPAS.com - Seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah hingga keluarga, perlu memberi bekal khusus bagi generasi muda dalam menghadapi bonus demografi.
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, bonus demografi di Indonesia diproyeksi mulai terbuka pada 2012, mencapai puncaknya pada 2012, dan akan tertutup pada 2036.
Tak perlu takut, bonus demografi justru mesti dihadapi dengan optimisme. Kuncinya, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Salah satu upaya dalam mendongkrak mutu SDM yakni lewat kemampuan literasi.
Pemerintah tak berpangku tangan untuk misi tersebut. Oleh karenanya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membawa pembaruan dalam dunia pendidikan dengan adanya program “Merdeka Belajar” yang memuat kemampuan literasi siswa.
Saat rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota pada medio Desember 2019 lalu, Mendikbud mengatakan Ujian Nasional (UN) 2012 akan diganti dengan konsep Asesmen Kompetensi Minimun dan Survei Karakter.
Asesmen tersebut, ujar Nadiem, bakal mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan siswa. Adapun penilaian meliputi literasi, numerasi, serta penguatan pendidikan karakter (PPK).
Secara khusus, Nadiem menegaskan literasi tak semata soal kemampuan membaca. Lebih dari itu, imbuh dia, literasi kemampuan menganalisa suatu wacana serta kemampuan memahami konsep di balik wacana tersebut.
Sejalan dengan itu, Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (Iluni FIB UI) bersama Direktorat Jenderal (Dirjen) PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengadakan seminar Gerakan Literasi Anak dan Remaja (GELAR) di Ruang Apung, Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok.
Kegiatan yang dijadwalkan Kamis (30/1/2020) mulai pukul 13.00 WIB itu juga melibatkan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Forum Literasi Kota Depok, dan Dinas Pendidikan Kota Depok.
Pengurus Iluni FIB UI, Dewi Marhaeni, menjelaskan tantangan literasi saat ini bisa ditemui mulai dari minimnya minat baca anak, terbatasnya fasilitas dalam menggali minat anak dengan cara yang menyenangkan, serta kehadiran gawai dengan teknologi canggih yang berisikan materi-materi yang lebih menarik.
“Sayangnya, berbagai content tersebut belum tentu mewakili karakter anak Indonesia,” kata Dewi dalam pernyataan tertulis, Rabu (29/1/2020).
Masa emas
Masa penting dalam perkembangan seorang anak adalah pada usia dini, yaitu sejak lahir hingga mencapai usia 5 tahun.
“Pada masa ini seorang anak menyerap segala sesuatu di lingkungannya yang akan mempengaruhi perkembangan secara mental dan kepribadian,” ujar dia.
Pada usia dini, seorang anak mengalami perkembangan secara kognitif, fisik, sosial, dan emosional.
“Oleh karena itu, diperlukan serangkaian program dan fasilitasi untuk meningkatkan kemampuan anak, terutama pada anak usia dini dan remaja secara berkesinambungan dan terukur,” kata Dewi.
Berpijak dari situ, panitia seminar tersebut sengaja menjaring 200 guru dan bunda PAUD dan Taman Kanak-kanak (TK) di Kota Depok.
Adapun pemateri dalam seminar tersebut yakni Prof. Riris K Toha Sarumpaet, Ph.D (Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI), Mochamad Ariyo Faridh Zidni (Pendiri Ayo Dongeng Indonesia), dan Vera Itabiliana Hadiwidjojo (Psikolog Anak dan Remaja).
Dewi menjelaskan, seminar GELAR bertujuan memberi pemahaman kepada para guru PAUD dan TK bahwa pendidikan literasi sejak dini adalah bukan melalui mengajarkan membaca, melainkan dengan menciptakan pengalaman membaca yang menyenangkan di kelas.
“Pengalaman itu dapat diperoleh melalui aktivitas dengan buku bacaan yang baik dan sesuai,” katanya.
Seminar juga bermaksud untuk meningkatkan kemampuan Guru PAUD dan TK agar anak-anak didik bisa merasakan pengalaman membaca yang menyenangkan di ruang kelas.
Selain itu, ia menambahkan, kegiatan tersebut bertujuan membangun komitmen guru dan sekolah dalam memfasilitasi serangkaian aktivas sebagai bagian dari Gerakan Literasi (GELAR).
https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/29/13042331/hadapi-bonus-demografi-anak-perlu-dibekali-kemampuan-literasi