KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengajak negara dan masyarakat untuk jujur melihat masih ada banyak hal harus dibenahi dalam sistem pendidikan Indonesia, termasuk masih munculnya permasalahan bullying atau kekerasan di sekolah.
"Karena bagi saya itu (kasus perundungan) luar biasa menyedihkan begitu banyak cerita yang keluar. Kita sebagai negara harus jujur dan melihat apa sih yang terjadi di sekolah-sekolah kita," ujar Nadiem Makarim saat menghadiri Rakornas Bidang Kebudayaan di Jakarta (26/2/2020).
Mendikbud Nadiem sekaligus memberikan apresiasi kepada media yang selalu membawa isu permasalahan bullying atau perundungan ini keluar. "Tolong diteruskan," ujar Nadiem.
Bullying tidak bisa diabaikan
Hal ini, tambah Nadiem, menunjukan bahwa kebutuhan pendidikan karakter di sekolah menjadi hal yang tidak lagi dapat ditawar.
"Berbagai macam isu (bullying) yang terjadi belakangan ini menunjukan bahwa kebutuhan untuk penguatan karakter di dalam sekolah itu sangat besar," tegasnya.
Ia menyampaikan, "memang kita harus mengakui ada berbagai macam yang menunjukan kita masih belum bisa menciptakan sistem pendidikan yang benar-benar menguatkan akhlak dan karakter anak-anak seperti contohnya bullying dan tindak kekerasan yang terjadi."
Mendikbud mengatakan persoalan kekerasan di sekolah dan bullying bukan persoalan kecil yang dapat diabaikan.
"Ini seperti yang saya bilang kemarin, ini adalah persoalan besar yang terjadi. Ini yang sedang menjadi fokus kita bagaimana melakukan pencegahan bagaimana hal itu terjadi," ujarnya.
Ia melanjutkan, "harus ada sikap yang tegas, dan juga harus ada berbagai macam penyuluhan dan berbagai macam resource untuk bagaimana sekolah melakukan tindakan."
Meski pihaknya belum dapat mengumumkan apa yang akan dilakukan, namun Mendikbud menegaskan persoalan kekerasan dan perundungan di sekolah telah menjadi prioritas di kementeriannya.
Tim pencegahan tindak kekerasan
Sebelumnya, Kemendikbud juga menyampaikan rasa prihatin atas kejadian di Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere, Nusa Tenggara Timur.
“Kami turut prihatin atas kejadian di Seminari St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere. Semoga kejadian-kejadian serupa tidak terjadi lagi, baik di sekolah tersebut ataupun di sekolah lainnya,” ucap Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Ade Erlangga Masdiana di Jakarta, Rabu (26/02/2020).
Dengan adanya berbagai tidak kekerasan di sekolah belakangan ini, Kemendikbud mengimbau sekolah segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Komponen pendekatan penanganan tindak kekerasan di sekolah, kata Erlangga, mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk secara sigap dan tertata melakukan segala langkah penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang telah dan sedang terjadi.
Pemberian sanksi yaitu regulasi yang dibuat dengan tegas mencantumkan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
Tindakan pencegahan kekerasan di sekolah
“Pencegahan mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah untuk menyusun langkah-langkah pencegahan tindak kekerasan, termasuk penyusunan prosedur anti kekerasan dan pembuatan kanal pelaporan, berdasarkan pedoman yang diberikan oleh Kemendikbud,” terang Erlangga.
Kemendikbud mengapresiasi laporan warga mengenai kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
Terkait dengan kasus yang terjadi di salah satu satuan pendidikan di Maumere NTT tersebut, Kemendikbud melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT terus lakukan mediasi antara pengelola seminari dan orang tua siswa
“Kami juga mendorong terselenggaranya pendidikan karakter dengan memanusiakan manusia, dan melarang segala bentuk tindakan ataupun pendekatan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,” kata Erlangga.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/02/29/15452511/bullying-nadiem-negara-harus-jujur-dan-melihat-yang-terjadi-di-sekolah