Salin Artikel

Sekolah Inklusi, Jangan Ada Bullying di antara Kita...

Oleh: Nufaidah, SPd.SD

KOMPAS.com- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan persoalan kekerasan di sekolah ataubullying bukan persoalan kecil yang dapat diabaikan.

"Ini seperti yang saya bilang kemarin, ini adalah persoalan besar yang terjadi. Ini yang sedang menjadi fokus kita bagaimana melakukan pencegahan bagaimana hal itu terjadi," ujar Nadiem di antara acara Rakornas Kebudayaan di Jakarta (26/2/2020).

Bahaya bullying ini kemudian menjadi sangat rentan terjadi bagi sekolah dengan pendidikan inklusif tempat penulis mengajar saat ini.

Dampak negatif bagi sekolah inklusif atas perundungan ini sangat berbahaya sekali bagi psikologi anak-anak yang notabene dilingkup sekolah anak-anak yang berkebutuhan khusus, anak-anak yang terlihat cukup “aneh” bagi si pembully yang sangat besar peluangnya menjadi objek atau korban bullying.

Biasanya bullying ini terjadi dalam bentuk mengucilkan, mengejek, atau bahkan memalak (meminta uang secara paksa) terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.

Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel.

Siswa difable atau sering orang menyebutnya anak berkebutuhan khusus (ABK) meliputi tuna rungu (tuli), tuna netra, tuna daksa, autisme, down syndrome dan sebagainya.

Sekolah Dasar Negeri 131/IV Kota Jambi, sekolah tempat menulis mengajar adalah sekolah dengan pendidikan inklusif di mana hampir 10 persen dari 350-an siswa keseluruhannya adalah anak berkebutuhan khusus dengan difable yang beragam.

Kebanyakan adalah anak berkebutuhan khusus seperti autism, tuna grahita (disabilitas intelektual), dan tuna daksa. Dalam kegiatan mengajarnya pun mesti dilandasi sikap sabar dan telaten lebih besar dari sekolah–sekolah yang menyelenggarakan pendidikan anak-anak normal pada umumnya.

Mengapa terjadi perundungan?

Bullying atau perundungan adalah serangkaian aksi negatif yang dilakukan sekelompok orang atau satu orang terhadap pihak yang lemah dengan tujuan membuat rasa ketakutan dan tidak nyaman, dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan berulang berupa penghinaan dan kekerasan.

Bullying disini sangat berbahaya bagi si korban karena bisa mengakibatkan hilangnya nyawa oleh diri sendiri atau bunuh diri karena putus asa juga bahkan oleh pihak pembully.

Bentuk bullying ini sendiri adalah fisik, verbal dan relasional (diabaikan,disisihkan ,dikucilkan).

Menurut pakar psikolog Elly Risman, ada enam bentuk bullying atau perundungan yang salah satunya adalah school bullying atau dengan kata lain perundungan yang terjadi di sekolah ataupun di luar sekolah.

Perilaku perundungan melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak berdaya. Pelakunya bisa saja dari teman sekelas, kakak kelas dan bahkan secara berkelompok.

Perundungan atau bully ini terjadi karena adanya pihak yang lemah, yang memberikan peluang besar bagi pihak pembully untuk melakukan aksinya. Pembully sebagian besar adalah pribadi yang sebenarnya korban perundungan itu sendiri.

Perundungan yang dilakukannya terhadap orang lain adalah bentuk pelampiasan dari kekecewaan dirinya sendiri dari rasa ketakutan, ketidakberdayaan, keputusasaan dan kekecewaan atas perundungan yang dirasakannya.

Bisa oleh siapa saja dan di mana saja

Perundungannya pun bisa saja tanpa kita sadari terjadi dalam keluarga atau bahkan dari gurunya di sekolah, baik berupa perundungan fisik ataupun perundungan verbal.

Perundungan verbal adalah intimidasi yang melibatkan kata-kata, baik secara tertulis atau terucap. Perundungan secara verbal meliputi menggoda, memanggil nama yang tidak pantas, mengejek, menghina, dan mengancam.

Sebagai orangtua dan guru terkadang tanpa sadar telah melakukan bullying ini, sebagai contoh pelabelan anak “ kamu bodoh, kamu malas, tukang tidur, tukang bolos”. Semoga kita sebagai orangtua di rumah maupun disekolah tidak melakukan ini terhadap anak-anak generasi penerus bangsa.

Perundungan ini bisa terjadi di sekolah mana saja, terlebih sekolah inklusif dimana anak-anak berkebutuhan khusus dibaur dengan anak-anak normal.

Sebagai guru dan orangtua kita tentu menginginkan kasus-kasus perundungan ini semakin sering terjadi.

Pembauran untuk mencintai perbedaan

Langkah awal mencegah perundungan adalah tanamkan pada diri anak-anak kita bahwa kita dilahirkan dengan bakat dan keahlian masing-masing, baik yang lahir sempurna ataupun yang dilahirkan dengan keterbatasan.

Siswa perlu diajak sepatutnya untuk saling menghargai ,menghormati dan memperlakukan orang lain dengan baik.

Penerapan di sekolah atau di kelas bisa dilakukan saat kegiatan diskusi atau bekerja sama, yaitu membaurkan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal lainnya dalam kelompok, juga lebih memberikan kegiatan–kegiatan yang sering melibatkan interaksi mereka dalam kekompakan kelompok .

Di awal-awal kegiatan pasti akan menimbulkan kendala, mulai dari teman-teman dalam kelompoknya yang biasanya tidak terima di satukan dengan anak berkebutuhan khusus atau tidak memberi tugas dengan alasan nanti hasil kerja kelompoknya dapat nilai yang tidak bagus.

Disini guru harus menekankan kepada semua siswa bahwa semua orang ingin diperlakukan dan diterima dengan baik dengan tidak memandang keterbatasan kemampuan dan fisik.

Memanusiakan dengan keteladanan

Sebagai bentuk apresiasi dan motivasi bagi anak atau siswa yang telah memperlakukan teman dengan baik atau menolong yang membutuhkan, guru bisa berikan motivasi berupa pujian dan pengakuan bahwa apa yang dilakukan adalah sikap yang baik dan perlu diteladani.

Apresiasi tersebut dapat juga diberikan dalam bentuk sentuhan-sentuhan positif, misalnya pelukan, usapan di kepala, acungan jempol ataupun toss.

Pastikan kita sebagai guru juga tidak melakukan perundungan khususnya gunakan bahasa yang baik dan positif. Karena dengan bahasa yang positif bisa menumbuhkan kebahagian , kepercayaan diri anak-anak kita saat mereka datang kesekolah.

Disinilah salah satu peran guru dalam memanusiakan manusia dengan keteladanan.

Selain itu,sebagai guru kita seyogyanya bisa memberikan ruang dan waktu saat menemukan anak didik kita terlihat murung, pendiam dan mengalami perubahan sikap yang tidak biasa.

Jadilah sahabat terbaik mereka tanpa mengurangi kewibawaan kita sebagai seorang guru. Karena dengan komunikasi ini, sedikit banyaknya mengurangi dan mencegah perundungan yang lebih parah terjadi.

Terlepas dari itu semua, peran orangtua tidak kalah penting dalam mencegah terjadinya perundungan ini.

Kerjasama yang berkesinambungan antara guru dan orangtua murid bisa di lakukan dengan membentuk paguyuban/grup online ditiap kelas,sebagai wadah sharing maupun menyampaikan informasi-informasi penting seputar kegiatan pendidikan .

Dari penerapan langkah-langkah mencegah bully di atas, dampaknya sekarang di kelas berkurang aduan-aduan dari orangtua atau shadow (guru pendamping ABK) tentang anaknya yang berkebutuhan khusus dibully.

Juga saat pembelajaran berlangsung, jika ada di antara teman yang saling mengejek, teman lain justru mengingatkan bahwa mengejek bukanlah perbuatan baik.

Penulis: Nufaidah, Guru SDN 131/IV Kota Jambi yang menjadi Sekolah Mitra Program PINTAR Tanoto Foundation

https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/02/18553401/sekolah-inklusi-jangan-ada-bullying-di-antara-kita

Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke