KOMPAS.com - Keterbatasan infrastuktur tidak menghentikan langkah SMPN 4 Bentara, Desa Sungai Terap, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi untuk bergotong-royong mengatasi kekurangan mereka dalam ketersediaan jaringan internet di sekolah.
"Sekitar dua tahun lalu, anak-anak di SMPN 4 Betara masih seperti hidup dalam gua hantu. Daerah itu dulu gelap dengan informasi. Jika hendak belajar, mereka hanya mengandalkan buku-buku di sekolah," ujar Kepala SMPN 4 Betara, Rudianto.
Tidak hanya itu, jelang pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun lalu, siswa SMPN 4 Bentara dihadapkan pada permasalahan tidak adanya lokasi terdekat yang bisa dijangkau para siswa.
Kalau pun ada sekolah yang bisa menjadi tempat menumpang ujian, jaraknya sangat jauh.
Prinsip kolaborasi pendidikan
Dari sanalah, akhirnya para pemangku kepentingan di sekolah mengambil inisiatif.
Wali murid dan dan majelis guru dibantu masyarakat sepakat untuk mengumpulkan iuran untuk membangun sendiri tower penerima sinyal internet.
Mereka membangun tower yang tingginya mencapai 25 meter di depan sekolah. Menurutnya, hal itu sangat berguna untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Masing-masing guru menyisihkan pendapatan mereka dengan dibantu sumbangan masyrakat sehingga terkumpul dana sekitar Rp 30 juta untuk pembangunan fisik tower, pengadaan server dan kelengkapan lain.
“Ini sangat dibutuhkan untuk literasi berbasis ICT (Teknologi Informasi dan Komunikasi) UNBK, hingga ujian Semester Berbasis Android (UNBA),” ujar Rudianto.
Di awal masa tugasnya, Mendikbud Nadiem menyampaikan prinsip gotong-royong dan kolaborasi akan menjadi kata kunci yang akan banyak mewarnai kementerian dipimpinnya.
Ia menyampaikan, "Gotong royong adalah satu asas, satu value yang akan saya bawa ke dalam semua aktivitas dan interaksi kita. Baik di level kementerian, baik dengan menteri-menteri lain, baik dengan guru dan kepala sekolah dan pemerintah."
"Kata gotong royong ini akan menjadi kata kunci di perjalanan kita bersama," tegasnya. "Kita nggak bisa lakukan ini sendiri. Semua; pemerintah daerah, pemerintah pusat, guru, organisasi masyarakat,orangtua dan murid," ujar Mendikbud Nadiem kepada para jurnalis (23/10/2019).
Mendikbud Nadiem menegaskan, "Semua harus terlibat, semua harus gotong-royong untuk menciptakan kualitas pendidikan di Indonesia."
Rudianto, kepala sekolah fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation dan penggagas gerakan ini mengharapkan para siswanya dapat melihat cakrawala dunia lebih luas dengan berdirinya tower hasil swadaya ini.
"Saya ingin anak-anak keluar dari gua. Saya ingin anak-anak di desa tidak kalah dengan anak-anak kota. Walaupun kita di desa, tapi pemikiran kita internasional,” katanya.
Para siswa kini terbantu dengan adanya tower tersebut. Generasi milenial yang tidak bisa dipisahkan dari dunia digital, kini dapat berselancar ria di dunia maya.
Keberadaan jaringan internet sekolah dari menara pemancar itu telah memudahkan membuka berbagai akses, misalnya menemukan materi sesuatu yang tidak ada di perpustakaan.
Bukan hanya itu saja, menara pencakar langit kini bisa dimanfaatkan masyarakat di sekitar sekolah. Jaringan telekomunikasi yang dulunya tidak pernah ada, kini dapat diakses dengan mudah dalam radius sekitar 200 meter.
Di samping untuk kegiatan pembelajaran, sarana ini juga miliki nilai ekonomi. Sekolah kini punya penghasilan lain dari penjualan voucher yang dititipkan di warung-warung dekat sekolah.
“Jadi, sekolah pun bisa berwirausaha. Uangnya nanti digunakan untuk membayar operasional sekolah,” tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/02/23/11392521/belajar-semangat-kolaborasi-pendidikan-dari-tower-swadaya-smpn-4-bentara