Salin Artikel

Festival Sains dan Budaya 2020, Menggebrak Stigma Peringkat Bawah PISA Siswa Indonesia

KOMPAS.com - Festival Sains dan Budaya 2020 diharapkan dapat menjadi angin segar sekaligus menjadi pembuktian untuk menepis stigma kemampuan siswa Indonesia yang selama selama ini masih berada di peringkat bawah asesmen siswa internasional (PISA).

"Hal ini menunjukan bahwa ada banyak anak Indonesia berprestasi baik di bidang seni maupun sains. Buktinya sudah ada, dalam pameran sains dan budaya dan juga kompetisi, ada anak Indonesia yang jenius," ujar Presiden OSEBI, Liliana Muliasttuti.

Lili menambahkan, ha ini menjadi angin segar dan harapan untuk membuktikan siswa Indonesia tidak selalu berada di peringkat bawah dalam ajang Internasional.

"Semua mendukung agar siswa Indonesia lebih tampil lagi dalam budaya dan sains di ajang internasional," tegas Lili.

Festival Sains dan Budaya (FSB) 2020 merupakan penggabungan antara kompetisi ISPO (Indonesian Science Project Olimpad) dan OSEBI (Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia) yang berlangsung 21-23 Februari 2020 di Sekolah Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan.

Pusat Prestasi Nasional

FSB yang diselenggarakan Eduversal dan Sekolah Kharisma Bangsa tahun ini mengangkat tema besar "Bangun Generasi Gemilang".

Untuk ISPO terdapat 134 projek sains yang lolos ke babak final menyisihkan 383 projek sains dari 741 siswa SMP-SMA/SMK dari 154 sekolah di 20 provinsi. Sedangkan untuk OSEBI terdapat 592 projek dari 997 siswa SD, SMP dan SMA/SMK di 142 sekolah dari 20 provinsi Indonesia.

"Fungsi pendidikan bukan menjadi tanggung jawab pemerintah sendiri, tapi masyarakat, sekolah dan juga industri. Ketika semua berkolaborasi, maka hasilnya akan sangat luar biasa," ujar Rizal Alfian Analis Pengembangan Peserta Didik, Pusat Prestasi Nasional, Kemendikbud dalam konferensi pers (21/2/2020).

 Ia menambahkan, saat ini Pemerintah sedang menyusun strategi manajemen talenta, termasuk penguatan talenta-talentas siswa Indonesia sejak usia dini lewat pembentukan Pusat Prestasi Nasional.

"Hal ini menjadi bagian dari yang akan dibangun oleh pemerintah, yaitu manajemen talenta. Dan sekarang kami sedang menyusunnya, arah dari manajemen talenta siswa nasional," ujarnya.

Dalam kesempatan sama Presiden ISPO Prof. Riri Fitri Sari menyampaikan kemampuan meneliti anak Indonesia semakin meningkat setiap tahun.

"Mereka sudah melakukan kaidah-kaidah penelitian yang baik seperti mahasiswa S1. Jika diperbandingkan dengan anak-anak Amerika, penelitian anak-anak Indonesia juga sudah mulai menggandeng peneliti dari universitas," ujar Prof. Riri.

Ia menambahkan, "Jadi mereka (para siswa) sekarang sudah menggandeng Brawijaya, UGM, universitas di Kalimantan. Jadi kolaborasi dengan peneliti di perguruan tinggi terdekat itu sudah dilakukan siswa. Ini perlu di-encourage."

Prof. Riri berharap dengan berdirinya Pusat Prestasi Nasional akan menyatukan seluruh potensi anak bangsa dan akan dapat didesain sedini mungkin pada talenta-talenta siswa Indonesia.

"Ini juga menjadi pembuktian Merdeka Belajar sudah dilakukan para siswa. Menemukan masalah hingga menyelesaikan masalah, tentunya masih memerlukan dukungan orangtua dan masyarakat," ujar Prof. Riri.

Hal senada juga disampaikan Presiden OSEBI, Liliana Muliasttuti yang menyebutkan tugas pendidikan nasional tidak hanya menyetak lulusan yang cerdas secara akademik.

Menurutnya, tugas pendidikan nasional adalah untuk melahirkan manusia unggul seutuhnya, sehingga pendidikan karakter melalui seni dan budaya tidak boleh diabaikan.

"Kita perlu belajar dari Korea Selatan di mana ekonomi kreatif mereka pada akhirnya mampu ikut mendongkrak seluruh perekonomian dan kemajuan negara," ujar Lili mengingatkan.

Dalam festival sains dan budaya, para siswa berkesempatan unjuk kebolehan, baik dalam bidang penelitian maupun seni dan bahasa.

Berbagai karya inovasi ditampilkan para siswa. Misal, mulai dari penemuan berbasis teknologi hingga inovasi yang mengangkat kearifan lokal.

Misal, siswi SMAN 4 Merauke, Abigail Novita dan Siti Kotimah yang melakukan inovasi menjadikan ampas kulit pohon bus yang banyak terdapat Papua menjadi bahan baku alternatif pengganti tripleks.

Atau Aisyah dari SMAN 2 Brebes yang melakukan membuat teknologi sensor ultrasonik untuk membantu penyandang tunanetra "melihat" melalui teknologi "Tocapin" (Tongkat dan Kaca mata Pintar).

"Hasil kreasi anak-anak ini berujung pada inovasi. Semangat menghasilkan inovasi untuk menyelesaikan masalah yang ada melalui teknologi inilah yang hendak didukung Epson Indonesia dengan berpartisipasi dalam Festival Sains dan Budaya ini," ujar Zanipar Siadari, Direktur Marketing Epson.

Ia menyampaikan, anak-anak istimewa ini perlu mendapat dukungan banyak pihak, termasuk dalam penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran.

"Generasi ini sangat dekat dengan teknologi sehingga mau tidak mau guru dan sekolah perlu beradaptasi dengan penggunaan teknologi sebagai sarana atau tools dalam proses pembelajaran," tambah Zanipar.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/02/22/18414631/festival-sains-dan-budaya-2020-menggebrak-stigma-peringkat-bawah-pisa-siswa

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke